Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Korsel Sukses Kelola Utang Bangun Infrastruktur, Apa Indonesia Bisa?

Korsel Sukses Kelola Utang Bangun Infrastruktur, Apa Indonesia Bisa? Kredit Foto: Boyke P. Siregar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Hampir semua negara di dunia memiliki utang sebagai salah satu instrumen utama membiayai pembangunan terutama pembangunan infrastruktur.

Peneliti Institute for Fevelopment of Economics and Finance (Indef) Rizal Taufikurahman mengungkapkan beberapa negara yang mengandalkan utang untuk membangun infrastruktur di antaranya Korea Selatan, Angola, Zimbabwe, Nigeria, Sri Lanka, Jepang, dan Cina.

Namun, utang yang menjadi penopang pembangunan infrastruktur di negara tersebut tampaknya tidak semua memberikan hasil positif. Ada beberapa negara yang justru berujung pada kegagalan alias bangkrut.

"Jadi, ada bad story dan success story. Yang bad story itu Angola, Zimbabwe, Nigeria, Pakistan, dan Sri Lanka," kata Rizal dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (21/3/2018).

Lebih lanjut diceritakan pada awal 1960-an Korea Selatan mendapat bantuan keuangan dari Amerika Serikat (AS). Bantuan atau utang tersebut digunakan secara produktif untuk membangun SDM dan industrinya.

"Bantuan keuangan ini tidak membuat Korea Selatan terjebak dalam lingkaran utang seperti yang dialami banyak negara berkembang. Korsel kini menjadi negara pengekspor peringkat delapan dunia setelah Cina, Amerika Serikat, Jerman, Jepang, Prancis, Belanda, dan Inggris. Orientasi ekonomi pada ekspor menjadi salah satu pendongkraknya," ujarnya.

Kondisi terbalik justru terjadi pada Zimbabwe. Akibat utang sebesar US$40 juta kepada Cina, akhirnya Zimbabwe harus mengikuti keinginan Cina dengan mengganti mata uangnnya menjadi Yuan sebagai imbalan penghapusan utang. Hal itu berlaku sejak 1 Januari 2016 setelah tidak mampu membayar utang jatuh tempo pada akhir Desember 2015.

Kegagalan juga disusul Nigeria di mana model pembiayaan melalui utang yang disertai perjanjian merugikan negara penerima pinjaman dalam jangka panjang. Cina mensyaratkan penggunaan bahan baku dan buruh kasar asal Cina untuk pembangunan infrastruktur di Negeria.

Untuk Sri Lanka juga sama kondisinya tidak mampu membayar utang yang akhirnya pemerintahannya melepas Pelabuhan Hambatota sebesar Rp1,1 triliun atau 70% sahamnya dijual kepada BUMN Cina.

Lalu, bagaimana dengan Indonesia? Total utang pemerintah per akhir Februari 2018 sudah mencapai Rp4.034,8 triliun atau setara dengan rasio 29,24% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Total utang tersebut sebagian besar digunakan untuk kebutuhan belanja infrastruktur.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: