Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jurnalis Myanmar Sebut Pemerintah Gagal Melindungi Kebebasan Pers

Jurnalis Myanmar Sebut Pemerintah Gagal Melindungi Kebebasan Pers Kredit Foto: Reuters/Ann Wang
Warta Ekonomi, Yangon -

Jurnalis di Myanmar percaya bahwa pemerintah mereka gagal dalam membela kebebasan media meskipun transisi dari pemerintahan militer yang keras ke pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi, menurut survei yang diterbitkan untuk menandai Hari Kebebasan Pers Dunia pada Kamis (4/5/2018).

Kelompok aktivis Free Expression Myanmar dan organisasi mitranya mewawancarai 200 jurnalis antara Januari dan April, dan menemukan hampir separuh jurnalis percaya bahwa mereka kurang memiliki kebebasan sebagai jurnalis dibandingkan tahun sebelumnya.

"Jurnalis frustrasi oleh kegagalan pemerintah untuk melaksanakan komitmen manifesto pemilihannya untuk meningkatkan kebebasan media," tutur kelompok itu dalam sebuah laporan tentang survei, sebagaimana dikutip dari Reuters, Jumat (4/5/2018).

Ketika diminta untuk menilai keberhasilan pemerintah dalam membela kebebasan media, 79 persen wartawan yang ditanyai untuk survei menjawab "rendah" atau "sangat rendah."

Juru bicara utama pemerintah, Zaw Htay, merujuk pertanyaan Reuters tentang hasil survei kepada kementerian informasi. Reuters menghubungi tiga pejabat di Kementerian Penerangan, yang semuanya menolak berkomentar dan merujuk pertanyaan kepada pejabat lain.

Militer memerintah Myanmar selama hampir 50 tahun tetapi menyerahkan kendali pemerintah kepada pemenang Hadiah Nobel Suu Kyi pada awal 2016. Militer masih mempertahankan kendali dari kementerian pemerintah yang bertanggung jawab atas keamanan, termasuk interior dan pertahanan.

Polisi menangkap dua wartawan Reuters pada 12 Desember dan mereka menghadapi hukuman 14 tahun penjara di bawah tuduhan bahwa mereka melanggar Undang-undang Rahasia Resmi era-kolonial.

Survei ini dilakukan setelah Reporters Without Borders yang bermarkas di Paris pekan lalu memindahkan Myanmar ke dalam indeks kebebasan pers tahunannya sebanyak enam tempat ke 137 dari 180 negara, mengutip tindakan hukum terhadap jurnalis dan pembatasan akses ke daerah-daerah yang terkena dampak konflik.

"Jurnalis semakin percaya bahwa pemerintah, termasuk militer, adalah ancaman terbesar terhadap kebebasan media di Myanmar, baik melalui penggunaan terus-menerus dari undang-undang represif lama yang tidak memiliki rencana nyata untuk mengubah dan pengadopsian undang-undang represif yang baru," kelompok itu mengatakan dalam laporannya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo

Bagikan Artikel: