Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kemenkeu Dukung BI Larang Penggunaan Bitcoin di Indonesia

Kemenkeu Dukung BI Larang Penggunaan Bitcoin di Indonesia Kredit Foto: Reuters/Jim Urquhart
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mendukung langkah Bank Indonesia (BI) yang melarang penggunaan mata uang virtual (cryptocurrency) berbasis distributed ledger technology, seperti Bitcoin di Indonesia.

Untuk diketahui, penggunaan mata uang digital yang semakin marak telah menjadi perhatian berbagai otoritas keuangan dunia mengingat potensi risiko yang besar, tidak hanya bagi masyarakat penggunanya, tetapi juga dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu Nufransa Wira Sakti mengatakan, mencermati hal tersebut dan berbagai polemik yang menyertainya, Kemenkeu dengan ini menegaskan bahwa penggunaaan mata uang virtual sebagai alat transaksi hingga saat ini tidak memiliki landasan formal.

Mengacu pada Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, ditegaskan bahwa mata uang adalah uang yang dikeluarkan oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran, atau kewajiban lain yang harus dipenuhi dengan uang, atau transaksi keuangan lainnya yang dilakukan di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia wajib menggunakan Rupiah.

"Oleh karena itu, Kementerian Keuangan mendukung kebijakan BI selaku otoritas moneter dan sistem pembayaran untuk tidak mengakui mata uang virtual sebagai alat pembayaran yang sah sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran yang sah," ujar Nufransa di Jakarta, Senin (22/1/2018).

Dia menambahkan, penggunaan mata uang virtual rawan digunakan untuk transaksi ilegal, pencucian uang, dan pendanaan terorisme. Hal ini karena belum adanya otoritas yang mengatur dan mengawasi penggunaan mata uang digital.

"Kondisi transaksi semacam ini dapat membuka peluang terhadap tindak penipuan dan kejahatan dalam berbagai bentuknya yang dapat merugikan masyarakat," ucapnya.

Selain risiko yang diperoleh dari memiliki dan/atau memperjualbelikan mata uang virtual yang memiliki ketidakjelasan underlying asset yang mendasari nilainya, Nufransa menuturkan, transaksi mata uang virtual yang spekulatif dapat menimbulkan risiko pengggelembungan nilai (bubble) yang tidak hanya merugikan masyarakat, tetapi juga berpotensi mengganggu stabilitas sistem keuangan.

Sebelumnya, BI menegaskan bahwa virtual currency termasuk Bitcoin tidak diakui sebagai alat pembayaran yang sah sehingga dilarang digunakan sebagai alat pembayaran di Indonesia. Bank sentral memperingatkan kepada seluruh pihak agar tidak menjual, membeli, atau memperdagangkan virtual currency.

BI menegaskan bahwa sebagai otoritas sistem pembayaran, pihaknya melarang seluruh penyelenggara jasa sistem pembayaran (prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penerbit, acquirer, payment gateway, penyelenggara dompet elektronik, penyelenggara transfer dana) dan penyelenggara teknologi finansial di Indonesia, baik Bank dan Lembaga Selain Bank untuk memproses transaksi pembayaran dengan virtual currency, sebagaimana diatur dalam PBI 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran dan dalam PBI 19/12/PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: