Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

CEO Modalku: Fintech Akan Mati Tanpa Bank

CEO Modalku: Fintech Akan Mati Tanpa Bank Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kehadiran Financial Technology (fintech) di Indonesia kerap membuat industri perbankan merasa terancam. Kabarnya, kehadiran fintech dianggap mengganggu bisnis perbankan. Namun, Reynold Wijaya, CEO dan Co-Founder startup fintech Modalku menyampaikan bahwa dirinya tidak setuju jika fintech dianggap mengganggu industri perbankan. Bahkan, menurutnya, fintech justru akan mati tanpa bank.

"Kami pro bank, friendly dengan bank. Saya merasa banyak bank yang progresif menyadari bahwa lebih baik kerja sama. Jujur saja, secara posisi saya paling tidak suka bersinggungan tanpa bank. Fintech tanpa bank akan mati, tetapi bank tanpa fintech akan baik-baik saja. Makanya, saya kadang-kadang risih dengan fintech yang 'jagoan' akan menggantikan bank. Jadi, (kalau) kami di posisi ingin bekerja sama dengan bank," ungkap Reynold kepada Warta Ekonomi beberapa waktu lalu di Jakarta.

Beroperasi di 3 negara yaitu Indonesia, Malaysia, dan Singapura, Reynold mengaku Modalku selalu bekerja sama dengan bank. Di Indonesia, Modalku bekerja sama dengan Bank Sinar Mas. Bank Sinar Mas memberikan pendanaan kepada peminjam di Modalku, juga berbagai proyek lainnya. "Jadi, mereka juga membantu orang-orang yang sebenarnya tidak masuk ke kriteria mereka. Tetapi, mereka tetap mau membantu," katanya.  

Reynold juga mengatakan, kalau bank progressif, bank akan menyadari bahwa kerja sama akan mendatangkan win-win solution. Pertama, mereka bisa mempelajari term-nya peminjam. Suatu hari, bila nasabah fintech yang selama ini mayoritas adalah unbankable atau yang tertolak bank sudah bankable, mereka sudah mempunyai history dan bank tinggal ambil. Karena pasar fintech bagi Reynold diperuntukkan untuk orang-orang yang tidak bankable. "Karena sudah bankable, silakan diambil. Kami sudah tidak bersaing dengan mereka," tandasnya.

Kedua, kata Reynold, mereka (bank) harus menolak banyak customers. "Daripada ditolak, kalau diberikan ke kami, lebih menguntungkan," ujarnya.

Untuk itu, Reynold lebih memeilih untuk berkolaborasi dengan bank daripada harus bersaing yang sebenarnya menurut Reynold bukan tempatnya untuk bersaing karena fintech dan bank memiliki banyak perbedaan. Ia juga menegaskan bahwa Modalku pasti kalah jika harus bersaing langsung dengan bank.

Selain itu, Reynold juga tidak pernah khawatir tidak mendapatkan pasar setelah nasabah unbankable menjadi bankable.

"(Sebanyak) 80% orang Indonesia unbankable. Bank tidak mungkin bisa mengambil semua karena system risk-nya terlalu tinggi. Bank akan selalu support negara. Kami membantu orang-orang yang tidak punya akses sehingga punya akses. Jadi, kami memiliki different purposes. Saya merasa bank tidak perlu takut karena ini merupakan dua hal yang berbeda. Justru, bila semakin banyak orang yang memiliki akses, bank akan semakin diuntungkan," jelas Reynold.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ning Rahayu
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: