Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menyalahi Hukum, Kawasan Berikat Nusantara Gugat PT KCN

Menyalahi Hukum, Kawasan Berikat Nusantara Gugat PT KCN Kredit Foto: PT KBN
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tim Penasihat Hukum PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) mempertanyakan status segel PT Karya Citra Nusantara (KCN). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyegel pintu gerbang KCN di Marunda, Jakarta Utara pada 2015 karena menyalahi izin bangunan. Tetapi, kini papan segel tersebut hilang dan diganti pintu gerbang baru bertuliskan Terminal Umum KCN. 

Anggota Penasihat Hukum PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) Hendra Gunawan menyatakan saat ini terminal KCN dalam status disegel, tetapi Perjanjian Konsesi selama 70 tahun malah ditandatangani oleh KCN dan KSOP V Marunda. Hal ini terlihat janggal. 

Untuk itu, PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero) atau PT KBN ini menggugat PT KCN dengan perkara perbuatan melawan hukum. Objek gugatan adalah Perjanjian Konsesi selama 70 tahun yang ditandatangani oleh Direktur Utama PT KCN dengan Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) V Marunda Nomor HK.107/1/9/KSOP.Mrd-16 Nomor: 001/KCN-KSOP/Konsesi/XI/2016 yang terbit pada 29 November 2016 tentang Pengusahaan Kepelabuhanan Terminal Umum KCN.

Perkara tersebut terdaftar di Pengadilan Negeri Jakarta Utara dengan Nomor 70/Pdt.G/2018/PN.Jkt.Utr. tanggal 01 Februari 2018 dengan Tergugat I PT Karya Citra Nusantara, Tergugat II Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) V Marunda, dan Turut Tergugat PT Karya Teknik Utama (KTU). Pekan ini, persidangan sudah masuk agenda replik atau tanggapan dari pihak Penasihat Hukum PT KBN.

Dalam gugatannya, PT KBN menuntut agar Perjanjian Konsesi selama 70 tahun antara PT KCN dengan Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) V Marunda dibatalkan.

"Perjanjian Konsesi tersebut terbit tanpa ada persetujuan dari PT KBN selaku pemegang saham dan pemilik lahan. PT KBN tidak memberikan persetujuan Perjanjian Konsesi karena PT KBN belum mendapat persetujuan Menteri BUMN dan Gubernur DKI Jakarta selaku pemegang saham PT KBN. Lahan itu mencakup bibir pantai sepanjang lebih kurang 1.700 meter dari Muara Cakung Draine sampai dengan Sungai Blencong sesuai dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 11 Tahun 1992 tentang Penunjukan dan Penetapan Wilayah Usaha Perusahaan Perseroan (Persero) PT Kawasan Berikat Nusantara," tuturnya di Jakarta, Rabu (18/4/2018).

Ia menambahkan bahwa seharusnya digelar Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Karya Citra Nusantara dengan agenda persetujuan Perjanjian Konsesi.

"Nyatanya, sejak tahun 2015 hingga saat ini RUPS tahunan tidak dilaksanakan dan RKAP 2016, 2017, dan 2018 tidak pernah dibuat, sebagaimana dinyatakan dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas dan Anggaran Dasar Perusahaan," kata dia.

Hendra Gunawan menuturkan, ada surat PT Karya Citra Nusantara tentang permohonan persetujuan pemegang saham kepada PT KBN pada 15 Juni 2016. Kemudian PT KBN menjawab permohonan itu pada 29 Juni 2016 yang isinya menyatakan KBN tidak dapat memberikan persetujuan sebelum ada persetujuan dari Menteri BUMN dan Pemprov DKI Jakarta selaku pemegang saham PT KBN.

Kemudian pada 11 Juli 2016, kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Kelas V Marunda mengirimkan surat kepada PT KCN dan ditembuskan ke PT KBN yang isinya permintaan surat kesediaan penyerahan lahan untuk dilaksanakan Perjanjian Konsesi. Surat tersebut dijawab oleh PT KBN pada 14 Juli 2016 yang isinya menolak permintaan KSOP Kelas V Marunda dikarenakan harus ada persetujuan terlebih dahulu dari Menteri BUMN dan Pemprov DKI Jakarta selaku pemegang saham PT KBN.

Selain itu, dijelaskan pula bahwa penunjukan dan penetapan wilayah usaha PT KBN ditetapkan melalui Keppres No. 11 Tahun 1992, di mana pada diktum keempat dinyatakan, "setiap perubahan dan perluasan wilayah PT KBN harus ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres)".

"Meski KBN sudah melayangkan surat penolakan, mereka tetap melaksanakan Perjanjian Konsesi. Di sinilah perbuatan melawan hukum yang kami gugat," tambah Hendra Gunawan.

Akibat dari Perjanjian Konsesi itu adalah timbulnya potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp55,8 triliun serta lepasnya lahan Pier 1, Pier 2, dan Pier 3 kepada pihak swasta. Potensi kerugian tersebut berdasarkan hasil penilaian Kantor Jasa Penilai Publik Immanuel, Jhonny, dan Rekan.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: