Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Minyak Naik Ditopang Komentar Arab Saudi

Minyak Naik Ditopang Komentar Arab Saudi Kredit Foto: Antara/M Agung Rajasa
Warta Ekonomi, New York -

Minyak naik pada akhir perdagangan Selasa (27/2/2018) pagi WIB, mencapai tertinggi tiga minggu, didukung oleh permintaan AS yang kuat dan komentar Arab Saudi bahwa pihaknya akan terus mengekang produksi sejalan dengan upaya-upaya yang dipimpin oleh OPEC.

Patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman April meningkat 0,19 dolar AS menjadi ditutup pada 67,50 dolar AS per barel di London ICE Futures Exchange. Selama sesi berlangsung, Brent mencapai level tertinggi tiga minggu di 67,90 dolar AS.

Sementara itu, patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk penyerahan April, naik 0,36 dolar AS menjadi menetap pada 63,91 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange, setelah mencapai level tertinggi 20 hari di 64,24 dolar AS.

Kedua acuan tersebut meningkat pekan lalu - Brent naik hampir empat persen dan WTI naik sebesar tiga persen.

"Hari ini dan minggu ini akan menjadi penting untuk menjawab pertanyaan, apakah akan terjadi koreksi pasar atau apakah ini merupakan kembalinya tren kenaikan?" kata Walter Zimmerman, kepala analis teknikal di United-ICAP.

Harga-harga tersebut didukung oleh Menteri Energi Saudi Khalid al-Falih, yang mengatakan pada Sabtu (24/2) bahwa produksi minyak mentah Januari-Maret di negara tersebut akan jauh di bawah tingkat batas produksi, dengan ekspor rata-rata kurang dari tujuh juta barel per hari.

Dia mengatakan Arab Saudi berharap OPEC dan sekutu-sekutunya dapat mengurangi produksi tahun depan dan menciptakan kerangka kerja permanen untuk menstabilkan pasar minyak, setelah kesepakatan mengenai pemotongan pasokan berakhir tahun ini.

Namun demikian, kemungkinan berakhirnya pemotongan produksi, merupakan perkembangan "bearish" jangka panjang, kata Bob Yawger, direktur energi berjangka di Mizuho.

Data yang dikeluarkan minggu lalu oleh Badan Informasi Energi AS (EIA) menunjukkan penurunan tak terduga dalam persediaan minyak mentah.

"Laporan persediaan minggu lalu tidak 'bullish', tapi juga tidak 'bearish'. Dan itu membuat gairah bersemangat," kata Bill Baruch, presiden Blue Line Futures di Chicago.

"Secara historis, ini biasanya semacam jeda sementara, di mana permintaan menurun kembali, kita belum melihat itu." Permintaan di Eropa mungkin juga mendapat beberapa dukungan. Dingin yang menggigit di seluruh benua telah mendorong beberapa penyuling untuk menunda perawatan, yang dapat mendukung permintaan dan membantu mengakhiri serangan aksi ambil untung, kata para analis.

"Pandangan kami adalah permintaan akan cukup kuat, tapi kami tidak melihat adanya penarikan besar," kata analis minyak Natixis, Joel Hancock, dan menambahkan bahwa dia memperkirakan harga di kisaran 60 dolar AS sampai 70 dolar AS tahun ini.

Meski begitu, para hedge fund dan manajer uang menaikkan taruhan "bullish" mereka terhadap minyak mentah AS untuk pertama kalinya dalam empat minggu, data menunjukkan pada Jumat (23/2).

Perusahaan Minyak Nasional Libya mengatakan pada Sabtu (24/2) bahwa mereka telah menyatakan "force majeure" di ladang minyak El Feel senilai 70.000 barel per hari setelah sebuah protes oleh para penjaga menutup ladang minyak tersebut.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: