Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

CEO XL Axiata, Dian Siswarini: Belajar Bersama Milenial

CEO XL Axiata, Dian Siswarini: Belajar Bersama Milenial Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Perbedaan generasi akan selalu ada dalam sebuah organisasi, terlebih lagi dalam sebuah korporasi yang sudah matang. Kondisi ini pula yang saat ini terjadi di PT XL Axiata Tbk. Dari 1.892 karyawan yang dimiliki di 2016, sebanyak 55% adalah generasi milenial. Perbedaan generasi yang terjadi di zaman sekarang juga terasa lebih unik dengan adanya istilah “milenial” untuk menyebut Generasi Y yang lahir setelah tahun 1980 hingga akhir 1990-an. Milenial adalah generasi yang sudah “melek” perkembangan teknologi digital sehingga membuat generasi ini memiliki perilaku yang sangat berbeda dengan generasi sebelumnya.

Perbedaan perilaku itu betul-betul dirasakan oleh Presiden Direktur & Chief Executive Officer (CEO) XL Axiata, Dian Siswarini. Perempuan kelahiran Majalengka, 5 Mei 1968 ini merasa harus menyesuaikan diri sebagai pemimpin “Generasi Zaman Now” yang dapat merangkul generasi di bawahnya, meski dirinya adalah Generasi X. Itu pula yang membedakan pemimpin zaman dulu yang identik dengan seseorang yang sangat kuat sebagai pusat dari perusahaan, dan pemimpin zaman sekarang yang melakukan segala sesuatu dengan kerja sama tim.

Jadi, yang diterapkan adalah bagaimana semua pemimpin harus memiliki tim pemain. Seorang CEO tidak harus menunjukkan segala sesuatu, sebab CEO sendiri juga membutuhkan dukungan dan tim. Sebagai CEO, Dian menciptakan atmosfer keterbukaan, harapannya agar siapa pun tidak segan mengeluarkan pendapat dan ide. Dian menyukai ide yang berbeda, sebab itu akan memperkaya keputusan. “Saya suka gaya partisipatif dan bekerja bersama, meskipun secara hierarki keputusan akhir ada di CEO,” ujar Dian.

Untuk menghadapi milenial, Dian mengaku belajar dari anak sulungnya yang saat ini berusia 23 tahun dan sudah bekerja selama satu tahun. Menurutnya, milenial memiliki sudut pandang dan horizon yang berbeda. Sebagai Generasi X dan pemimpin, Dian lebih suka berpikir 3—4 tahun ke depan, tetapi milenial kebanyakan hanya berpikir 3—6 bulan ke depan. Milenial lebih kreatif, tetapi cara berpikirnya yang pendek kadang menyebabkan banyak ide tidak bisa di-follow up sampai ide itu terwujud.

Sebagai pemimpin, Dian mencoba untuk belajar dari kalangan milenial bagaimana mendapatkan ide dan kreativitas. Sementara, milenial juga diharapkan dapat belajar dengan yang lebih tua bagaimana bisa mem-follow up ide untuk mewujudkannya. Untuk itu, Dian sering menggelar acara “Meet The CEO” untuk membuka komunikasi dengan para milenial. Tidak hanya dengan para karyawan, tetapi dengan mahasiswa dan pelajar. Mereka juga sangat senang dengan kegiatan tersebut.

Kemudian, untuk memotivasi milenial, terutama bawahannya, ternyata sangat berbeda. Seperti dalam memberi apresiasi kompensasi dan benetif, memberi uang belum tentu dapat memotivasi karyawan, tetapi kebanyakan karyawan lebih senang mengunggah foto ke media sosial saat mereka menerima kompensasi. “Jadi kami merevisi kompensasi dan benefit, merevisi proses dan sebagainya,” kata Dian.

Dian Siswarini boleh dibilang sebagai perempuan CEO bidang teknologi pertama di Indonesia. Jejaknya tersebut membuktikan bahwa perempuan juga bisa berkarier di bidang telekomunikasi. Dia berharap agar milenial tidak ragu untuk berkarier di bidang yang kelihatannya berseberangan. Meskipun sebagai perempuan, lulusan Teknik Elektro ITB tahun 1991 ini memiliki karier yang menanjak dalam pekerjaan yang ditekuninya. Dian mengawali karier di perusahaan telekomunikasi berbasis satelit CSM setelah lulus kuliah.

Tiga tahun bekerja, Dian menikah dengan manajernya dan memutuskan untuk pindah ke Satelindo (saat ini Indosat), perusahaan telekomunikasi berbasis GSM. Tahun 1996, dia pindah ke XL yang saat itu baru akan membuka operasi. Sesuai dengan pendidikannya, selama di Satelindo maupun di XL Dian menduduki posisi engineer. Tugasnya mendesain jaringan dan menentukan lokasi pembangunan menara. Jadi, meskipun perempuan Dian sering memanjat menara untuk melihat dari atas bahwa area yang dipilih sudah benar. 

Saat itu, alat belum secanggih sekarang yang dapat ditentukan menggunakan simulator. Hingga tahun 2007, Dian menjadi Direktur Jaringan di XL. Sebagai seorang engineer, saat itu kariernya boleh dibilang sudah mentok. Untuk dapat lebih tinggi, ia harus pindah jalur. Tahun 2012, Dian menangani digital service untuk membangun bisnis lain di luar inti bisnis. Beberapa bisnis yang dihasilkan adalah Elevenia, digital advertising, XL tunai, dan cloud data center business.

Tidak cukup sampai di situ, Dian juga ditantang agar tidak hanya jago kandang. Pada tahun2014, ibu tiga anak ini harus rela berpisah dengan keluarga karena harus berkantor di kantor pusat Axiata Corporate Center di Malaysia untuk menduduki posisi Group Chief of Marketing & Operation Officer. Tugasnya cukup berat karena harus keliling ke tujuh wilayah operasi, dari Malaysia, Singapura, Indonesia, India, Banglades, Sri Lanka, hingga Nepal.

Dengan posisinya itu, Dian belajar mengenai perkembangan pasar yang sangat beragam antara tujuh negara tersebut. Ada negara yang teknologinya datang lebih dulu, seperti Singapura dan Malaysia; ada yang mirip dengan Indonesia, seperti Sri Lanka; dan ada pula yang ada di belakang, seperti Banglades. Di situ terlihat bahwa perkembangan telekomunikasi di berbagai negara mirip, hanya waktunya saja yang berbeda-beda.

Sampai pada akhirnya, Dian dipanggil pulang ke Indonesia dan menduduki posisi Deputi CEO, lalu pada April 2015 dipercaya menjadi CEO. Dari perjalanannya tersebut, Dian berpesan kepada milenial bahwa untuk bisa maju kadang diperlukan keluar dari zona nyaman. Selain itu, seseorang juga harus memiliki usaha, rencana, gigih, disiplin, dan terus belajar. Seseorang boleh percaya bahwa Tuhan sudah menetukan, tetapi manusia juga harus berusaha untuk mencapai impian.

“Kesempatan itu tidak datang begitu saja, harus diciptakan. Kesempatan bisa direncanakan, dan begitu kesempatan itu ada, tidak boleh disia-siakan karena mungkin kesempatan tidak datang dua kali,” tutup Dian.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: