Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mencari Solusi untuk Masa Depan Bank Muamalat

Mencari Solusi untuk Masa Depan Bank Muamalat Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Beberapa waktu lalu Bank Muamalat yang merupakan bank syariah tertua di Indonesia diterpa oleh isu kekurangan modal dan ingin mencari investor baru.

Calon investor sempat bermunculan, salah satunya adalah PT Minna Padi Investama Tbk yang sempat sepakat untuk menjadi pembeli siaga hak memesan efek terlebih dahulu (right issue). Meski demikian, penyuntikan modal tersebut belum berjalan dengan mulus dan hingga saat ini proses pencairan investor baru di bank yang berdiri sejak November 1991 terus berlangsung.

Upaya lain untuk mencari modal bagi Bank Muamalat sempat dilakukan oleh Ustaz Yusuf Mansur yang merangkul jamaah dan umat untuk membuka rekening tabungan secara beramai-ramai di bank syariah tersebut. Perusahaan finansial berbasis teknologi milik Yusuf, yaitu Paytren, juga disinyalir siap bekerja sama dengan Bank Muamalat untuk menambah dana pihak ketiga (DPK).

Melihat kondisi yang ada, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai Bank Muamalat tidak mengalami persoalan likuiditas yang mengkhawatirkan, tetapi membutuhkan investor yang bisa menyuntikkan modal untuk ekspansi usaha.

"Bank Muamalat basisnya mempunyai likuiditas bagus, hanya membutuhkan tambahan modal untuk beroperasi ke depan," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso di Jakarta, belum lama ini.

Wimboh mengatakan penguatan permodalan sangat dibutuhkan karena sebagai pionir bank syariah di Indonesia sangat wajar apabila Bank Muamalat memutuskan untuk tumbuh dan berkembang lebih optimal.

Saat ini komposisi pemilik modal Bank Muamalat terdiri atas Bank Pembangunan Islam (IDB) sebesar 32,74 persen; Grup Boubyan Bank-Kuwait 30,45 persen; Grup Sedco 24,23 persen; perseorangan dalam negeri 12,58 persen; dan perseorangan mancanegara 6,23 persen. Namun, IDB memutuskan tidak lagi menambah modal di Bank Muamalat karena terdapat peraturan internal yang membatasi kepemilikan modal hanya sebesar 20 persen.

Demikian pula, Boubyan Bank-Kuwait dan Sedco Holdings yang memutuskan untuk melakukan konsolidasi atas kepemilikan saham di Bank Muamalat.

"Dengan kondisi ini, perkembangan Bank Muamalat stagnan karena ekspansi membutuhkan penambahan modal," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana.

Untuk itu, Heru mengharapkan adanya calon investor yang serius untuk menanamkan modal ke Bank Muamalat agar industri keuangan syariah di Indonesia dapat tumbuh berkembang lebih baik.

Tanggapan Legislator

Anggota Komisi XI DPR RI Mukhamad Misbakhun mengingatkan agar Bank Muamalat tidak selalu disudutkan dengan kabar-kabar tanpa berbasis fakta dan data. Hal ini supaya bank syariah pertama di Indonesia tersebut dapat maju dan berkembang. Ia menambahkan bahwa secara fundamental bank syariah ini mempunyai pendanaan yang cukup kuat sehingga bisa berkembang maju dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional.

Kontribusi yang bisa diberikan oleh bank yang saat ini memiliki 325 kantor layanan, termasuk satu kantor cabang di Malaysia, antara lain dorongan di sektor riil, penyaluran kredit, maupun mekanisme pembiayaan syariah. Untuk itu, politikus Partai Golkar ini mengingatkan OJK untuk benar-benar mencermati calon investor yang hendak berinvestasi di Bank Muamalat agar jangan sampai calon investor itu terlibat hanya atas dasar fanatisme tanpa memiliki pengalaman.

Anggota Komisi XI DPR RI Hendrawan Supratikno juga meminta OJK segera memberikan pendampingan agar Bank Muamalat bisa mendapatkan investor baru dalam waktu singkat. Menurut dia, intervensi yang dilakukan oleh otoritas pengawasan sangat penting karena keragu-raguan tidak bisa mengatasi persoalan permodalan bank, padahal waktu sangat mendesak.

"Kalau intervensi berjalan lambat, cost yang harus kita bayarkan lebih besar," kata politikus PDI Perjuangan ini.

Hendrawan ikut mempertanyakan keputusan pemegang saham yang ragu-ragu dalam menyalurkan modal tambahan. Ada kemungkinan kondisi tersebut disebabkan internal bank yang tidak terlalu baik pada saat ini. Indikator kesehatan Bank Muamalat kurang baik jika dilihat dari standar industri karena kredit bermasalah (NPF) hingga triwulan III 2017 berada pada kisaran 4,5 persen.

Meski demikian, rasio kecukupan modal (CAR) bank syariah ini meningkat dari 12,74 persen pada tahun 2016 menjadi 13,62 persen pada tahun 2017.

Pencarian Investor Baru

Menanggapi masukan yang ada, Direktur Utama Bank Muamalat Achmad Kusna Permana mengatakan banyak investor dari dalam maupun luar negeri yang berminat untuk menambah penguatan modal dan membantu ekspansi usaha di Bank Muamalat. Beberapa investor tersebut, antara lain berasal dari Malaysia, Hong Kong, dan Timur Tengah.

Banyaknya calon investor tersebut memperlihatkan potensi besar dari Bank Muamalat yang saat ini merupakan salah satu ujung tombak industri keuangan syariah di Indonesia. Ia mengakui penguatan modal menjadi isu utama di Bank Muamalat dan tambahan dana dari calon investor sangat dibutuhkan, tidak hanya dari swasta, tetapi juga dari pemerintah apabila memungkinkan.

Menurut Achmad, Bank Muamalat setidaknya membutuhkan dana segar sekitar Rp4,5 triliun untuk mengatasi persoalan kredit bermasalah (NPF) dan ekspansi bisnis. Ia optimistis hal tersebut dapat terwujud karena Bank Muamalat mempunyai keunikan dalam segmen pembiayaan syariah maupun nasabah yang selama ini telah terkenal loyal.

"Bank Muamalat punya pasar yang loyal dan segmen secara emosional. Hal itu terlihat ketika jemaah sempat ramai-ramai memberikan dukungan dengan membuka akun rekening dan melakukan penggalangan dana," katanya.

Meski kelanjutan dari kabar investor baru masih belum jelas, secercah harapan mulai muncul agar Bank Muamalat dapat makin berkibar dan memberikan kontribusi terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: