Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Bolehkah Anak Menjadi Peserta Asuransi?

Oleh: Ila Abdulrahman, Financial Advisor

Bolehkah Anak Menjadi Peserta Asuransi? Kredit Foto: AZ Consulting
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tak ada satu peraturan ataupun undang-undang yang melarang untuk menjadikan anak sebagai peserta atau tertanggung dalam asuransi. Pertanyaannya adalah: tepatkah menjadikan anak sebagai peserta atau tertanggung dalam polis asuransi?

Kembali lagi fungsi asuransi adalah menyiapkan penggantian kehilangan akibat ketidakmampuan pencari nafkah utama menghasilkan pendapatan, biasanya diakibatkan oleh cacat tetap total ataupun terminal (meninggal). Dari definisi ini dapat diketahui siapa yang butuh asuransi setidaknya adalah mereka yang" sudah dewasa, memiliki penghasilan, dan memiliki tanggungan.

Rata-rata kategori ini adalah kepala keluarga. Faktanya, hanya 2,52% dari 257 juta penduduk Indonesia yang memiliki asuransi jiwa (OJK, Sept 2016). Kemudian berdasarkan data IARFC Indonesia diketahui bahwa sembilan dari 10 orang Indonesia salah beli asuransi. Nah lo.

Dalam asuransi ada tiga istilah yang harus dipahami, yaitu

1. tertanggung atau peserta;

2. penanggung atau pemegang polis (yang membayar premi);

3. penerima benefit atau penerima manfaat atau ahli waris.

Tertanggung bisa menjadi penanggung dan sebaliknya (orang yang sama), penanggung bisa menjadi ahli waris dan sebaliknya (orang yang sama), tetapi tertanggung tidak bisa menjadi ahli waris atau penerima benefit.

Asuransi jiwa dibuat bertujuan untuk meng-cover penghasilan pemilik dana (gaji) alias si pembayar premi asuransi tersebut dalam hal ini harusnya orang tua (bisa bapak atau bisa ibu meskipun biasanya bapak). Yang artinya, fungsi awal dari asuransi jiwa adalah bila orang tua (bapak) meninggal dunia maka anak akan mendapatkan sejumlah dana untuk melanjutkan hidupnya seperti biaya sekolah dan kuliah.

Nah, jika anak menjadi peserta asuransi maka bukan bapak atau ibu yang di-cover tetapi yang dilindungi justru pendapatan si anak. Padahal, kebanyakan anak belum memiliki penghasilan. Artinya, jika bapak atau ibu pemilik dana (yang membayar premi asuransi atau yang menjadi penanggung atau pemegang polis) ini tutup usia maka uang santunan tidak keluar. Sebaliknya jika si anak tutup usia, uang pertanggungan mungkin akan keluar, sekali lagi mungkin akan keluar, faktanya bisa jadi tidak cair atau cair hanya sekian persen.

Konsep ini banyak dijual dalam asuransi pendidikan. Namun, ada asuransi pendidikan ini yang membayar kedua-duanya, yaitu baik si anak atau si orang tua tutup usia, uang pertanggungan (UP) keluar, dengan tambahan beasiswa setiap tahun, jika orang tua yang tercantum dalam polis tutup usia. Namun kembali lagi, asuransi adalah proteksi bukan investasi sehingga jika menjadikan produk tradisional maupun unit link sebagai investasi, ataupun proteksi, keduanya tidak akan optimal, baik di hasil investasi ataupun di proteksi.

Mumpung awal tahun, momen ini tepat sekali untuk melakukan review terhadap keuangan dan rencana keuangan Anda, salah satunya dalam hal asuransi, baik benefit asuransi kesehatan, jumlah uang pertanggungan atau santunan tutup usia atau juga disebut manfaat al khairat perlu ditambah atau tidak, siapa yang dilindungi penghasilannya apakah pencari nafkah atau malah penerima nafkah.

Beberapa hal tersebut perlu di-review secara rutin agar produk keuangan yang dibeli dan dimiliki sesuai dengan yang dibutuhkan.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: