Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tokio Marine Life Insurance Dulang Premi Lewat Digitalisasi

Tokio Marine Life Insurance Dulang Premi Lewat Digitalisasi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Di era digital saat ini, hampir semua sektor bisnis mempersiapkan diri dengan mengenalkan produk digital, tidak terkecuali industri asuransi yang mulai menunjukkan geliat ke arah teknologi digital. Tokio Marine Life Insurance Indonesia adalah salah satu perusahaan yang gencar mengembangkan asuransi digital. Sejak tahun 2015 lalu, perusahaan mulai mengembangkan pilot project saluran distribusi digital (D2C). Tahun ini, perusahaan berkomitmen mengimplementasikan saluran digital secara penuh.

Presiden Direktur Tokio Marine Life Insurance Indonesia, Tham Chee Kong, menyatakan perusahaan secara khusus mengalokasikan investasi sekitar Rp20.000.000.000 tahun ini demi meningkatkan core system IT perusahaan agar bisa terintegrasi dengan saluran digital. Lewat saluran digital, perusahaan akan menyederhanakan proses pembelian, underwriting, serta menawarkan produk yang lebih terjangkau oleh masyarakat luas. Untuk mendukung saluran digital ini, perusahaan juga telah menyiapakan 100 seat call center untuk mendukung integrasi layanan, baik secara in-bound maupun out-bond. Targetnya, menjadikan saluran digital sebagai saluran distribusi utama dalam jangka menengah.

Jika pada masa uji coba saluran digital hanya mampu menggaet 6.000 sampai 8.000 nasabah per tahun, saluran digital yang akan beroperasi penuh mulai tahun ini diharapkan mampu menggaet setidaknya 20.000 nasabah per tahun dan diharapkan terus tumbuh dua digit dalam 5 tahun ke depan. Hal ini cukup wajar, mengingat masih tersisa ruang yang besar di pasar asuransi jiwa di Indonesia. Baru sekitar 7% dari total 255 juta penduduk yang memiliki asuransi jiwa. Saluran digital dinilai bisa memperluas basis nasabah perusahaan dengan lebih cepat. “Saluran digital adalah salah satu yang tidak bisa kita abaikan begitu saja dan potensinya di Indonesia bisa dikatakan cukup besar. Saluran digital bisa membantu kami memperluas pangsa pasar untuk menggapai segmen pasar. Saat ini, saluran distribusi digital kami masih relatif lebih kecil dibanding dengan kompetitor,” ungkapnya kepada redaksi Majalah Warta Ekonomi belum lama ini.

Mengingat Tokio Marine saat ini bukan satu-satunya perusahaan asuransi yang go-digital, perusahaan memilih segmentasi yang berbeda. Saluran digital mereka salah satunya akan dimaksimalkan untuk produk-produk syariah agar bisa menjangkau populasi secara luas, yang notabene mayoritas populasi Indonesia adalah muslim. Hal ini juga sejalan dengan inisiatif pemerintah dalam memperluas literasi dan inklusi keuangan agar semakin banyak masyarakat Indonesia yang memiliki perencanaan keuangan, perlindungan asuransi, rekening bank, dan produk keuangan lainnya.

Apalagi, dengan rentang premi yang lebih terjangkau, sekitar rata-rata Rp200.000 hingga Rp250.000 per bulan, diharapkan perusahaan bisa menjadi rekan nasabah sedini mungkin. “Menurut saya, setiap perusahaan itu unik. Bagi kami yang penting infrastruktur IT yang kami jalankan sepenuhnya terintegrasi end to end dan kami menggunakan analisis data. Kami sudah memiliki platform penjualan yang sudah paperless lewat iPad (tablet platform) dan itu prosesnya bukan cuma untuk isi aplikasi dan submission, namun juga dapat mengetahui asal-usul referensi prospek yang diperoleh. Jadi, memang kami menggunakan big data analytic agar ada informasi untuk feedback ke manajemen atau legal terkait aktivitas yang sudah dijalankan serta rasio efisiensinya. Itulah fokus kami. Keunggulannya saya kira kami bukan satu-satunya, tapi yang penting bagaimana kami melakukannya dengan lebih baik.” tambah Chee Kong.

Analisis juga memungkinkan perusahaan mendapatkan informasi untuk bisa memahami nasabah secara lebih mendalam, terkait perilaku, kebutuhan, dan produk apa yang populer sehingga perusahaan bisa mendesain produk maupun saluran distribusi secara lebih efektif. Apalagi, semua informasi dalam bentuk laporan didapat secara instan sehingga waktunya semakin efisien. “Melalui digital, kami terima data Facebook, Instagram, dan sebagainya. Mereka generasi milenial lebih mudah kami gapai, mereka juga lebih mudah memberi feedback atau bahkan menyediakan data. Jadi, kami gak buang waktu untuk nawarin produk yang salah dan bisa semakin efisien,” kata Chee Kong.

Menjadi 10 Besar Pemain Asuransi Jiwa di Indonesia

Saluran digital hanya satu dari sekian produk yang selama ini menjadi sumber pendapatan perusahaan yang memiliki 12 kantor pemasaran di 10 kota ini, di antaranya di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan Bali. Distribusi lewat agensi, grup bisnis, dan bancassurance masih menjadi penopang utama pendapatan premi perusahaan. Sebagai gambaran, tahun 2017 lalu, pendapatan premi perusahaan naik sekitar 33% dari pendapatan premi tahun 2016. Dari situ, saluran agensi masih mendominasi dengan segmentasi menengah ke atas di kota besar.

Lalu, saluran grup bisnis yang dijual ke perusahaan dengan kepemilikan mayoritasnya Jepang, serta dijual langsung ke perusahaan-perusahaan Jepang yang beroperasi di Indonesia sebagaimana Tokio Marine Group membangun kepercayangan dengan nasabahnya di Jepang. Terdapat tim khusus dari Jepang yang didedikasikan menjadi semacam competitive advantage dalam melakukan penetrasi ke pasar perusahaan Jepang yang ada di Indonesia. Dari sekitar 1.000 perusahaan Jepang yang berlokasi di sekitar Jakarta, baru 100 perusahaan yang menjadi nasabah Tokio Marine. Tahun ini perusahaan juga akan memperluas saluran distribusinya ke Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK).

Di luar itu, saluran bancassurance tumbuh 15%. Mengingat karakteristik pasar bancassurance saat ini di mana bank besar (Buku IV) kebanyakan memiliki rekan ekslusif, Tokio Marine Life Insurance Indonesia memilih bank dengan skala lebih kecil (buku II atau III) yang lebih terbuka terhadap kerja sama baru. Beberapa rekan Tokio Marine Life Insurance Indonesia saat ini adalah KEB Hana, Bank of China, Bank AGRIS, dan Bank Victoria. Mereka bekerja sama karena memiliki visi yang sama: menyediakan produk keuangan yang lebih komprehensif untuk nasabahnya dan strategi fit in dengan wealth management portfolio. “Karena kami memang relatif baru, fokus kami adalah membangun distribusi multisaluran. Kami tidak bergantung dari satu saluran saja. 

Makanya, ada agensi, grup bisnis, bancassurance, dan direct to customer (D2C). Digital dengan rentang produk masing-masing saluran ini juga terus kami perluas. Tahun ini, saluran digital kami akan berjalan penuh. Kami juga terus menjajaki basis nasabah baru termasuk penjajakan dengan salah satu portal grup penyedia produk asuransi dengan salah satu anggotanya adalah petani Indonesia. Jadi, kombinasi strategi dan eksekusinya yang bagus membantu kami menumbuhkan pangsa pasar,” kata Chee Kong.

Dengan semakin meningkatnya tren pembelian langsung produk asuransi lewat saluran digital atau internet, prospek pertumbuhan ekonomi yang stabil dan kondisi pasar keuangan yang tidak begitu volatile, perusahaan menargetkan premi tahun ini bisa tumbuh 20%—40%. Dalam jangka menengah, perusahaan ingin menjadi top 10 life insurance company di Indonesia. “Ini selalu menjadi tantangan, tapi memang buat saya, menemukan talenta atau SDM yang baik itu menjadi tantangan utama, dalam arti sumbangan tenaga kerja berkualitas di industri asuransi masih sangat kurang,” tambah Chee Kong.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: