Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tiga Model Bisnis IoT (Internet of Things)

Tiga Model Bisnis IoT (Internet of Things) Kredit Foto: Reuters/Ralph Orlowski
Warta Ekonomi, Jakarta -

Selama beberapa waktu ke depan, berbagai perusahaan komersial dan penyedia layanan jasa diperkirakan akan semakin gencar menggandeng platform IoT. Untuk lebih memaksimalkan penggunaan IoT, setidaknya ada tiga model bisnis yang bisa dikembangkan dengan memaksimalkan aplikasi IoT, antara lain produk tanpa integrasi jasa, produk dengan integrasi jasa, dan produk sebagai jasa.

Pertama, produk tanpa integrasi jasa. Saat ini, banyak presiden direktur yang masih berpikiran bahwa konsumen mereka tidak akan mau membayar biaya jasa tambahan atas suatu produk. Ini adalah paradigma yang usang. Mungkin Anda penasaran, mengapa perusahaan seperti General Electric terus mengiklan di industri internet? Dari sekitar US$113 miliar pendapatan GE, sekitar US$52 miliar atau separuhnya berasal dari jasa mereka. Pabrik mereka di Durathon juga mengombinasikan IoT untuk memproduksi baterai dengan menggunakan 10.000 sensor yang mengukur suhu, kelembaban, tekanan udara, dan data operasional mesin secara real time. Pengawasan proses produksi, pengaturan, dan pelacakan kinerja baterai bisa dilakukan secara real time dalam setiap proses produksinya.

Kedua, produk dengan integrasi jasa. Jika kita bisa tahu nomor model dan konfigurasi mesin tertentu serta data series dari ratusan sensor di dalamnya, jasa yang kita tawarkan ke konsumen bisa menjadi semakin personal dan relevan. Selanjutnya, kita bisa menjual jasa dengan margin yang lebih tinggi. JIka pada model bisnis pertama katakanlah harga yang kita kenakan hanya 0,5%—1% dari pembelian produk setiap bulannya, dengan model ini kita bisa menaikkannya menjadi 1%—2% dari harga produk setiap bulannya. Jika kita menjual 4.000 unit produk seharga masing-masing US$200.000, dengan harga jasa 1 persennya saja, kita bisa mendapatkan keuntungan lebih sebesar US$100 juta sebagai pendapatan berulang.

Ketiga, produk sebagai jasa. Dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, sudah banyak bermunculan perusahaan yang menjual produknya sebagai jasa (SaaS), seperti Salesforce, Workday, dan Blackbaud. Tujuh tahun terakhir, fenomena ini juga terjadi pada produsen perangkat lunak, seperti Amazon, Microsoft, dan Google. Mereka menawarkan produk penyimpanan dan komputasi sebagai jasa. Semua perusahaan SaaS ini telah membuat tren model penentuan harga berubah menjadi per transaksi, per orang, per perusahaan, per bulan, atau per tahun. Ke depannya, hal yang sama akan terjadi di industri transportasi, pertanian, kesehatan, dan konstruksi. Contoh awal dari fenomena ini, antara lain Uber, Lyft, dan Gojek yang menyediakan jasa transportasi dengan tarif per perjalanan. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: