Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Waspada! Hacker bisa 'Muntahkan' Uang saat Kita Merasa Aman

Waspada! Hacker bisa 'Muntahkan' Uang saat Kita Merasa Aman Kredit Foto: Cahyo Prayogo
Warta Ekonomi, Jakarta -

Konsumen merasa yakin mereka aman saat online, tetapi para hacker justru telah membuktikan sebaliknya dengan mencuri uang sebesar US$172 miliar dari 978 juta konsumen di 20 negara pada tahun lalu. Demikian menurut laporan Norton Cyber Security Insights 2017 yang dirilis Kamis (26/4/2018) oleh Norton by Symantec.

"Tindakan konsumen mengungkapkan suatu kejanggalan yang berbahaya meskipun terjadi gelombang rentetan kejahatan siber yang stabil yang dilaporkan oleh media, terlalu banyak orang tampaknya merasa kebal dan tidak mengambil tindakan pencegahan dasar untuk melindungi diri mereka sendiri," ujar Chee Choon Hong, Director Asia Consumer Business Symantec dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (26/4/2018).

Menurut Chee, kejanggalan ini menyoroti kebutuhan akan keamanan digital konsumen dan pentingnya konsumen untuk mengerti dasar-dasar keamanan guna mencegah kejahatan siber.

"Secara global, korban kejahatan siber memiliki profil yang sama. Mereka konsumen yang sehari-hari menggunakan banyak perangkat baik di rumah maupun di perjalanan, tetapi tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang dasar-dasar keamanan siber," imbuhnya.

Dikatakan olehnya, para korban ini cenderung menggunakan kata sandi yang sama untuk beberapa akun atau membagikan kata sandi itu dengan orang lain.

"Selain itu, 39% korban dari kejahatan siber global meskipun pernah menjadi korban, merasa percaya diri akan kemampuan mereka untuk melindungi data dan informasi pribadi mereka dari serangan lain di masa depan dan 33% percaya bahwa mereka memiliki risiko yang kecil untuk menjadi korban kejahatan siber," lanjutnya.

Lebih jauh Chee menuturkan, konsumen saat merasa aman, mereka lebih rentan terhadap serangan karena mereka melindungi banyak perangkat dan layanan yang lebih baru. Sebanyak 9% masyarakat Indonesia yang disurvei  menjadi korban kejahatan siber memiliki perangkat pintar untuk mengakses konten daring/streaming, dibandingkan dengan sekitar 91% yang bukan merupakan korban.

"Mereka juga tiga kali lebih mungkin untuk memiliki perangkat rumah yang terhubung," ungkapnya.

Sebagai informasi, laporan Internet Security Threat Reports (ISTR) ke-23 baru-baru ini menyebutkan bahwa profitabilitas ransomware pada 2016 menjadikannya pasar yang menarik dengan permintaan tebusan yang terlalu mahal. Namun pada 2017, "pasar" ransomware melakukan perubahan dengan lebih sedikit jenis ransomware dan permintaan tebusan yang lebih rendah.

Sementara itu, ancaman di ranah mobile terus bertumbuh dari tahun ke tahun. Tahun lalu, rata-rata 24.000 aplikasi mobile berbahaya diblokir setiap hari.

Di Indonesia sendiri, 78% dari 1.336 konsumen yang disurvei mengatakan bahwa mereka adalah korban dari kejahatan siber dengan kerugian total mencapai US$35 ribu. Setiap korban dalam survei tersebut kehilangan rata-rata waktu sebesar 34 jam untuk menangani akibat dari kejahatan tersebut. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Dina Kusumaningrum
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: