Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Humas di Era Disruptif!

Oleh: Agung Laksamana, Ketua Public Affairs Forum Indonesia & Dewan Kehormatan Perhumas

Humas di Era Disruptif! Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

500 tahun sebelum masehi, Heraclitus, seorang filsuf dari Yunani pernah mengatakan: the only thing that is constant is change!.

Change (perubahan) dalam konteks ini disrupsi sedang berlangsung di mana-mana. Perubahan terjadi pada model bisnis, tren, hingga consumer habit. Disrupsi perubahan terjadi di sekeliling dan dunia bisnia kita saat ini.

Dalam sebuah pertemuan di Hong Kong, seorang chairman dari sebuah perusahaan global dalam satu kesempatan duduk bersama COO Alibaba, sebuah perusahaan global dunia. Chairman terheran dengan pesatnya Alibaba. Ia bertanya bagaimana market value Anda bisa melebihi US$300 billion?

COO Alibaba hanya tersenyum. Ia lalu mengambil handphone dari sakunya dan balik bertanya. Berapa kira kira pengguna handphone di China saat ini? Ia ceritakan bahwa di China ada sekitar 500 juta pengguna smartphone dan 250 jutanya melakukan transaksi melalui handphone ini! Nah, sekarang saya bertanya, coba tunjukan shopping mall mana yang bisa menampung 250 juta customers sekaligus? Itulah market value kami! Dan bisnis retail duniapun terimbas disrupsi!

Kenyataannya, saat ini banyak perusahaan di dunia dan bahkan di Indonesia yang tidak lagi mewajibkan karyawan untuk ke kantor. Semua bisa via mobile berbekal laptop.

Kenyataannya media berubah. Robot dan artificial intelligence sudah mampu menuliskan berita seperti di Beritagar, New York Times, dan Washington Post contohnya. Pembaca inginkan semuanya serba real time. Bloggers atau vloggers adalah jurnalis masa kini. Mereka adalah the new-era reporters. Publik berbekal kamera pada smartphone atau memiliki followers lebih dari 10.000 bisa menjadi media. Konten menjadi independen, tanpa sensor membuat informasi yang beredar menjadi tidak jelas. Mana yang kredibel? Mana yang hoax? Mana yang fakenews?

Pembaca semakin mudah terpengaruh atas agenda setting atas sebuah isu. Tidak salah jika Presiden Barack Obama pernah berkata: the new media has created a world where everything is true and nothing is true.

Kenyataannya, dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) kesempatan pun semakin terbuka, namun semakin sengit pula persaingan yang ada membuat siapa saja bisa bekerja di mana saja selama memiliki kemampuan.

Kenyataannya, cita-cita seseorang terhadap karier pun berubah! Kaum milenial di Jepang misalnya tak lagi loyal terhadap sebuah pekerjaan. Bahkan, jika diberi promosi pun mereka menolak! Begitu pula di Indonesia. Jika dulu seorang anak bercita-cita menjadi seorang astronot, dokter, insinyur, atau polisi, sekarang mereka ingin menjadi YouTuber.

Harus diakui, teknologi memberikan impresi bahwa semua bisa dilakukan secara instan. Dunia bisnis menginginkan hasil yang cepat. Akibatnya dunia bisnis, klien, termasuk tempat kita bekerja meminta segalanya secara real time. Show me the results, NOW!

Begitu pula dengan profesi humas! Semua orang bisa menjadi humas, profesi ini menjadi generalis. Banyak Head of PR atau komunikasi yang tidak memiliki latar belakang komunikasi humas! Mahasiswa komunikasi sekarang tidak hanya bersaing antarkampus, melainkan juga dengan jurusan lain. Mahasiswa komunikasi Universitas Padjajaran atau Universitas Indonesia misalnya tidak lagi bersaing dengan jurusan komunikasi namun dengan jurusan teknik, akunting, dokter, hukum dari universitas lain. Dokter, insiyur, wartawan, arsitek, atau lawyer bisa menjadi humas. Namun, sebaliknya humas tidak bisa menjadi dokter!

Ketika disrupsi terjadi dan ekspektasi serba instan, apa yang humas harus lakukan di era disrupsi ini? Charles Darwin, 160 tahun lalu, pernah berkata: it is not the strongest of the species that survives nor the most intelligent. It is the one most adaptable to change. Artinya, humas harus beradaptasi. Ada tiga cara yang setidaknya bisa kita lakukan disadur dari buku PR in the Age of Disruption.

Pertama, read (membaca). Mungkin terdengar terlalu simplistik! Namun, dalam era disrupsi ini humas harus terus membaca karena para CEO Anda terus belajar dan membaca. Warren Buffett ketika ditanya apa kunci kesuksesannya? Dia pun menunjukkan tumpukan buku di ruang kerja dan berkata ia membaca paling tidak 500 halaman setiap hari. Mark Zuckerberg pendiri Facebook adalah seorang pembaca, begitu pula Bill Gates yang membaca sekitar 50 buku per tahun atau sekitar satu buku per minggu. Sedangkan Elon Musk, yang sukses dengan Tesla dan roket Space X membaca hampir semua buku. Bahkan, dia belajar membuat roket dari buku.

Founder perusahaan saya, Bapak Sukanto Tanoto yang berumur 70 tahun, seminggu sebelum Chinese New Year tahun ini pergi ke Universitas Harvard selama seminggu. Di sana, dari jam sembilan hingga 11 malam, beliau mempelajari dan berdiskusi berbagai studi kasus seperti Tesla, Uber, Google, Amazon, Walmart. Dan umurnya 70 tahun. Beliau berkata: don't be complacent! Continuous improvement and learning.

Kedua, PR is about business. Humas bukan semata-mata media relations. Humas harus memahami seluk-beluk dan proses bisnis perusahaan atau klien. Dari produk, operasional, marketing, sales, legal, advertising. Dari upstream hingga downstream! Kenapa ini penting? Karena CEO Anda kemungkinan besar berlatar belakang finance atau operations! Bukan komunikasi! Yang mereka cari adalah outcomes bukan outputs saja!

Ketiga, kreativitas. Arsitek dunia keturunan Irak dan Inggris, Zaha Hadid adalah perancang gedung-gedung dunia! Ia berkata: dulu kita sering mendengar thinking outside the box! Namun sekarang, Zaha berkata: there is no thinking outside the box or even inside the box. There must be NO BOX! Makanya, PR harus terus berinovasi dan kreatif! Karena profesi PR sudah borderless. Di era disruptif in, humas harus beradaptasi dan berkolaborasi.

Diakui, ternyata menjadi humas itu menyenangkan sekaligus berat! Terinspirasi dari film Dilan yang ditonton lebih dari enam juta penonton itu, saya pun berkata kepada istri saya: kamu jangan jadi humas. Berat! Nanti kamu enggak kuat! Biar aku saja :)

Selamat berkarya Humas Indonesia!

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: