Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menyelaraskan Industri 4.0 dengan Pembangunan SDM

Menyelaraskan Industri 4.0 dengan Pembangunan SDM Kredit Foto: Antara/Risky Andrianto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Konsep mempersiapkan Republik Indonesia dalam menghadapi revolusi industri 4.0 yang sangat bergantung kepada digitalisasi perlu diselaraskan dengan fokus pembangunan SDM dan infrastruktur yang selama ini dilakukan pemerintah.

Ketua DPR Bambang Soesatyo dalam sejumlah kesempatan menegaskan revolusi industri 4.0 adalah keniscayaan yang tak bisa dielakkan. Untuk itu, ujar Bambang, segenap elemen Republik Indonesia harus siap karena bila tidak berpotensi maka akan tenggelam dalam bayang-bayang bangsa lain.

Ketua DPR mengemukakan pihaknya telah siap menyambut revolusi industri 4.0 antara lain dengan menggodok RUU Kewirausahaan Nasional bersama-sama pemerintah. Menurut dia, DPR sedang menggodok aturan agar bisnis rintisan bisa diberikan keringanan sehingga tidak perlu membayar pajak di awal beberapa tahun usahanya.

Hal tersebut, lanjutnya, dinilai bakal bermanfaat antara lain guna merangsang lahirnya berbagai kreativitas bisnis rintisan nasional.

Peneliti Center for Indonesian Policy Stuides (CIPS) Imelda Freddy menyatakan, dalam rangka menghadapi revolusi industri 4.0, pemerintah perlu meningkatkan kapasitas pekerja Indonesia. Menurut Imelda, pada dasarnya industri 4.0 memperkenalkan era smart factories di mana mekanisme robot atau sistem fisik siber akan mengawasi proses fisik yang terjadi di dalam pabrik.

Sistem itu, ujar dia, memiliki kemampuan untuk membuat keputusan sendiri sehingga dengan adanya perubahan tren industri seperti ini muncul kekhawatiran kalau peluang pekerjaan akan berkurang karena diambil alih robot dan mesin. Ia menjelaskan peningkatan kapasitas bisa dilakukan lewat pelatihan, kursus, dan sertifikasi. Para pelaku industri harus ikut serta dalam upaya ini karena peningkatan kapasitas pekerja akan berdampak positif terhadap industri itu sendiri.

Menurut Imelda, penguasaan teknologi, teknologi digital, dan bahasa asing menjadi hal-hal yang mulai harus diperhatikan dan dilakukan para pekerja. Seiring dengan globalisasi, lanjutnya, penerapan teknologi dan penggunaan bahasa akan lebih cenderung mengikuti dunia internasional.

Pembentukan Kinas

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan pembentukan Komite Industri Nasional (Kinas) bertujuan untuk memfasilitasi percepatan pengembangan revolusi industri 4.0. Menko Perekonomian menjelaskan pihaknya ingin membangun komunikasi yang berkelanjutan dalam kaitannya dengan revolusi industri keempat.

Karena itu, pemerintah telah membentuk Kinas untuk mendorong penyelarasan lintaskementerian dan lembaga maupun pemangku kepentingan agar sektor industri mendapatkan manfaat dari era kecanggihan teknologi 4.0.

Sementara itu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Asman Abnur mengatakan pemerintah berupaya mempersiapkan aparatur sipil negara kompeten dalam menyongsong era revolusi industri generasi keempat (industri 4.0) yang ditandai dengan dominannya peran mesin dan otomatisasi. Saat ini Indonesia dan dunia sedang menghadapi perubahan yang cepat di era industri 4.0 yang dicirikan dengan dominannya peran mesin dan otomatisasi.

Menpan mengatakan jumlah ASN saat ini mencapai 4,3 juta lebih dengan komposisi terbanyak selain guru dan tenaga kesehatan adalah jabatan pelaksana yang bersifat administratif, yaitu sebesar 1,6 juta atau sekitar 26 persen.

Sebelumnya, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto meminta masyarakat tidak perlu khawatir menghadapi revolusi industri 4.0 karena justru memberi kesempatan untuk Indonesia berinovasi. Dengan adanya revolusi industri 4.0 ini, menurut Airlangga, industri dinilai bakal kembali menjadi mainstream atau arus utama di dalam pembangunan nasional.

Airlangga menambahkan revolusi industri 4.0 seharusnya lebih mudah dihadapi Indonesia yang telah menghadapi revolusi industri 3.0 di mana otomatisasi dan robotik telah banyak dilakukan. Pembangunan infrastruktur pemerintah juga dinilai perlu mendanai pembangunan infrastruktur yang tepat untuk mendukung visi Presiden Joko Widodo dalam rangka menghadapi industri 4.0 yang dinilai akan sangat bergantung kepada pola ekonomi digital.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan berbagai kajian memang menunjukkan pembangunan infrastruktur berkorelasi positif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Enny mengemukakan pembangunan infrastruktur memang tidak mungkin dilakukan dengan instan karena negara seperti China saja juga memulai besar-besaran pembangunan infrastruktur nisbi sejak tahun 1970-an. Namun, ujar dia, hal terpenting adalah respons yang diterima secara berkala, apakah itu dalam jangka waktu lima tahun atau puluhan tahun, terkait dengan pembangunan infrastruktur secara masal tersebut.

Pembangunan infrastruktur, lanjutnya, harus menimbulkan keyakinan dari pengusaha. Menurut dia, hingga kini masih banyak ditemui keluhan pengusaha yang mengaku tidak bisa jualan, terutama di iklim perekonomian yang dinilai liberal.

Perekonomian Jasa

Satu faktor yang perlu dilihat pula adalah sektor jasa pada saat ini dinilai mulai mendominasi kondisi perekonomian nasional sehingga merupakan hal yang bagus karena negara-negara maju pada saat ini juga didominasi sektor jasa.

Direktur Strategi dan Portofolio Utang Kementerian Keuangan Schneider Siahaan mengatakan sektor jasa saat ini sudah dominan dan ini berarti sudah mengarah ke hal yang lebih bagus. Menurut Schneider Siahaan, saat ini strategi yang dirumuskan dalam sejumlah langkah pemerintah sudah benar, seperti pengalokasian anggaran yaitu 20 persen untuk sektor pendidikan serta lima persen untuk sektor kesehatan.

Ia juga mengingatkan bahwa untuk sektor jasa, salah satu hal penting untuk dibenahi adalah SDM. Selain itu, ujar dia, Indonesia sudah memiliki peringkat yang bagus seperti kenaikan dalam investment grade di tingkat internasional.

Terkait dengan kondisi perekonomian regional, saat ini negara-negara anggota ASEAN berupaya untuk memperkuat kerja sama dengan negara mitra untuk sektor perdagangan di bidang barang, jasa, investasi dan peningkatan kapasitas, khususnya pada saat memasuki integrasi ekonomi pada 2016-2025.

Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan Iman Pambagyo menekankan perlunya suatu mekanisme untuk mengukur implementasi inisiatif peningkatan kapasitas dalam skema Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ASEAN-China Free Trade Area/ACFTA).

Hal tersebut disampaikan Iman pada pertemuan para Pejabat Ekonomi Senior ASEAN (Senior Economic Officials Meeting/SEOM) 2018, saat melakukan konsultasi dengan Pejabat Ekonomi Senior Republik Rakyat China, beberapa waktu lalu.

Memasuki integrasi ekonomi periode 2016-2025, pertemuan dengan negara anggota ASEAN semakin intensif. Hal tersebut dilakukan guna menuntaskan berbagai agenda kerja sama integrasi baik dalam lingkup internal ASEAN maupun dengan eksternal.

Dengan mempersiapkan persiapan menghadapi revolusi industri 4.0 maka Indonesia juga akan lebih siap dalam menghadapi beragam tantangan baik di domestik maupun mancanegara.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: