Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hengki Widjaja Sukses jadi Pengusaha Software di Australia

Hengki Widjaja Sukses jadi Pengusaha Software di Australia Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Programmer komputer asal Surabaya ini berhasil mendongkrak penjualan hingga akhirnya didapuk menjadi pemimpin tertinggi sekaligus pemilik perusahaan tempatnya bekerja. Barangkali, nama Iwan Sunito, pemilik dan CEO Crown Group, pengembang properti yang berbasis di Sydney, lebih banyak muncul jika merujuk pada orang Indonesia yang sukses di Australia. Padahal, selain Iwan, ada Hengki Widjaja yang juga berhasil mengembangkan bisnis di Negeri Kanguru.

Hengki merupakan salah satu pemilik dan Direktur Itree Pty Ltd, pemimpin pasar (market leader) perangkat lunak (software) keamanan lalu lintas darat dan laut, produktivitas lembaga, dan penegakan hukum di seluruh wilayah Australia dan Selandia Baru dengan kantor pusat di Wollongong, kota ketiga terbesar di New South Wales, 80 kilometer sebelah selatan Sydney.

Pangsa pasar terbesar Itree adalah pemerintah. Hampir semua lembaga negara, terutama di Australia, menjadi pelanggannya. Sebuah keberhasilan yang sulit dicapai oleh banyak perusahaan. Sebab, regulasi dan kepercayaan menjadi dua hal yang mutlak.

Hengki memang bukan pendiri Itree. Ia mulai masuk sebagai karyawan biasa pada 1998 ketika perusahaan tersebut baru memiliki tiga orang staf. Ia pun bergabung bukan berarti ingin meniti karier secara serius, melainkan hanya untuk menutupi biaya hidup sebagai mahasiswa “perantauan”.

Kisah sukses Hengki di negeri orang dimulai dari kecintaan pria kelahiran Surabaya pada 1976 dengan bidang pemrograman komputer. Ia pun mulai kursus komputer Program Basic. Menginjak kelas 1 Sekolah Menengah Pertama, ia sudah belajar Program Pascal, Fortran, dan seterusnya.

Saking senangnya dengan pemrograman komputer, sampai-sampai Hengki mengabaikan pelajaran Geografi dan lain sebagainya. Namun, karena fokus belajar komputer, saat kelas 1 Sekolah Menengah Atas (SMA Petra Surabaya), ia sudah bisa mengalahkan siswa kelas 3 dalam Lomba Informatika Komputer se-Jawa Timur.

Keterbatasan pelajaran ilmu komputer, ditambah belum masuknya internet ke Tanah Air waktu itu (1994) mendorong Hengki untuk meneruskan pendidikan ke University of Wollongong. Ada dua alasan kenapa ia memilih perguruan tinggi tersebut. Pertama, jarak. Waktu itu ia harus memilih ke Amerika atau Australia. Karena Amerika terlalu jauh, maka pilihannya ke Australia.

Kedua, kalau di Australia, maka University of Wollongong merupakan salah satu yang terbaik di bidang ilmu komputer, terutama practical application-nya. “Akhirnya saya tinggal di Wollongong dan memperoleh gelar Sarjana Ilmu Komputer (Bachelor of Computer Science) dalam tiga tahun,” lanjut penyuka olahraga bola basket ini.

Hengki belum puas dengan gelar sarjananya. Ia tertarik melanjutkan ke jenjang pascasarjana di universitas yang sama dengan spesialisasi keamanan komputer (computer security). Sayangnya, kala itu 1998, Indonesia terkena krisis moneter. Orang tuanya menyatakan tidak sanggup membiayai kuliahnya karena pendapatan yang terbatas akibat kenaikan kurs rupiah terhadap dolar.

Mendengar kabar itu Hengki sempat bingung. Walau begitu, ia tak putus asa. “Saya lantas bilang kepada orang tua saya, "Oke, enggak usah takut dengan biaya hidup karena saya akan mencarinya sendiri. Tapi uang yang ada dipakai untuk membayar kuliah. Waktu itu hanya cukup untuk membayar dua semester,” kenangnya.

Itulah awal mula Hengki harus mencari pekerjaan di Wollongong. Pekerjaan pertamanya yaitu Access database, lalu tutorial programming. Setelah itu, barulah ia bergabung dengan Itree sebagai casual software developer. Saat ia masuk, karyawan perusahaan tersebut baru tiga orang.

Seiring berjalannya waktu, Itree terus tumbuh. Kinerja keuangannya semakin baik. Peningkatan kinerja itu tak lepas dari peran Hengki. Kariernya pun cemerlang karena itu. Saat menjadi project manager, ia berhasil menorehkan keuntungan proyek terbaik dibanding project manager lainnya.

Padahal, memasarkan produk dan layanan Itree—seperti perangkat lunak untuk kamera pengawas kecepatan kendaraan (speed camera), stasiun pengecekan truk (truck checking station), dan pengaturan lalu lintas kapal laut di pelabuhan—yang target pasarnya adalah lembaga pemerintah, apalagi dilakukan oleh orang Indonesia, jelas tidak mudah.

Karena perannya cukup menonjol, ia kemudian ditunjuk oleh pemegang saham Itree untuk menempati posisi sebagai managing director (jika di Indonesia setara dengan chief executive officer/CEO) perusahaan. Saat menjadi pemimpin tertinggi itu, bekerja sama dengan mitra bisnis, ia mampu melejitkan pertumbuhan perusahaan.

Hengki tak mau menyebutkan indikator pertumbuhan Itree dalam jumlah dan persentase berdasarkan finansial yang dicatatkan. Namun, ia menggambarkan salah satu pertumbuhan itu dengan jumlah karyawan.

“Saat saya menerima jabatan sebagai managing director, jumlah karyawan Itree sudah 60 orang. Puji syukur, bersama dengan tim, saya mampu memimpin perusahaan menjadi sekitar 100 orang,” terangnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: