Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Vanuatu Bantah Wilayahnya Dijadikan Basis Militer Cina

Vanuatu Bantah Wilayahnya Dijadikan Basis Militer Cina Kredit Foto: Antara/Reuters/Tyrone Siu
Warta Ekonomi, Sydney -

Ralph Regenvanu selaku Menteri Luar Negeri Vanuatu pada hari Selasa (10/4/2018) membantah laporan media bahwa China ingin membangun pos militer permanen di negara pulau Pasifik itu, dalam rangka mengurangi kekhawatiran beberapa negara regional yang prihatin tentang meningkatnya kekuatan Beijing.

Media Fairfax Australia, mengutip sumber tanpa nama, sebelumnya pada hari Selasa melaporkan bahwa diskusi awal untuk menemukan pangkalan militer lengkap di Vanuatu telah diadakan. Prospek pos militer Cina yang begitu dekat dengan Australia telah dibahas di tingkat tertinggi di Canberra dan Washington," tulis Fairfax.

Regenvanu, bagaimanapun, menolak laporan itu.

"Tidak seorang pun di Pemerintah Vanuatu pernah berbicara tentang pangkalan militer China di Vanuatu dalam bentuk apa pun," tegas Regenvanu kepada Australian Broadcasting Corp, sebagaimana dikutip dari Reuters, Selasa (10/4/2018).

“Kami adalah negara nonblok. Kami tidak tertarik dengan militerisasi, kami tidak tertarik pada pangkalan militer apa pun di negara kami,” ungkapnya.

Fairfax melaporkan bahwa kapal angkatan laut China akan berlabuh untuk diperbaiki, mengisi bahan bakar dan mengisi kembali di pelabuhan Vanuatu, dengan kesepakatan yang akhirnya mengarah ke pangkalan militer penuh.

"Kami akan melihat dengan sangat prihatin pembentukan pangkalan militer asing di negara-negara pulau Pasifik dan tetangga kami," tutur Perdana Menteri Australia Malcolm Turnbull kepada wartawan di Brisbane.

Vanuatu, sekitar 2.000 km (1.200 mil) timur Australia utara, adalah rumah bagi pangkalan Angkatan Laut AS selama Perang Dunia II yang membantu memukul mundur tentara Jepang saat melaju melalui Pasifik menuju Australia.

Setiap pangkalan angkatan laut atau udara di Vanuatu akan "memberi pijakan bagi operasi China untuk memaksa Australia, mengungguli AS dan basisnya di wilayah AS di Guam, dan mengumpulkan intelijen dalam krisis keamanan regional," Rory Medcalf, kepala Keamanan Nasional Perguruan tinggi di Australian National University, mengatakan dalam sebuah laporan untuk Lowy Institute di Sydney.

Cina membuka pangkalan militer luar negerinya yang pertama pada Agustus 2017 di Djibouti di ujung  Afrika. Beijing menggambarkannya sebagai fasilitas logistik. Namun, posisi Djibouti di tepi barat laut Samudra Hindia telah memicu kekhawatiran di India bahwa itu akan menjadi salah satu "alunan mutiara" aliansi militer Cina dan aset yang akan merongrong kekuatan India, termasuk Bangladesh, Myanmar, dan Sri Lanka.

Cina juga menjadi semakin aktif di Pasifik Selatan, melakukan beberapa proyek infrastruktur dan memberikan bantuan dan pendanaan bagi negara-negara pulau kecil yang sedang berkembang di kawasan itu. Upaya tersebut telah memicu kekhawatiran bahwa pengaruh lama Australia di kawasan itu sedang terkikis. Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop sebelumnya mengakui tingginya minat orang Cina di Pasifik.

"Ini adalah fakta bahwa China sedang terlibat dalam kegiatan investasi infrastruktur di seluruh dunia," tutur Bishop kepada radio Australian Broadcasting Corporation.

"Saya tetap yakin bahwa Australia adalah mitra strategis pilihan Vanuatu," pungkasnya.

Cina juga menghadapi kritik atas kegiatannya di Laut Cina Selatan yang disengketakan, di mana telah membangun pulau buatan di terumbu karang, beberapa dengan pelabuhan dan juga landasan udara.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo

Bagikan Artikel: