Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kekhawatiran Rudal, Minyak AS Sentuh Angka Tertinggi

Kekhawatiran Rudal, Minyak AS Sentuh Angka Tertinggi Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Warta Ekonomi, New York -

Harga minyak melonjak pada akhir perdagangan Kamis (12/4/2018) pagi WIB, mencapai tingkat tertinggi mereka dalam lebih dari tiga tahun, setelah Arab Saudi mengatakan bahwa pihaknya mencegat rudal di atas Riyadh dan Presiden AS Donald Trump memperingatkan Rusia akan tindakan militer segera di Suriah.

Baik patokan minyak mentah AS maupun patokan global Brent diperdagangkan pada level tertinggi sejak 2014, karena kekhawatiran geopolitik membayangi kejutan peningkatan dalam persediaan minyak mentah AS.

"Sebuah laporan persediaan 'bearish' dengan cepat dinetralisir karena kata-kata rudal yang dicegat di atas Riyadh, yang hanya menambah lonjakan ketegangan geopolitik baru-baru ini," kata Anthony Headrick, analis pasar energi dan broker komoditas berjangka di CHS Hedging LLC.

Harga-harga mulai reli karena Trump mengancam akan menembakkan rudal ke Suriah. Washington dan sekutunya telah mempertimbangkan serangan udara menyusul dugaan serangan gas beracun akhir pekan lalu.

Minyak naik lebih lanjut, setelah penyiar Al Arabiya mengatakan pasukan pertahanan udara Arab Saudi mencegat rudal di atas ibukota Riyadh.

Patokan global, minyak mentah Brent untuk pengiriman Juni bertambah 1,02 dolar AS menjadi ditutup pada 72,06 dolar per barel, setelah menyentuh tingkat tertinggi 73,09 dolar AS di London ICE Futures Exchange.

Sementara itu, patokan AS, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Mei, naik 1,31 dolar AS menjadi menetap di 66,82 dolar AS per barel, setelah diperdagangkan setinggi 67,45 dolar AS di New York Mercantile Exchange.

Beberapa maskapai besar merutekan ulang penerbangan setelah badan kontrol lalu lintas udara Eropa mendesak agar pesawat-pesawat yang terbang di Mediterania timur untuk berhati-hati, karena kemungkinan serangan udara pada Suriah.

Trump telah mengkritik Moskow karena mendukung Presiden Suriah Bashar al-Assad.

"Rusia berjanji akan menembak jatuh semua rudal ditembakkan ke Suriah. Bersiaplah Rusia, karena mereka akan datang, baik dan baru dan pintar," tulisnya dalam sebuah posting di Twitter.

Suriah bukan produsen minyak yang signifikan, tetapi tanda-tanda konflik di kawasan itu memicu kekhawatiran tentang aliran minyak mentah di Timur Tengah yang lebih luas. Laporan rudal di Riyadh memperburuk kekhawatiran tersebut, di atas kekhawatiran yang ada, Amerika Serikat dapat memperbarui sanksi-sanksi terhadap Iran.

Kepala riset komoditas Commerzbank, Eugen Weinberg, mengatakan fundamental pasar minyak "tidak membenarkan harga saat ini, tapi sayangnya pasar lebih fokus pada politik dan mengabaikan beberapa tanda peringatan, terutama kenaikan dalam produksi minyak AS." Menteri Energi Arab Saudi Khalid al-Falih mengatakan negaranya tidak akan membiarkan kelebihan pasokan muncul kembali, menyiratkan bahwa pemimpin de-facto Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) itu akan terus menahan pasokan.

Tidak semua indikator pasar minyak menunjukkan harga akan terus menguat, kata para analis.

Persediaan minyak mentah AS naik 3,3 juta barel dalam pekan yang berakhir 6 April, menurut Badan Informasi Energi AS (EIA). Kenaikan besar itu mengejutkan, setelah para analis memperkirakan penurunan 189.000 barel.

Terlepas dari lonjakan harga minyak setelah roket di atas Riyadh, pasar tetap fokus pada fundamental, kata Abhishek Kumar, analis energi senior di Interfax Energy's Global Gas Analytics di London.

"Para pelaku pasar akan memantau dengan seksama profil produksi minyak di AS, yang juga diperkirakan memiliki dampak material pada hasil pertemuan OPEC mendatang pada Juni," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: