Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pemerintah Harus Buat Regulasi Soal Calon Kepala Daerah Berstatus Tersangka

Pemerintah Harus Buat Regulasi Soal Calon Kepala Daerah Berstatus Tersangka Kredit Foto: Antara/Dhemas Reviyanto
Warta Ekonomi, Kupang -

Pengamat politik dari Universitas Katolik Widya Mandira Kupang Mikhael Bataona mengatakan pemerintah, DPR dan KPU perlu menyiapkan regulasi baru terkait status calon kepala daerah yang berstatus tersangka.

"Dengan masih maraknya penangkapan kepala daerah oleh KPK, juga adanya kemungkinan banyak kepala daerah yang sudah resmi menjadi calon akan menjadi tersangka, maka perlu adanya regulasi baru dari pemerintah, DPR dan KPU untuk mengatur masalah ini," kata Mikhael Bataona di Kupang, Sabtu (17/3/2018).

Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan kasus hukum yang mengintai para kepala daerah dan calon kepala daerah di Indonesia saat ini dan bagaimana aturan pilkada tentang calon kepala daerah yang terjerat kasus hukum serta mencari kepala daerah yang bersih.

Menurut dia, status hukum yang disandang para calon yang sudah menjadi tersangka, misalnya, memang masih memungkinkan mereka untuk terpilih.

Ini artinya, menurut dia, di negeri ini, ada semacam kekacauan persepsi akibat belum jelasnya aturan.

"Harus diingat bahwa proses politik itu menghasilkan apa yang disebut legitimasi rakyat atau publik lewat pemilihan langsung, untuk kemudian diproses menjadi sebuah ketetapan yang legal formal atau legitimatif," katanya.

Artinya, ketika seorang tersangka KPK, misalnya, bisa terpilih oleh rakyat maka akan terjadi sebuah persoalan baru, sebab tersangka yang terpilih adalah seorang pemimpin yang mendapat legitimasi publik.

"Meskipun kemudian legitimasi dari rakyat itu tidak mendapat legalitas karena status hukumnya. Ini menurut saya menjadi sebuah dilema karena di satu sisi publik sudah memberi legitimasi tapi di sisi yang lain figur tersebut harus iklas bahwa ia tidak akan mendapat legitimasi hukum," katanya menjelaskan.

Menurut dia, perlu dipahami juga bahwa demokrasi itu alat, bukan tujuan.

Karena itu untuk mencapai model demokrasi yang ideal, perlu adanya perubahan-perubahan aturan sepanjang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas demokrasi itu.

Dengan tidak jelas dan tegasnya aturan tentang hal ini, rakyat justru dirugikan karena legitimasi yang berikan oleh rakyat justru dimentahkan oleh asas legalitas yang juga berlaku di negeri demokrasi.

"Jadi menurut saya, dengan situasi seperti ini, rakyat diperhadapkan pada dilema antara legitimasi yang mereka berikan di satu sisi, dan legalitas yang diberikan oleh negara di sisi yang lain," katanya.

Padahal, dalam negara hukum, semua bentuk legalitas juga membutuhkan legitimasi publik.

"Apabila legitimasi publik dibatalkan oleh asas legalitas negara hukum, maka perlu dicarikan solusi agar publik sejak awal jangan sampai diberi pilihan untuk harus memilih pihak-pihak yang bermasalah secara hukum," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: