Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pembentukan Holding Migas Masih Ganjal Hati Jokowi?

Pembentukan Holding Migas Masih Ganjal Hati Jokowi? Kredit Foto: PT Geo Dipa Energi (Persero)
Warta Ekonomi, Bogor -

Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan Konsumen, Agus Pambagio menilai  pembentukan holding BUMN Migas masih mengganjal hati Presiden Joko Widodo.

Lanjutnya, menurut informasi yang didapat. Presiden Jokowi masih meragukan soal aspek hukum pembentukan holding BUMN Migas. 

"PP tersebut sudah ditandatangani oleh Presiden Jokowi tetapi masih menunggu untuk diumumkan ke publik karena masih ada permasalahan." Katanya dalam keterangan resmi yang diterima di Bogor, Jumat (9/10/2018).

Selain itu, ia menyebutkan Presiden meminta supaya masalah hukum antara Pertamina dan PGN harus diselesaikan terlebih dahulu.

Aspek lain yang juga mengganjal Jokowi menurut Agus adalah akan terjadinta potensi konfilik kepentingan dalam tubuh holding Migas itu nantinya.

Pasalnya, Pertamina yang selama ini merupakan perusahaan yang bisnis utamanya bergerak di sektor minyak masih menggantungkan 60 persen kebutuhan dalam negeri dari impor. Sedangkan gas bumi yang menjadi inti bisnis PGN, sangat banyak dimiliki oleh bumi Indonesia namun belum dimanfaatkan optimum untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. 

"Dengan penggabungan pengelolaannya di satu tempat, maka tidak akan optimum karena penambahan pemanfaatan gas bumi berarti pengurangan pemanfaatan minyak bumi, pengurangan market share dan penurunan kinerja pengelolaan minyak," katanya lagi.

Ia juga menyoroti masih adanya perbedaan konsep holding BUMN Migas dengan Konsep kelembagaan yang sedang di finalisasi dalam Revisi UU Minyak dan Gas Bumi oleh DPR akan berpotensi menimbulkan konflik. Karena dalam konsep kelembagaan dalam RUU Migas, struktur yang dibentuk jauh berbeda dengan adanya Badan Usaha Khusus (BUK) di bidang hulu minyak dan gas, hilir minyak dan hilir gas bumi. 

"Dengan pembentukan holding BUMN Migas saat ini tanpa menunggu arah dari revisi UU Migas tersebut, dapat menyebabkan inefisiensi nasional karena diperlukan penyesuaian kelembagaan yang cukup rumit," Pungkas Agus.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Vicky Fadil
Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: