Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Gapki: Permintaan Minyak Sawit Masih Tinggi

Gapki: Permintaan Minyak Sawit Masih Tinggi Kredit Foto: Antara/Syifa Yulinnas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Joko Supriyono mengatakan Indonesia harus bisa memanfatkan potensi permintaan global 5 juta minyak nabati per tahun hingga 2025 untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di Indonesia.

Menurut Joko, peluang pertumbuhan permintaan tersebut bisa direalisasikan dengan mengamankan, menjaga dan mengembangkan pasar.

"Selain dukungan pemerintah, perlu kerja keras semua pemangku kepentingan untuk memanfaatkan momentum tersebut." katanya dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta, Sabtu (21/4/2018).

Lanjutnya, sejumlah persoalan seperti rendahnya produksi CPO, iklim berusaha yang tidak kondusif serta pasar yang tidak ramah masih terus membayangi.

Menurut Joko, secara nasional, produktivitas sawit di Indonesia belum maksimal. Mengutip data Masyarakat Sawit Indonesia (Maksi) menunjukkan produktivitas nasional sawit Indonesia berada pada peringkat ke-4 di bawah Malaysia, Kolombia dan Thailand.

 “Indonesia hanya lebih baik dari Nigeria. Bahkan production cost US$/ton CPO perusahaan Indonesia yang terbaik masih kalah dengan perusahan Malaysia yang terjelek,” kata Joko.

Faktor lain yang dihadapi Indonesia adalah tingginya biaya akibat berbagai hal seperti infrastruktur, perizinan, biaya social dan keamanan. Hal itu sulit dihindari namun juga sulit dipecahkan.

"Hal inilah yang mungkin dikeluhkan Presiden Jokowi." katanya lagi.

Padahal, tambahnya, berbagai regulasi dan perizinan yang sudah diperbaiki, namun investasi tidak juga berjalan dengan cepat.

“Persoalan ini, terutama terjadi di Pemerintah Daerah. Kita sudah comply dengan perizinan tapi masih disalahkan. Kita sudah memenuhi semua persyaratan sesuai prosedur, tapi izin tidak kunjung terbit,” kata Joko.

Pasar yang tidak ramah juga masih akan membayangi industri sawit kedepan. Bahkan, pada tahun 2017, India yang merupakan pasar ekspor terbesar Indonesia memberlakukan hambatan tarif yang cukup besar. 

Begitu juga dengan pasar Eropa sebagai market share yang cukup besar dari waktu ke waktu selalu memunculkan berbagai hambatan perdagangan baik yang bersifat tarif maupun nontarif.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Vicky Fadil
Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: