Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Harga Batu Bara Kontraksi, Bahana Rekomendasikan Saham 3 Perusahaan Ini

Harga Batu Bara Kontraksi, Bahana Rekomendasikan Saham 3 Perusahaan Ini Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kenaikan harga komoditas global termasuk batu bara yang mulai terjadi sejak paruh kedua tahun lalu dan masih berlangsung hingga saat ini, tampaknya akan sedikit mengalami kontraksi pada tahun ini karena sejumlah kebijakan yang bakal diambil pemerintah Cina, yang menjadi konsumen terbesar batu bara di dunia.

Bila pada tahun lalu harga batu bara sempat menyentuh level di atas $100 per ton, dengan harga rata-rata menurut Newcastle benchmark sepanjang 2017 sekitar $88/ton atau secara tahunan naik 35% maka pada tahun ini, PT Bahana Sekuritas memperkirakan harga rata-rata batu bara akan berada pada kisaran $75 per ton. Namun, level ini tetaplah angka yang tinggi mengingat harga komoditas global selama dua tahun terakhir mengalami tekanan yang cukup besar.

Analis Bahana Andrew Franklin Hotaman menilai, penyebab utama kontraksi harga batu bara sepanjang tahun ini yakni kebijakan pemerintah Cina yang memperkenalkan standar energi terbarukan dan mewajibkan seluruh Produsen Pembangkit Independen Cina atau IPPs buat batu bara untuk menetapkan 15% dari total pembangkit listrik portofolio untuk energi terbarukan hingga 2020.

"Kebijakan ini akan berdampak pada pendapatan perusahaan IPP batu bara khususnya para pemain kecil, dimana pada 2017 pemain IPP batu bara ini mencetak ROE serendah 3-5% karena kenaikan harga batu bara," ucapnya dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (5/2/2018).

Pada tahun ini juga diperkirakan tingkat konsumsi Cina akan sedikit melemah karena tahun lalu sudah tumbuh cukup tinggi, juga kebijakan pemerintah Cina yang akan memperbaiki masalah over kapasitas terutama pada industri semen dan baja. Ke depan, pasar properti di Cina juga diperkirakan akan melambat akibat pengetatan kredit.

Bila sistem kontrol ini tidak segera diperbaiki, sisi suplai akan melampaui sisi permintaan. Dengan berbagai risiko ini, Bahana memperkirakan pemerintah Cina akan berupaya untuk membawa harga batu bara secara bertahap ke kisaran $64-$76 per ton NEWC equivalent dengan mulai membatasi impor batu bara setelah 15 Februari atau melakukan program penggantian batu bara.

"Meski pengetatan kemungkinan akan dimulai Cina pada tahun ini, harga rata-rata batu bara tidak akan terkoreksi cukup dalam sehingga kami masih merekomendasikan beli untuk beberapa saham perusahaan yang terkait batu bara, dengan pilihan teratas saham PT Adaro Energy (ADRO), PT Bukit Asam (PTBA), dan saham PT United Tractors (UNTR)," ucapnya.

Anak usaha Badan Pembinaan Usaha Indonesia (BPUI) ini bahkan menaikkan target harga ADRO menjadi Rp2.400/lembar dari target harga sebelumnya Rp2.174/lembar. Kinerja keuangan perseroan diperkirakan masih akan berlanjut positif sepanjang 2018, setelah tahun lalu diperkirakan bakal mencatatkan kenaikan earning per share (EPS) sebesar 64% secara tahunan.

"Bisnis Adaro lebih beragam dibanding perusahaan lainnya, mulai dari pembangkit listrik hingga bisnis batu bara yang menjadi bisnis fokusnya," papar Andrew.

Perseroan juga dinilai mampu menjaga stabilitas produksi meski ada gangguan cuaca seperti hujan deras sepanjang tahun lalu sehingga target produksi batubara sebesar 52 juta ton masih tercapai.

Bahana juga menaikkan harga saham PTBA menjadi Rp2.920/lembar dari sebelumnya Rp2.740/lembar. Namun, karena bisnis perseroan lebih kepada pasar domestik, yang didominasi oleh PLN, kinerja perseroan diperkirakan tidak segemilang Adaro. Pasalnya, pemerintah sangat konsen untuk menurunkan tarif listrik, padahal harga batu bara meski diperkirakan terkoreksi, tetapi masih berada pada level yang tinggi.

Sebagai salah satu pemain yang menyediakan alat berat bagi perusahaan tambang, PT United Tractors pastinya akan mendapat berkah dari prospek batu bara ke depan sehingga Bahana merekomendasikan beli saham UNTR dengan target harga Rp39.700/lembar. Penjualan alat berat perseroan diperkirakan mencapai 3.700-3.800 unit sepanjang 2017.

"Tahun ini, kami memperkirakan penjualan alat berat perseroan bakal mencapai sekitar 5.000 unit sehingga laba diperkirakan naik sebesar 53% dibandingkan pencapaian 2017," pungkasnya.

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: