Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Plt Gubernur Dari Polisi, Cederai Demokrasi

Plt Gubernur Dari Polisi, Cederai Demokrasi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Padang -

Akademisi dari Universitas Bung Hatta Padang, Sumatera Barat, Miko Kamal Phd menilai wacana penunjukan unsur kepolisian sebagai pelaksana tugas kepala daerah mencederai demokrasi karena hal tersebut melanggar aturan yang ada.

"Dalam Undang-Undang no 10 tahun 2016 tentang Pemilihan gubernur, bupati dan wali Kota dinyatakan untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," kata dia di Padang, Rabu.

Ia menjelaskan ketentuan mengenai kekosongan jabatan diatur di dalam Pasal 201 ayat 10 Undang-Undang No. 10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan gubernur, bupati, dan walikota.

"Mengacu kepada pasal tersebut dipahami bahwa jabatan pimpinan madya merupakan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berasal dari Kementerian Dalam Negeri atau daerah yang bersangkutan," ujar dia.

Oleh sebab itu, menurut dia rencana Pemerintah melalui menteri dalam negeri yang akan menunjuk polisi aktif sebagai pelaksana tugas atau pejabat gubernur untuk mengisi kekosongan jabatan tersebut tidak sejalan dengan aturan hukum yang berlaku.

Salah satu amanah reformasi adalah dihapusnya dwifungsi TNI/Polri, maknanya untuk memastikan netralitas sebagai pemegang kuasa konstitusional yang menjaga pertahanan dan keamanan negara, katanya.

Ia menyarankan seharusnya untuk menjaga semangat anti dwifungsi TNI/Polri dan netralitas kedua institusi tersebut, Pemerintah tidak menarik individu dari kedua unsur lembaga ini mengisi kekosongan jabatan Kepala Daerah yang mengikuti Pilkada.

Pada sisi lain, menurutnya dalam Pasal 201 ayat 1 dan ayat 2 UU No. 30 Tahun 2014 tentang Adminitrasi Pemerintahan dinyatakan jabatan pelaksana tugas atau pejabat gubernur/bupati/walikota harus berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya yang berasal dari kalangan sipil.

Ia menambahkan rencana menjadikan perwira tinggi polri yang masih aktif untuk menjadi pelaksana tugas atau pejabat gubernur merupakan langkah mundur reformasi dan bertentangan dengan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (3) UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI.

Dalam Undang-Undang no 2 tahun 2002 disebutkan bahwa polri harus berposisi netral dalam kehidupan poitik dan apabila terdapat anggota Polri menduduki jabatan diluar kepolisian, maka itu dapat dilakukan setelah yang bersangkutan mengundurkan diri dari kedinasan, kata dia.

Sebelumnya Mendagri Tjahjo Kumolo menyatakan tidak mungkin menunjuk seluruh Eselon I kemendagri sebagai plt gubernur karena banyaknya provinsi yang mengikuti pilkada serentak.

Dia juga menyatakan tidak melanggar undang-undang atas wacana tersebut.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: