Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kebijakan Impor Garam untuk Kebutuhan Industri

Kebijakan Impor Garam untuk Kebutuhan Industri Kredit Foto: Antara/Ari Bowo Sucipto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kebijakan pemerintah yang membuka kran impor garam sebanyak 2,37 juta ton tahun ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan industri. Adapun dalam izin impor garam industri diberikan kepada 21 industri di Tanah Air.

Demikian seperti yang disampaikan Sekretaris Maritime Society Agust Shalahuddin di Jakarta, Senin (5/2/2018), saat menanggapi aksi penolakan garam impor oleh Petani Garam Madura di Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya beberapa waktu lalu.

"Masyarakat tidak perlu khawatir karena peruntukkan garamnya memang berbeda," kata Agust.

Menurutnya, polemik yang terjadi di kalangan petani garam ditengarai karena kurangnya informasi tentang tujuan impor garam yang masuk dan akan digunakan sebagai bahan baku industri.

Garam industri adalah garam dengan kandungan NaCl yang tinggi, antara 95 hingga 97 persen. Pada industri kimia, garam adalah bahan baku dan bahan penolong. Bagi manusia, garam adalah penyedap alias bumbu makanan.  

"Sederhananya, untuk industri yang dicari adalah mineralnya (Natrium Klorida) sementara untuk bumbu, yang dicari adalah rasa asinnya," jelas Agust yang juga Founder Jurnal Maritim.

Pengguna garam industri adalah industri chlor alkali plant (CAP), farmasi, dan Industri Non CAP seperti perminyakan, pengasinan ikan, kulit, tekstil, sabun, dan lain-lain.

Sementara hasil produksi garam rakyat masih belum mampu memenuhi kualitas garam industri. Penyebabnya macam-macam, salah satunya adalah rendahnya salinitas air laut di sentra-sentra produksi garam di Indonesia. "Untuk mencapai standar garam industri, diperlukan proses pengolahan lebih lanjut yang tidak murah," tambahnya.

Menurut Agust, bisa saja digunakan sebagai garam konsumsi, tapi tidak semudah itu. Salah satunya adalah karena garam konsumsi harus mengandung yodium sesuai persyaratan yang ditetapkan oleh Kemenkes RI. Selain itu, industri pengguna garam tentu tidak mau melepas bahan bakunya ke pasar konsumsi karena secara bisnis tidak menguntungkan.

Seperti diketahui, PT Mitra Tunggal Swakarsa mengimpor garam dari Australia untuk kebutuhan industri pengasinan ikan, tetapi petani mencurigai garam tersebut akan didistribusikan sebagai garam konsumsi.

"Perlu diketahui, pengguna garam terbesar adalah industri, bukan manusia. Industri kimia mengkonsumsi 60 persen dari produksi garam dunia. Manusia cuma sekitar 20 persennya," ungkap Agust.

Dalam industri pengasinan ikan, garam digunakan untuk pengawetan ikan. Kadar NaCl nya minimal sekitar 95 persen. Makin tinggi kadar NaClnya maka makin baik proses pengawetannya. 

"Nilai jual ikan yang sudah diawetkan jauh lebih tinggi dari hasil yang diperoleh dari menjual garam untuk kebutuhan konsumsi. Selain itu, kekurangan pasokan garam akan berdampak pada kerugian industri tersebut. Jadi, kekhawatiran para petani saya kira agak berlebihan," kata Agust. 

Namun, untuk melindungi produksi garam domestik, Agust setuju perbaikan terhadap mekanisme yang mampu memastikan garam industri impor tidak merembes ke pasar konsumsi. Saat ini, pemerintah menggunakan instrumen izin impor garam yang mencakup volume dan kualitas.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: