Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mantan Anak Buah Budi Karya Akui Terima 'Duit Pelicin'

Mantan Anak Buah Budi Karya Akui Terima 'Duit Pelicin' Kredit Foto: Antara/Galih Pradipta
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mantan Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Antonius Tonny Budiono mengakui menerima gratifikasi dari para rekanan selama ia menjabat sejak 2016.

"Majelis hakim yang mulia, pemberian itu bukan menjadi tujuan saya, saya tidak memikirkan nilainya sehingga pemberian itu terjebak begitu saja di mes tempat saya tinggal bersama dengan pakaian kotor maupun yang belum disetrika," kata Tonny saat membacakan nota pembelaan (pledoi) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (3/5/2018).

Dalam perkara ini, Antonius Tonny Budiono dituntut 7 tahun penjara ditambah denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan karena dinilai terbukti menerima suap sejumlah Rp2,3 miliar dan gratifikasi sekitar Rp22,35 miliar.

"Jika niat saya untuk mengumpulkan harta, tas dan uang yang disita pasti tidak ada di situ (mes), tidak ada yang saya tutup-tutupi apalagi dipoles. Sebagai orang timur, saya terima dan ini semua terbuka di sidang ini, telah disimpan dan menjadi barang bukti, hampir-hampir saya tidak memiliki apa-apa lagi di usia senja ini," ungkap Tonny.

Tonny mengaku sudah merenungi apa yang terjadi dan menemukan satu nyanyian yang menggugah hatinya dengan penggalan syair "Hidup ini adalah kesempatan, hidup ini untuk melayani Tuhan, jangan sia-siakan waktu yang Tuhan beri. Hidup ini harus menjadi berkat. Oh Tuhan, pakailah hidupku selagi aku masih kuat, dan sampai hidup".

"Segala prestasi dan pengabdian saya mungkin akan dianggap sia-sia, akan saya terima apa adanya, tapi kalau majelis hakim berkenan memberi saya kesempatan di sisa usia senja saya untuk bisa hidup bersama anak, menantu dan cucu, sebab jika saya tidak terkena OTT KPK, saya yakin mungkin kekeliruan saya akan menjadi-jadi. Saya percaya Tuhan masih mengasih kesempatan," tambah Tonny.

Tonny menjelaskan bahwa ia memulai karir dari bawah sebagai staf Direktorat Navigasi Direktorat Jenderal Hubla Kementerian Perhubungan 31 tahun yang lalu hingga menduduki jabatan teknis sebagai Dirjen Hubla dan pada waktu bersama menjabat sebagai Plt Dirjen Perkeretaapian.

"Saat ini menjadi pesakitan, terdakwa karena melanggar hukum negara, sumpah jabatan, dan pakta integritas yang seharusnya tidak saya lakukan. Saya minta maaf kepada masyarakat, bangsa dan negara Indonesia, tidak lupa kepada anak, menantu, dan cucu saya," tambah Tonny.

Setelah dilantik sebagai Dirjen Hubla pada 16 Mei 2016, Tonny mengaku berupaya menertibkan Drektorat Jenderal Perhubungan Laut sehingga permainan curang harus diakhiri dan langkah bekerja harus disesuaikan dengan Kabinet Kerja Jokowi-JK.

"Memperpendek dan mempermudah mata rantai dalam mempercepat pembangunan nasional dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, memang saya akui saya menerima pemberian uang, tapi, bukan karena saya menyalahgunakan jabatan, apa yang saya lakukan, pekerjaan saya tidak tertuju pada ke situ, saya tidak tahu," tegas Tonny.

Ia mengaku memang ada sejumlah pihak yang melaporkan penerimaan uang itu kepada KPK.

"Tujuan mereka yang melapor ke KPK tercapai. Saya tidak hanya tersingkir, tapi saya juga tidak dapat pensiun, tapi biarlah ini semua berlalu, dan saya yakin bahwa ini adalah rencana Allah," ungkap Tonny.

Pada dakwaan pertama, Antonius didakwa menerima Rp2,3 miliar dari Komisaris PT Adhiguna Keruktama Adi Putra Kurniawan terkait proyek pekerjaan pengerukan alur pelayaran pelabuhan dan persetujuan penerbitan Surat Izin Kerja Keruk (SIKK) PT Adiguna Keruktama melalui kartu ATM Bank Mandiri beserta PIN dan buku tabungan bank Mandiri dengan nama Joko Prabowo kepada Antonius.

Pada dakwaan kedua, Antonius didakwa menerima gratifikasi berupa uang tunai sejumlah Rp5,815 miliar, US$479.700 (sekitar Rp6,4 miliar), 4.200 euro (sekitar Rp68,451 juta), 15.540 poundsterling (sekitar Rp287,137 juta), 700.249 dolar Singapura (Rp7,06 miliar), 11.212 ringgit Malaysia (Rp37,813 juta), uang di rekening bank Bukopin senilai Rp1,066 miliar, uang di rekening bank Bukopin senilai Rp1,067 miliar, berbagai barang bernilai ekonomis yang ditaksir senilai Rp243,413 juta serta penerimaan di rekening Bank BRI senilai Rp300 juta.

Baca Juga: Kader Gerindra Gantikan AWK Sebagai Anggota DPD RI, De Gadjah: Efektif Kawal Kebijakan dan Pembangunan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: