Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

CIPS: Data Beras Pemerintah Tidak Akurat

CIPS: Data Beras Pemerintah Tidak Akurat Kredit Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Target swasembada beras yang dicanangkan pemerintah semakin tidak realistis. Salah satu alasannya adalah tidak adanya data produksi beras yang akurat. Permasalahan data pangan yang berbeda antara satu instansi dengan instansi lainnya sudah sering terjadi dan hal ini menyebabkan pengambilan kebijakan terkait pangan menjadi tidak tepat.

Kepala Bagian Penelitian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hizki Respatiadi mengatakan, pemerintah harus melakukan pembenahan data pangan nasional. Selain itu, pengambilan kebijakan pangan juga jangan hanya didasarkan pada data pangan. Pemerintah harus bisa melihat solusi yang lebih menyeluruh terhadap masalah pangan di Tanah Air.

"Berbagai hal yang terjadi seharusnya sudah membuat pemerintah mengkaji ulang target swasembada beras. Banyak hal yang menjadi alasan kenapa target ini tidak lagi relevan untuk dicapai. Salah satunya adalah Indonesia memiliki tingkat efisiensi yang rendah pada proses pasca panennya," kata Hizki di Jakarta, Senin (5/2/2018).

Terkait data produksi pangan, Kementerian Pertanian mengklaim data produksi beras dan stok beras dalam keadaan aman. Hal ini dilatarbelakangi oleh hasil panen selama Januari hingga Maret diperkirakan akan menghasilkan 750 ribu ton gabah. Padahal, jika melihat ke pasar, hal ini tidak sesuai dengan kenyataan.

Berdasarkan data yang diambil dari foodstation.co.id, jumlah cadangan beras di Pasar Induk Beras Cipinng tidak sampai 25.000 ton. Padahal, angka aman stok beras di Pasar Induk Beras Cipinang minimal 25.000 ton. Berdasarkan data 4 Februari 2018, stok awal adalag 22.707 ton. Lalu ada pemasukan sebesar 1.633 ton dan pengeluaran sebesar 331 ton. Jumlah stok akhir adalah 24.009 ton.

"Melihat kenyataan ini seharusnya pemerintah bersikap lebih realistis untuk mencegah melambungnya harga beras karena ketidakcukupan stok. Masyarakat berhak mengakses beras berkualitas dengan harga terjangkau, terutama mereka yang termasuk dalam masyarakat miskin," jelasnya.

Salah satu upaya untuk mengatasi ketergantungan masyarakat terhadap beras adalah dengan menlakukan diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan bisa menjadi pilihan daripada hanya fokus pada satu jenis komoditas pangan saja. Diversifikasi pangan dapat dilakukan dengan memaksimalkan hasil panen komoditas yang bisa dijadikan sebagai pengganti makanan pokok.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: