Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hipmi: Rupiah Melemah Pengaruhi Kebutuhan Pangan Masyarakat

Hipmi: Rupiah Melemah Pengaruhi Kebutuhan Pangan Masyarakat Kredit Foto: Antara/Hafidz Mubarak A
Warta Ekonomi, Pontianak -

Ketua Umum BPD Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Kalbar Denia Yuniarti Abdussamad mengatakan melemahnya nilai mata uang rupiah terhadap dolar AS akan memengaruhi kebutuhan pangan masyarakat, terutama yang menggunakan bahan baku impor.

"Pengaruh rupiah sebenarnya luas dan contoh satu di antaranya akan berpengaruh pada kebutuhan pangan. Kebutuhan pangan masyarakat itu yang sangat terasa, terutama yang berbahan baku impor. Harganya tentu akan naik," ujarnya di Pontianak, Jumat (27/4/2018).

Selain itu, dengan mengguatnya dolar AS terhadap rupiah yang hampir mendekati Rp14 ribu per dolar, tentu juga akan memperlemah daya saing produk Indonesia, baik domestik maupun ekspor.

Hal itu, katanya lagi, disebabkan karena beberapa sektor industri sangat bergantung pada impor bahan baku dan barang modal.

Saat dolar mahal, lanjut dia, biaya produksi akan naik. Hal ini berdampak pada harga barang menjadi lebih mahal. Sementara itu, tambahnya konsumsi domestik masih stagnan yang akan berpengaruh pada profit pengusaha yang makin rendah.

Pada sisi lain, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tidak berlaku untuk seluruh sektor dunia usaha. Dalam hal ini, perusahaan yang masih didominasi barang impor, tentu akan tertekan.

"Ekspornya lebih rendah, itu yang menjadi kendala. Di sisi lain berdampak pada utang swasta, khususnya bagi perusahaan-perusahaan yang belum melakukan lindung nilai. Nah, itu pasti kena dampaknya," katanya.

Terkait dengan komoditas sawit yang merupakan komoditas ekspor Kalbar dengan naiknya dolar AS apakah menguntungkan pengusaha sawit? Menurut dia, belum tentu juga karena ongkos produksi ikut naik.

"Kenaikan dolar ini juga berpengaruh terhadap BBM. Dengan BBM naik tentu berpengaruh biasa produksi dan transportasi dari perusahaan sawit tersebut. Jadi, dolar naik belum tentu serta-merta usaha yang ekspor membaik juga. Namun, di sisi lainnya ada yang menekan," katanya.

Ia meminta pemerintah untuk segera mengambil langkah-langkah konkret. Kalau hal tersebut dibiarkan, perekonomian akan makin terancam, dan ekonomi bisa mengalami krisis seperti 1998.

"Jika dolar AS makin perkasa, tentu utang swasta akan lebih besar. Bagaimana dengan masyarakat? Tentunya akan makin mencekik kebutuhan masyarakat kecil. Oleh karena itu, saya memandang bahwa dengan anjloknya kurs rupiah merupakan peringatan bagi untuk mencari solusi," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: