Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Siapa Lagi yang Bakal 'Jatuh dalam Pelukan' KPK (II)

Siapa Lagi yang Bakal 'Jatuh dalam Pelukan' KPK (II) Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tjahjo tentu sangat diharapkan menyampaikan sikap pemerintah terhadap kasus yang dihadapi Bupati Ngada, NTT ini ataupun siapa saja peserta pilkada serentak yang telah ditetapkan sebagai tersangka atau terduga kasus kriminal khususnya korupsi, gratifikasi atau apapun istilahnya.

Kalau, misalnya, ada calon gubernur, bupati atau wali kota telah menjadi tersangka dan kemudian tetap boleh mengikuti pemilihan 27 Juni itu maka wajar atau tidakkah keputusan itu?.

Kalau sebaliknya nama itu dicoret atau sebut saja "dibekukan" dari daftar peserta pilkada maka pertanyaannya adalah apakah itu bisa dilakukan dan tidak dianggap melanggar hak azasi manusia calon kepala daerah itu? Presiden Joko Widodo ketika mengomentari kasus Bupati Jombang secara terbuka telah mengingatkan semua pejabat pemerintah tanpa kecuali untuk tidak melakukan korupsi atau tindakan sejenisnya.

Masyarakat memang harus memegang teguh prinsip azas praduga tak bersalah, yakni seseorang tidak boleh dianggap bersalah sampai adanya keputusan yang berkekuatan tetap, mulai dari Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, Mahkamah Agung hingga grasi dari presiden.

Namun masalahnya adalah KPU sebagai pelaksana atau penanggung jawab pesta demokrasi ini harus eecepatnya mengumumkan sikap resminya mengenai kasus semacam ini. Rakyat dan juga calon tentu ingin mengetahui bagaimana kasus-kasus seperti ini harus diselesaikan dengan cara yang sebaik mungkin.

Yang juga pantas dipersoalkan oleh sekitar 160-170 juta calon pemilih di Tanah Air adalah selain Bupati Ngada maka mungkinkah bakal ada lagi calon-calon tersangka kasus dugaan korupsi atau gratifikasi lainnya? Selama beberapa tahun terakhir ini sudah sering sekali masyarakat Indonesia mendengar atau mengetahui kasus hukum yang melibatkan para penyelenggara negara mulai dari mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto dalam kasus dugaan korupsi pembuatan kartu tanda penduduk elektronik yang anggarannya Rp5,9 triliun.

Kemudian mantan gubernur Sumatera Utara Gatot Pudjo Nugroho, mantan anggota DPR Anas Urbaningrum dan banyak lagi pejabat negara lainnya.

Rakyat yang hidup sehari-harinya masih harus pontang-panting mencari uang sekedarnya Rp10.000 hingga Rp50.000 harus mendengar puluhan pejabat diseret ke meja hijau karena melakukan korupsi uang negara jutaan, ratusan juta hingga miliaran rupiah. Padahal mereka sudah menikmati berbagai fasilitas yang sangat menggiurkan yang mustahil dinikmati jutaan orang awam.

Mungkinkah tindak pidana korupsi dihapuskan atau minimal ditekan hingga semaksimal mungkin agar rakyat bisa sedikit bernapas lega dalam kehidupan sehari-harinya? Lihat saja setiap hari masih begitu banyak orang miskin yang harus mengorek-ngorek tempat sampah, meminta-minta kepada siapapun juga yang diharapkan memberikan uang sekedarnya, hingga mengamen ala kadarnya agar bisa makan sehari-hari.

Karena pesta demokrasi ini sudah di depan mata maka tentu rakyat sangat mendambakan agar tidak ada lagi pejabat negara yang terpaksa harus diseret ke Pengadilan Negeri atau Pengadilan Tindak Pidana Korupsi karena disangkakan melakukan korupsi.

Berlebihankah harapan atau dambaan jutaan rakyat itu?. (Antara/Arnaz Firman).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: