Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perizinan Fintech, Beda Model Beda Regulator

Perizinan Fintech, Beda Model Beda Regulator Kredit Foto: Antara/Akbar Nugroho Gumay
Warta Ekonomi, Jakarta -

Era digital yang tumbuh begitu pesat di Indonesia mampu mengubah gaya hidup masyarakat dari penggunaan uang tunai menuju cashless society. Perubahan sistem pembayaran digital ini juga sejalan dengan langkah Bank Indonesia lewat Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) pada 2014 lalu.

Berdasarkan data bank sentral, rata-rata nilai transaksi harian pengguna uang elektronik sepanjang tahun 2017 mencapai Rp60 miliar, atau naik 120 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016 yang hanya mencapai Rp27,7 miliar. Adanya gerakan nontunai tersebut turut mendorong pelaku startup untuk masuk ke industri financial technology (fintech) di dalam negeri. 

Direktur Eksekutif Asosiasi FinTech Indonesia (Aftech) Ajisatria Suleiman mengaku banyak perusahaan yang ingin terjun ke bisnis fintech. Dengan model bisnis berbeda-beda, mereka pun ingin mengurus izin beroperasi legal di Tanah Air.

"Banyak dan model bisnis berbeda-beda. Ada yang butuh izin BI, ada yang butuh izin OJK, dan ada juga yang harus lapor Kominfo. Tergantung bisnisnya," jelas Aji di Jakarta, Jumat (23/3/2018).

Dalam pengurusan izin, Aji mengakui ada kesulitan berbeda antara regulator. OJK misalnya, terbilang lebih mudah dibanding dengan Bank Indonesia (BI). Selama ini, kata dia, OJK lebih mendahulukan perizinan dan melihat operasional perusahaan selama satu tahun berjalan. Jika dalam perjalanannya perusahaan tersebut tak baik, izinnya akan dicabut.

"Sementara di BI itu pre audit. Jadi, diaudit dulu perusahaan dan itu kan lama. Akhirnya perusahaan juga tidak bisa berjalan. Kasihan perusahaan tidak bisa berjalan selama proses audit, itu lama. Kalau di OJK jalan dulu, sekaligus diaudit dan diberi waktu misalnya satu tahun," katanya 

Beberapa perusahaan fintech yang harus mengurus izin ke BI adalah yang bergerak di bidang sistem pembayaran seperti e-money, e-wallet, dan sistem pembayaran lainnya. Semuanya itu harus melewati beberapa tahap perizinan di bank sentral.

"Memang peer to peer lending yang izinnya ke OJK lebih mudah dan sekarang sudah ada sekitar 40 mendapat izin. Mungkin BI ada pertimbangan lain seperti makro prudensial, sistem pembayaran, dan lainnya."

Ke depannya, dia berharap BI maupun OJK bisa mencarikan solusi agar perusahaan fintech ini tidak kesulitan mendapatkan perizinan.

"Harapan saya perizinan bahwa menilai layak izin atau tidak diterapkan sistem seperti OJK. Artinya, apply, beri saja dulu izin, beri waktu satu tahun apa kredibel atau tidak. Kalau tidak, cabut izin saja," tegasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: