Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Banjir Jakarta, Salah Siapa? (Bagian II-Habis)

Banjir Jakarta, Salah Siapa? (Bagian II-Habis) Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sadar bencana Kepala Pusat Data, Informasi dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan budaya sadar bencana di masyarakat Indonesia masih rendah sehingga bencana yang terjadi lebih banyak karena ulah manusia.

"Misalnya soal sampah. Anak kecil kalau kita tanya apa dampak dari membuang sampah sembarangan, pasti dijawab salah satunya menyebabkan banjir. Namun praktiknya, kita masih melihat orang membuang sampah di sungai," katanya.

Padahal, pendidikan soal sampah itu seharusnya sudah berlangsung selama 40 tahun hingga 50 tahun. Namun, masih sering terlihat di masyarakat ada orang yang membuang sampah sembarangan, termasuk di sungai. Belum lagi bila bicara tentang alih guna lahan dari hutan menjadi perkebunan, pertanian atau permukiman. Sutopo mencontohkan hutan-hutan di Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro yang sudah beralih fungsi.

"Kalau kita lihat di malam hari, puncak gunung isinya lampu-lampu terang karena sudah tidak ada hutan. Kalau masih hutan, pasti gelap di malam hari," tuturnya.

Begitu pula dengan kawasan pegunungan di Jawa Barat seperti Garut, Sumedang dan Bandung yang hutan-hutannya beralih fungsi menjadi lahan pertanian tanpa diikuti dengan konservasi tanah dan air.

"Itu mengapa di Dayeuhkolot, Majalaya dan pinggiran sungai Sungai Citarum di Kabupaten Bandung. Dalam setahun, masyarakatnya bisa 15 kali kebanjiran selama musim penghujan. Baru selesai bersih-bersih rumah, mereka sudah kebanjiran lagi," katanya.

Sutopo tidak setuju bila kemudian masyarakat semata-mata hanya menyalahkan pemerintah terhadap bencana banjir yang terjadi. Pasalnya, pemerintah sudah berupaya mengeruk sungai, membuat embung, waduk dan sebagainya.

"Namun, upaya yang dilakukan itu kalah cepat dengan faktor-faktor penyebabnya karena di hulu masih kritis. Sungai dikeruk, dua tahun sudah dangkal lagi karena sedimentasi akibat aktivitas manusia," tuturnya.

Proyek pembangunan yang diikuti dengan pengurukan lahan juga dikatakan akan mengakibatkan banjir. Memang lahan yang diuruk itu akan menjadi bebas banjir, tetapi wilayah di sekitarnya akan terjadi banjir. Sutopo mencontohkan banyak kawasan permukiman seperti kota-kota lama di Jakarta atau di pantai utara Jawa yang dilakukan pengurukan untuk meninggikan jalan.

Di daerah tersebut, banyak ditemui rumah yang posisinya lebih rendah dari jalan, bahkan lebih rendah daripada got atau selokan.

"Kalau hujan deras dan terjadi banjir, rumah-rumah itu pasti akan kebanjiran. Bagi orang kaya tidak masalah. Dia mampu meninggikan rumahnya. Yang menjadi korban adalah masyarakat miskin yang tidak memiliki kemampuan memitigasi dan melindungi diri dari bencana," katanya.

Sampah Ciliwung Kesadaran masyarakat yang rendah terhadap kegiatan membuang sampah di sungai bukan isapan jempol. Fakta yang terjadi setelah banjir menghantam Jakarta menjadi salah satu bukti, 3.000 ton sampah diangkut dari bantaran Sungai Ciliwung. Pengawas Unit Pengelola Kebersihan Badan Air Jakarta Timur Korip Muhajir mengatakan 3.000 ton sampah yang diangkat dari Sungai Ciliwung sejak Senin (5/2) telah diangkut ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Bantar Gebang.

Lebih dari 300 personel Unit Pengelola Kebersihan Badan Air Jakarta Timur dikerahkan untuk membersihkan sampah di kawasan yang terdampak banjir. Bahkan pada Sabtu (10/2), hanya dalam waktu setengah hari, sekitar 200 ton sampah diangkut dari kawasan terdampak banjir di Kebon Sayur hingga Kampung Pulo.

Saat meninjau Pintu Air Manggarai pada Senin (5/2), Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menyaksikan sendiri sampah yang diangkut dari Sungai Ciliwung. Saat itu, hujan deras di wilayah Bogor sejak pagi hari mengakibatkan status Bendung Katulampa Siaga I karena tinggi muka air mencapai 220 centimeter dengan kenaikan yang cukup cepat.

Diperkirakan dalam waktu sembilan jam, air akan sampai di Jakarta dan menygakibatkan banjir di berbagai wilayah. Senin sore, Anies mengatakan sampah yang diangkat dari Pintu Air Manggarai sudah mencapai 200 ton lebih. Menurut Anies, pembersihan sampah yang bisa menghalangi aliran air dilakukan di berbagai saluran. Menurut Anies, Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta bekerja tanpa henti untuk memastikan sampah yang terbawa aliran sungai dibersihkan.

Dari fakta-fakta dan pendapat para ahli, sudah cukup jelas bahwa salah satu penyebab besar bencana banjir adalah manusia. Karena itu, tidak ada cara lain untuk mencegah banjir selain mengubah perilaku manusia. Yang paling kecil adalah dengan tidak membuang sampah di sungai.

Di tataran kebijakan, pemerintah harus membuat rencana tata ruang dan wilayah yang lebih memperhatikan konservasi lingkungan. Bila kebijakan sudah dibuat, maka yang diperlukan adalah konsistensi dalam menjalankan kebijakan itu.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: