Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pengusaha Kelapa Sawit Nikmati Kenaikan Dolar AS

Pengusaha Kelapa Sawit Nikmati Kenaikan Dolar AS Kredit Foto: Antara/Syifa Yulinnnas
Warta Ekonomi, Balikpapan -

Kenaikan dolar Amerika memberikan angin segar bagi produsen kelapa sawit. Keuntungan dinikmati pengusaha kelapa sawit yang berorientasi ekspor. Namun kenaikan nilai tukar bukan sebagai ukuran utama dalam bisnis kelapa sawit.

Direktur Eksekutif Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI), Tungkot Sipayung, mengatakan kenaikan dolar tidak semuanya memberikan efek negatif bagi ekonomi nasional namun ada sisi lain yang dinikmati para pelaku ekonomi yang memiliki pasar ekspor termasuk kepala sawit. 

“Kita ini kan banyak ekspor. Jadi, rupiah yang kita dapat lebih besar. Karena kita menjualnya dengan dolar. Disisi lain bahan baku industri kelapa sawit mayoritas dari dalam negeri. Jarang yang impor. Jadi jelas lebih menguntungkan,” katanya di Balikpapan belum lama ini.

Namun dia menegaskan, faktor kenaikan dolar bukan sebagai sumber pendapatan. Melainkan pada harga kelapa sawit itu sendiri yang dipengaruhi kebutuhan negara-negara Eropa.

"Perkembangan kebutuhan dunia akan kelapa sawit dianggap lebih utama dalam perbaikan harga sawit. Bukan lebih ke valuta asing. Keuntungan karena selisih mata uang kita dianggap tidak berlangsung lama bila dolar kembali melemah nantinya. Oleh karena itu, nilai tukar mata uang tidak dilihat oleh industri kelapa sawit sebagai sumber pendapatan," jelasnya.

Ada 4 tantangan bisnis kelapa sawit sekarang ini seperti pelemahan harga komoditas. Untuk itu perlu didorong untuk pengembangan industri hilir dari kelapa sawit.

“Pemprov Kaltim sudah merencanakan industri hilir ini. Itu sudah bagus. Sekarang, beberapa perusahaan sawit juga sudah mengembangankan industri hilir. Dengan demikian, harga jualnya kan naik,” katanya.

Tantangan berikut soal kebijakan. Yakni pelaku usaha di sektor kelapa sawit mengharapkan adanya dukungan pemerintah melalui kebijakan yang membuka ruang bagi pengembangan dan keberlanjutan usaha kelapa sawit.

Seperti implementasi kewajiban (mandatory) biofuel. Tetapi, nyatanya masih saja banyak kebijakan yang memberatkan usaha kelapa sawit. Tiap kementerian tidak ada yang satu pemikiran. Contohnya, moratorium bisnis kelapa sawit.

Tantangan ketiga bisnis kalapa sawit yakni makin menggemanya kampanye negatif terhadap industri kelapa sawit Indonesia dari sejumlah LSM asing maupun LSM lokal yang berafiliasi dengan mitra mereka di luar negeri. “Dampak jangka panjang jika kampanye negatif ini tidak dilawan bersama oleh pelaku usaha dan pemerintah, akan melemahkan daya saing sawit nasional,” ungkapnya. 

Tantangan keempat, makin banyaknya hambatan perdagangan di pasar internasional, baik hambatan tarif maupun non-tarif. Di Eropa, inisiatif untuk menerapkan nutella tax maupun food labeling adalah salah satu bentuk hambatan non-tarif.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Andi Aliev
Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: