Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Begini Cara 'Lihai' ala Novanto Samarkan Uang Hasil Korupsi

Begini Cara 'Lihai' ala Novanto Samarkan Uang Hasil Korupsi Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
Warta Ekonomi, Jakarta -

Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK menyatakan bahwa upaya penyamaran uang yang dilakukan mantan Ketua DPR Setya Novanto identik dengan sistem "Hawala" atau sistem transfer informal yang banyak dipraktikkan di Timur Tengah.

"Cara penyamaran itu identik dengan pola hawala untuk penukaran uang dimana hal ini juga menegaskan uang yang diterima Made Oka Masagung adalah hasil kejahatan yang hanya bertujuan memisahkan atau menjauhkan pelakunya dari kejahatan-kejahatan yang menghasilkan dana kotor sehingga uang hasil kejahatan itu tidak teridentifikasi," kata jaksa penuntut umum KPK Wawan Yunarwanto di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis.

Uang senilai total 7,3 juta dolar AS itu diterima melalui keponakan Setya Novanto yaitu Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo dan pemilik OEM Investmen Pte.LTd dan Delta Energy Pte.Lte yang juga rekan Setnov yaitu Made Oka Masagung yang ditransfer oleh Direktur Utama PT Biomorf Lone Indonesia Johanes Marliem selaku penyedia Automated Fingerprint Identification System (AFIS) merk L1 dan Anang Sugiana Sudiharsa sebagai Direktur Utama PT Quadra Solutions sebagai anggota konsorsium PNRI sebagai pemenang pengadaan KTP-e.

"Tidak jadi soal apakah secara fisik diterima terdakwa atau tidak apalagi dari awal memang ingin menjauhkan uang dari dirinya," tambah jaksa Wawan.

Irvanto yang masih punya hubungan kekerabagan dengan Setnov dan merupakan salah satu direktur PT Murakabi Sejahtera yang berkantor di ruang milik Setya Novanto dan sebagian saham Murakabi dimiliki PT Mondialindo yang sahamnya pernah dimiliki istri Setnov yaitu Deisti Astriani Tagor dan anak Setnov Dwina Michaella dan Rheza Herwindo.

"Uang itu adalah pelaksanaan jatah 10 persen sebagaimana dibicarakan terdakwa dan Johanes Marliem dan Andi Narogong. Jika fakta dikaitkan dengan cara penerimaan 'fee' dari Mauritius terungkap metode yang tidak lazim dalam transaksi keuangan terjadi perlawanan hukum dengan rekanan bisnis yang sah dengan Irvanto untuk memasukkan uang fee yang berasal dari Johanes Marliem," jelas jaksa Wawan.

Di persidangan Irvanto menyatakan punya uang di Mauritius tapi tidak mau ditransfer karena ribet.

"Mengutip slogan pencucian uang kalau mau bersih kenapa risih menurut penuntut umum semakin memperkuat dan membuktikan pengetahuan nyata dari terdakwa dan Irvanto bahwa uang di Standard Bank Mauritius adalah dari kejahatan sehingga untuk masuk ke jakarta dilakukan dengan cara-cara yang tidak lazim," jelas jaksa.

Sedangkan "underlying transaction" hanya untuk menyamarkan penggunaan uang belaka karena tidak ada satu rupiahpun dari PT Delta Energy untuk pembelian saham justru dilarikan ke Irvanto dengan meminjam rekening Muda Ikhsan Harahap.

Dalam perkara ini, Setya Novanto dituntut 16 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan dan pembayaran uang pengganti sejumlah 7,435 juta dolar AS dan dikurangi Rp5 miliar seperti yang sudah dikembalikan Setnov subsider 3 tahun penjara.

KPK juga meminta agar hakim mencabut hak Setnov untuk menduduki jabatan publik selama 5 tahun setelah selesai menjalani masa pemindaan.

Setya Novanto akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada 13 April 2018.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: