Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Trump Lagi-lagi Buat China Geram, Ini Sebabnya

Trump Lagi-lagi Buat China Geram, Ini Sebabnya Kredit Foto: Reuters/Jonathan Ernst
Warta Ekonomi, Washington -

Presiden Amerika Serikat Donald Trump pada Jumat (16/3/2018) menandatangani undang-undang yang mendorong Amerika Serikat untuk mengirim pejabat senior ke Taiwan bertemu rekan-rekan Taiwan dan sebaliknya.

Keputusan tersebut sontak membuat geram pihak China, yang memandang pulau yang memiliki pemerintahan sendiri terdebut sebagai pembangkang. Rancangan undang-undang, yang tidak mengikat, akan mulai berlaku pada Sabtu pagi, bahkan jika Trump tidak menandatanganinya, demikian Gedung Putih. Langkah tersebut menambah ketegangan antara kedua negara pada perdagangan, karena Trump telah memberlakukan tarif dan meminta China untuk mengurangi ketidakseimbangan perdagangannya yang besar dengan AS, bahkan saat Washington bergantung pada Beijing untuk membantu menyelesaikan ketegangan dengan Korea Utara.

Pada Jumat pagi, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Lu Kang mengulangi pernyataan bahwa Beijing menentang undang-undang tersebut dan mendesak AS mematuhi kebijakan "satu China", yang menetapkan bahwa Taiwan adalah bagian dari China, dan menghentikan pertukaran resmi dengan Taiwan.

Dalam sebuah pernyataan setelah Trump menandatangani rancangan undang-undang tersebut, kedutaan besar China mengatakan bahwa pasal-pasal undang-undang tersebut "sangat melanggar prinsip satu-China, landasan politik hubungan China-AS." "China sangat tidak puas dengan hal itu dan dengan tegas menentangnya," demikian pernyataan tersebut, menambahkan bahwa AS harus "berhenti mengejar hubungan resmi dengan Taiwan atau memperbaiki hubungan saat ini dengan Taiwan secara substantif." Kementerian Luar Negeri Taiwan mengucapkan terima kasih atas "langkah ramah" pemerintah Trump, dengan mengatakan bahwa pemerintah akan terus memperdalam kerja sama dan kemitraannya dengan AS di semua tingkat.

AS tidak memiliki hubungan formal dengan Taiwan, namun diwajibkan oleh undang-undang untuk membantunya dalam pertahanan negaranya dan menjadi sumber utama senjata di pulau itu. Douglas Paal, yang bertugas sebagai perwakilan AS untuk Taiwan dari 2002 hingga 2006, mengatakan bahwa undang-undang tersebut tidak mengubah apapun secara nyata karena tidak mengikat. Pemerintahan AS sudah memiliki wewenang untuk mengizinkan kunjungan pejabat senior Taiwan dan kunjungan pejabat senior AS serta perwira militer ke Taiwan, tuturnya.

"Mereka tidak mengizinkan perjalanan ini karena keputusan kebijakannya adalah bahwa biaya dalam hubungan dengan China akan lebih besar daripada manfaatnya dalam hubungan dengan Taiwan," pungkas Paal.

Rancangan undang-undang tersebut, yang disahkan oleh Kongres bulan lalu, mengatakan bahwa seharusnya menjadi kebijakan AS untuk mengizinkan kunjungan di semua tingkat. Pejabat tinggi Taiwan harus diizinkan memasuki AS "di bawah persyaratan yang terhormat" untuk bertemu dengan pejabat AS, sementara perwakilan ekonomi dan budaya Taiwan harus didorong untuk melakukan bisnis di AS. Permusuhan China terhadap Taiwan telah meningkat sejak terpilihnya Presiden Tsai Ing-wen, dari Partai Progresif Demokratik pro-kemerdekaan, pada 2016.

China mencurigai Tsai ingin mendorong kemerdekaan formal, yang akan melewati garis merah bagi pemimpin Partai Komunis di Beijing, meskipun Tsai telah mengatakan bahwa dia ingin mempertahankan status "quo" dan berkomitmen untuk menjamin perdamaian. Pasukan Nasionalis yang terkalahkan melarikan diri ke Taiwan pada 1949, setelah kalah terhadap pasukan Komunis pada perang sipil China. (HYS/Ant)

Baca Juga: Meningkat 21 Persen, Bandara Ngurah Rai Layani 3,5 Juta Penumpang Hingga Februari 2024

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Hafit Yudi Suprobo

Bagikan Artikel: