Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kata.ai: Kekuatan NLP Menjadi Daya Tempur Chatbot

Kata.ai: Kekuatan NLP Menjadi Daya Tempur Chatbot Kredit Foto: Warta Ekonomi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Chatbot seharusnya dapat digunakan di berbagai macam industri, terutama perusahaan-perusahaan dengan skala besar, seperti telekomunikasi, fast moving consumer goods (FMCG), manufacturing, asuransi, e-commerce, dan perbankan.

Internet bak perpustakaan raksasa yang menyediakan segudang informasi yang diinginkan orang. Banyaknya informasi yang tersedia dengan berbagai sumber terkadang membuat netizen memastikan kebenaran informasi maupun informasi lanjutan dari yang mereka dapatkan dari internet

Untuk mempermudah penyampaian informasi, sejumlah situs yang kreatif dan mengerti keinginan netizen menyediakan layanan tanya jawab. Pertanyaan dibuat berdasarkan pertanyaan yang sering muncul, kemudian diberikan penjelasan atas pertanyaan tersebut. Namun, cara seperti itu ternyata masih kurang menarik minat orang untuk membacanya. Saat ini, orang berkecenderungan mendapat informasi yang cepat sesuai dengan yang diinginkan. Oleh sebab itu, banyak pengguna internet lebih memilih langsung masuk ke kolom chatting atau obrolan. Melalui kolom obrolan, mereka bisa langsung bertanya mengenai hal yang ingin diketahui. 

Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) bisa memberikan kebutuhan-kebutuhan informasi tersebut. Kecerdasan ini diciptakan dan diterapkan dalam mesin komputer agar dapat melakukan pekerjaan seperti yang dilakukan manusia. Sebetulnya, ada beberapa bidang yang menggunakan kecerdasan buatan ini, seperti sistem pakar, permainan komputer atau games, logika fuzzy, jaringan syaraf tiruan, dan robotika. 

Mesin penjawab diciptakan dan dikembangkan dengan kecerdasan sistem pakar yang memroses sejumlah informasi yang diketahui dan menyediakan kesimpulan-kesimpulan berdasarkan informasi-informasi yang tersedia. Di Indonesia, sudah ada beberapa perusahaan startup yang mengembangkan kecerdasan ini, antara lain kata.ai, layanan chatbot yang tersedia di aplikasi obrolan, seperti LINE, Facebook Messenger, Direct Messege Twitter, BBM, Telegram, bahkan SMS.  

Melalui platform tersebut, siapa pun bisa mengobrol dan mendapatkan informasi tentang perusahaan yang sudah menggunakan layanan chatbot. Hingga saat ini, perusahaan yang sudah menggunakan chatbot dari kata.ai adalah Telkomsel dengan nama Veronika dan Unilever dengan nama Jemma. Keduanya dapat ditemukan di platform LINE. Di sisi lain, kata.ai juga sudah memiliki chatbot dengan nama Katia yang juga dapat ditemukan di LINE. 

Chief Executive Officer (CEO) kata.ai, Irzan Raditya, saat ditemui Warta Ekonomi pada awal November 2017, mengatakan bahwa penggunaan chatbot lebih kepada kebutuhan industri masing-masing. Misalnya, Telkomsel menggunakan chatbot untuk kebutuhan cek poin dan isi pulsa. Akan tetapi, selain itu, juga dapat digunakan untuk promosi dan menyampaikan program apa yang sedang digelar oleh perusahaan yang bersangkutan.

Chatbot seharusnya dapat digunakan di berbagai macam industri, terutama perusahaan-perusahaan dengan skala besar, seperti telekomunikasi, fast moving consumer goods (FMCG), manufacturing, asuransi, e-commerce, dan perbankan. Teknologi chatbot tidak hanya dapat digunakan untuk mengobrol dengan customer service, tetapi juga dapat digunakan oleh perusahaan asuransi misalnya untuk proses pengajuan klaim dan mengisi data. Sayangnya, kata.ai belum sampai ke ranah ini. 

Layanan chatbot yang dihadirkan kata.ai sejak Oktober 2017 ini mampu menguasai bahasa Indonesia dengan menggunakan teknologi Natural Language Processing (NLP) untuk  meningkatkan keterlibatan pelanggan. Di sini, kata.ai mempelajari setiap pertanyaan yang sering diajukan oleh para pelanggan, kemudian memberikan jawaban sesuai dengan penjelasan perusahaan. Pertanyaan pelanggan bisa bermacam-macam, tetapi pada akhirnya, pelanggan akan diarahkan untuk mendapatkan informasi yang diberikan oleh perusahaan, seperti cek pulsa, cek poin, dan beberapa promo yang digelar oleh perusahaan.

“Di tiap industri ada pertanyaan yang lima sampai sepuluh kali ditanyakan berulang. CS saja bosen. Kita fokus di situ saja dulu,” ujar Irzan. Seiring berjalannya waktu, jawaban akan ditingkatkan dengan data yang masuk dan sesuai dengan kebutuhan pelanggan. Semakin lama chatbot digunakan oleh perusahaan, semakin banyak pula percakapan yang dilakukan. Hal itu akan membuat chatbot semakin pintar untuk menjawab lebih banyak pertanyaan yang diajukan pelanggan. 

Menurut Irzan, nilai paling utama yang ditawarkan dari penggunaan chatbot adalah efisiensi biaya karena tidak menggunakan customer service. Untuk menggunakan layanan tersebut, perusahaan cukup membayar biaya berlangganan yang dihitung berdasarkan pesan yang masuk, sesi yang dilakukan, atau pengguna yang masuk berdasarkan kesepakatan. 

Namun, Irzan mengakui bahwa tidak mudah meyakinkan perusahaan untuk menggunakan layanan yang ditawarkan. Dia melihat animo perusahaan sebenarnya sudah cukup paham pengaruh seperti apa yang akan didapatkan jika menggunakan layanan tersebut. Akan tetapi, perusahaan masih melihat dari sisi keamanan. “Sebetulnya, dalam hal ini, juga sudah ada solusi bagaimana perusahaan tetap terjaga privasi dan keamanannya,” ujar Irzan.

Reinkarnasi YesBoss 

Setahun sebelum menawarkan layanan chatbot, kata.ai adalah startup yang dikenal dengan nama YesBoss, yang lahir pada September 2016. Perbedaannya adalah kata.ai melayani pelanggan korporasi atau business to business (B2B), sedangkan YesBoss memiliki konsep business to customer (B2C) yang bekerja layaknya asisten pribadi yang melayani keinginan pelanggan, seperti pembelian tiket pesawat, pesan restoran, hingga curhat. Akan tetapi, Irzan menyadari perubahan model bisnis menjadi B2B memiliki prospek yang lebih jelas dan berkelanjutan. Selain itu, menurutnya, YesBoss juga tidak akan berjalan tanpa adanya AI. Kata.ai juga memberikan pengaruh lebih besar, dalam arti pelanggan akan mendapatkan customer engagement yang lebih bagus serta respons lebih cepat dan akurat. 

“Ini kayak chicken and egg problem, kita nggak bisa buat AI kalau nggak ada datanya, kita ngumpulin data dari YesBoss,” ujar Irzan. 

Menurut Irzan, perubahan model bisnis dari B2C ke B2B juga mendapat dorongan dari investor. Pada bulan Agustus 2017 lalu, kata.ai mendapat pendanaan Seri A senilai US$3,5 juta atau sekitar Rp46,5 miliar. Pendanaan ini datang dari kelompok Trans-Pasific Technology Fund (TPTF) asal Taiwan, yang diikuti oleh perusahaan Indonesia MDI Ventures milik Telkom Group, Access Ventures asal Korea, serta Convergence Ventures. Terlibat juga di dalamnya, VPG Asia, Red Sails Investment, dan angel investor terkemuka, Eddy Chan. Selain itu, Barry Lee selaku pimpinan dari TPTF bergabung ke dalam dewan direksi kata.ai.

Kata.ai memanfaatkan dana tersebut untuk penelitian dan pengembangan dengan harapan dapat memperbesar jangkauannya di pasar Indonesia sembari memperluas penawarannya. Harapan berikutnya adalah mengembangkan teknologi pemrosesan bahasa alami (NLP) yang bertujuan untuk memahami dan meningkatkan kemampuannya beroperasi dalam beberapa bahasa di Asia Tenggara, di luar bahasa Indonesia yang dimiliki sekarang. 

Irzan optimistis dengan masa depan model bisnis tersebut. Setidaknya, dapat dilihat dari adanya beberapa pemain yang juga menghadirkan layanan chatbot yang akan membantu memperbesar pasar dan meningkatkan penetrasinya. Dari sisi persaingan, kata.ai memiliki kelebihan teknologi NLP yang memberikan proses percakapan lebih natural sebagai pemain pertama, dan sudah dipercaya dua perusahaan besar. 

Setelah sukses di pasar dalam negeri, lanjut Irzan, kata.ai juga berambisi untuk mengembangkan bisnisnya di luar negeri. Dengan bantuan TPTF, kata.ai akan mendirikan perusahaan yang sepenuhnya berdiri di Taiwan dan berkolaborasi dengan startup teknologi untuk melayani pasar lokal. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: