Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Indonesia Rangkul Bangladesh Lepas dari Jerat LDC

Indonesia Rangkul Bangladesh Lepas dari Jerat LDC Kredit Foto: Antara/Ohammad Ponir Hossain
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bangladesh adalah salah satu negara yang dipilih oleh Presiden RI Joko Widodo dalam rangkaian kunjungan kenegaraan di kawasan Asia Selatan, 2428 Januari 2018.

Saat melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Bangladesh Abdul Hamid di Credential Hall, Bangabhan Presidential Palace pada tanggal 27 Januari lalu, Presiden Jokowi menyatakan kesiapan Indonesia untuk mendukung Bangladesh dalam mencapai target keluar dari kelompok "Least Developed Country" (LDC) pada tahun 2024.

Bangladesh adalah satu dari 47 negara yang masuk dalam kategori negara-negara paling lambat berkembang menurut PBB karena memiliki penghasilan rendah dan menghadapi hambatan struktural terhadap pembangunan berkelanjutan. Negara-negara LDCs sangat rentan terhadap guncangan ekonomi dan lingkungan, serta memiliki tingkat sumber daya manusia yang rendah.

Namun, sebuah studi yang dirilis oleh Inter Regional Adviser LDCs Komite Kebijakan Pembangunan PBB Daniel Gay menyebut potensi Bangladesh meninggalkan "predikat" LDCs pada tahun 2024, didorong oleh kesehatan dan pendidikan yang lebih baik serta ledakan ekonomi.

Sebuah misi oleh Sekretariat Komite Kebijakan Pembangunan PBB (Committee for Development Policy/CDP) ke Dhaka pada pertengahan Oktober memastikan bahwa negara tersebut kemungkinan untuk pertama kalinya memenuhi tiga kriteria kelulusan, yakni pendapatan per kapita, indeks aset manusia, dan indeks kerentanan ekonomi, pada tinjauan CDP berikutnya pada bulan Maret 2018.

Prediksi kesuksesan Bangladesh didasarkan pada 6 tahun berturut-turut yang pertumbuhan ekonomi telah melampaui 6 persen, salah satu pertumbuhan tercepat di dunia dalam beberapa tahun terakhir. Pendapatan nasional bruto per kapita Bangladesh yang mencapai lebih dari 1.200 dolar AS pada tahun 2018 telah melampaui rata-rata LDC sejak 1996, dan baru-baru ini meningkat di atas ambang batas yang digunakan oleh CDP sebesar 1.025 dolar AS.

Perekonomian Bangladesh berkembang pesat, terutama dari ekspor tekstil dan garmen. Sementara itu, remitansi, gas alam, pembuatan kapal dan makanan laut, komunikasi informasi, serta obat-obatan menjadi sumber devisa dan pertumbuhan ekonomi baru di negara berpopulasi 163 juta jiwa itu.

Tidak seperti di banyak negara, ledakan ekonomi ini telah membantu 50 juta warga Bangladesh keluar dari garis kemiskinan. Sejak 1990, tingkat kemiskinan telah menurun dari 40 persen menjadi 14 persen.

Pemerintah Bangladesh dan organisasi nonpemerintah yang berkembang telah membantu memberikan layanan kesehatan dan pendidikan yang vital bagi masyarakat miskin yang diterjemahkan ke dalam kemajuan pesat dalam indeks aset manusia yang digunakan oleh CDP.

Sebagai mitra Bangladesh, Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa Indonesia siap mendukung target Bangladesh keluar dari kategori LDC melalui peningkatan kerja sama ekonomi dan perdagangan yang saling menguntungkan.

Kedua negara mencatat beberapa perkembangan positif dalam kerja sama ekonomi, salah satunya ditunjukkan dengan nilai perdagangan pada tahun 2017 yang meningkat sebesar 25,96 persen atau senilai 1,53 miliar dolar AS.

Pemerintah Indonesia dalam hal ini juga berupaya untuk membuka akses pasar guna meningkatkan kerja sama perdagangan dengan Bangladesh melalui pembentukan "Preferential Trade Agreement" yang perundingan putaran pertamanya akan dilakukan pada semester pertama 2018.

Di bidang energi, Presiden Jokowi menyambut baik penandatanganan Letter of Intent (LoI) mengenai suplai LNG dari PT Pertamina (Persero) ke Petrobangla.

Dalam kesepakatan yang dituangkan melalui LoI binding tersebut, Pertamina akan memasok LNG sebesar 1 mtpa (million tons per annum/juta ton per tahun), selama 10 tahun. Pasokan LNG bernilai total 4 miliar dolar AS itu akan mulai disuplai pada kuartal keempat 2018.

Pertamina dan Bangladesh Power Development Board (BPDP) juga menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang rencana pembangunan proyek listrik terintegrasi di Bangladesh.

Dalam MoU tersebut, Pertamina akan membangun dan mengembangkan proyek terintegrasi di Bangladesh yang terdiri atas "Independent Power Producer" (IPP) "Combined Cycle Gas Turbine" (CCGT) "Power Plant" dengan kapasitas 1.400 megawatt.

Proyek ini akan terhubung dengan fasilitas penerima LNG yang terdiri atas "Floating Storage and Regasification Unit" (FSRU), infrastruktur "mooring" dan "off loading", serta jalur pipa gas, baik "subsea" maupun "onshore". Dalam proyek ini, BPDB akan bertindak sebagai pembeli listrik yang dihasilkan oleh fasilitas terintegrasi tersebut.

Adapun nilai investasi dari proyek ini diperkirakan sebesar 2 miliar dolar AS. Penyelesaian konstruksi fasilitas ini akan membutuhkan waktu 3 tahun setelah tahap "financial closing" dicapai. Rencananya konstruksi akan dimulai pada tahun 2019.

Indonesia siap mendukung ketahanan energi Bangladesh, antara lain, melalui pasokan LNG dan batu bara, tegas Presiden Jokowi.

Sementara itu, di bidang konektivitas, Presiden Jokowi menyampaikan apresiasinya terhadap Bangladesh yang telah mempercayai PT Industri Kereta Api Indonesia (INKA) untuk memasok 400 gerbong kereta api demi mendukung pengembangan konektivitas di negara berpenduduk mayoritas Muslim tersebut.

Sonar Bangla Express, kereta penumpang yang diresmikan Bangladesh pada bulan Juni 2016 menjadi bukti keunggulan industri Indonesia karena gerbongnya, termasuk dalam 150 kereta penumpang hasil produksi PT INKA yang diekspor ke Bangladesh dengan nilai 72 juta dolar AS.

Ekspansi ekspor ke Bangladesh menjadi momentum bagi PT INKA dan industri nasional untuk membuka peluang ekspor ke negara lainnya, sementara Bangladesh pun sangat menghargai partisipasi Indonesia dalam revitalisasi perkeretaapian di negara tersebut.

Kedua negara juga baru saja memperbarui Perjanjian Transportasi Udara untuk meningkatkan frekuensi penerbangan dari dua menjadi 10 kali dalam seminggu.

Di bidang Kelautan dan Perikanan, Indonesia dan Bangladesh telah menandatangani komunike bersama terkait dengan pemberantasan IUU (illegal, unreported, and unregistered) Fishing, yang diyakini dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan serta sesuai dengan komitmen Asosiasi Kerja Sama Lingkar Samudera Hindia (IORA) sebagaimana tertuang dalam Kesepakatan Jakarta Concord.

Selain terus memajukan kerja sama bilateral kedua negara, Presiden Jokowi secara khusus mengajak pemerintah Bangladesh aktif menggerakkan kerja sama di lingkar Samudra Hindia yang menurut dia memiliki potensi ekonomi sangat besar.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: