Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

7 Jurus Askrindo Menuju Best Insurance Company pada 2020

7 Jurus Askrindo Menuju Best Insurance Company pada 2020 Kredit Foto: Warta Ekonomi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bisnis perasuransian di tengah era digital saat ini semakin ketat. Jika sebelumnya terkonsentrasi pada asuransi kredit saja, berbagai perusahaan asuransi kini berlomba-lomba memperluas bisnisnya ke asuransi nonkredit. Maklum saja, tren pertumbuhan penjaminan kredit dalam 4 tahun terakhir (2012—2016) masih tergolong tinggi. Dengan pertumbuhan rata-rata di atas 30% per tahun, kuenya masih dipandang cukup besar.

Perubahan ini juga dilakukan oleh PT Askrindo. Sebagai perusahaan asuransi dengan risk base capital (RBC) terbesar saat ini, sekitar 749%—jauh melebihi ambang batas yang ditentukan OJK sebesar 120%—Askrindo menjadikan ini sebagai modal bagi perusahaan dalam berbenah dan mengubah image yang saat ini masih kental dengan image perusahaan asuransi kredit menjadi perusahaan asuransi dengan produk terlengkap. Dengan kata lain, perusahaan ingin menjadi market leader. Indikator lain, pendapatan premi dan laba juga harus naik. Dalam 4 tahun terakhir, pendapatan premi dan laba perusahaan rata-rata naik masing-masing 288,7% dan 42,5% per tahun.

Perusahaan pun menyiapkan 7 jurus agar transformasi tersebut berjalan sukses. Seperti apa kemajuan dan tantangannya? Wartawan Redaksi Majalah Warta Ekonomi, Heri Lingga dan Yosi Winosa mewawancarai Asmawi Syam, Direktur Utama PT Askrindo di kantornya di Jakarta, akhir Maret lalu. Berikut kutipan wawancaranya.

Bagaimana kondisi bisnis asuransi penjaminan saat ini?

Saya kira di bisnis ini, masing-masing perusahaan punya core business. Berbeda dengan perbankankan, sebagai intermediary financial institution, dia harus menyeimbangkan antara penghimpunan dana masyarakat dan penyaluran dana. Risikonya adalah bagaimana agar bisa menyalurkan dana masyarakat ini karena akan jadi cost kalau tidak disalurkan. Risiko lain, misalnya, pada saat penyaluran terjadi NPL. Sementara, asuransi tidak ada penghimpunan dana. Jadi, kita hanya sharing risk yang ada di perbankan dan bersama-sama memitigasi risiko. Sebagai contoh, untuk KUR itu bank menanggung 30%, sedangkan Askrindo menanggung 70%. Persentase ini tergantung bagaimana deal sharing risk-nya. Begitulah kalau bicara asuransi kredit.

Untuk yang nonkredit, kondisinya bagaimana?

Kalau asuransi umum atau nonkredit, ketika Anda punya aset, seperti asuransi kebakaran atau kerugian semacam itu, kami ambil semua risikonya. Dengan demikian, kalau berbagi risiko tadi, kemampuan kami memitigasi risiko minimal sama dengan perbankan. Bahkan, kami harus lebih peka lagi ketika bermain-main dengan risiko.

Kami juga ada mitigasi, kalau perbankan memberikan risikonya sebagian ke asuransi, asuransi pun bisa memberikan sebagian risikonya kepada reasuransi atau dengan co-insurance. Artinya, risiko jadi terbagi-bagi dan yang memitigasi jadi banyak sehingga risiko ekonomi negara, risiko indutsri, industri keuangan perbankan, manufaktur, atau sektor rill akan jadi aman. Jadi, asuransi sebenarnya sharing risk company.

Jadi, dua segmen itu menjadi core business Askrindo?

Berbicara asuransi, sebenarnya di dunia hanya dikenal dua segmen, yakni life insurance dan general insurance, di dalamnya sudah termasuk asuransi kredit. Core kami sebetulnya di general insurance, sesuai anggaran dasar pendiriannya. Akan tetapi, sekarang ini Askrindo berada di 3 bisnis yang menjadi engine of growth: kredit insurance, general atau lebih tepatnya asuransi risiko umum nonkredit, serta asuransi program KUR. Selama ini, kami lebih fokus ke kredit insurance (sesuai dengan sejarahnya saat masih menjadi milik Bank Indonesia). Alasan lain adalah jenis nonkredit tidak diekspos terlalu besar. Jadi, konsentrasi selama ini ke kredit, apalagi ditambah adanya KUR, membuat image orang terhadap segmen bisnis kami masih di sana. Padahal, Askrindo sebenarnya berada di segmen general insurance yang bisa mencakup kredit, nonkredit, dan suretyship (penjaminan).

Sumber pendapatan utama Askrindo saat ini masih di penjaminan kredit?

Terkait portofolio, kami mempunyai KUR dan non-KUR. Empat tahun yang lalu, KUR itu porsinya masih 55%. Adapun setelah kami kembangkan, tahun ini saya targetkan tinggal 27%. Ini bukan berarti KUR tersebut dikurangi, tetapi akselerasi pertumbuhan non-KUR-nya dinaikkan. Kalau KUR dibatasi plafon sekitar Rp120 triliun setinggi-tingginya, dan angka ini dibagi dua dengan Jamkrindo sekitar Rp60 triliun.

Ketimbang energi kami pakai untuk mengurus yang sudah pasti, lebih baik dimaksimalkan ke yang belum pasti, yang kompetitornya lebih banyak. Pertumbuhan KUR kami tahun lalu sebesar 35% atau hanya tumbuh 15—17%. Premi kami saat ini sebesar Rp3 triliun, sedangkan tahun depan akan menjadi Rp4,2 triliun. Berdasarkan pertumbuhan premi tersebut, KUR-nya mungkin sekitar Rp1,1 triliun.

Jadi, saat ini manajemen ingin menggarap pasar yang lebih luas selain asuransi kredit?

Cakupan general insurance itu luas, bisa ke kapal (pelabuhan Pelindo I, II, III juga kami cover, IV kami sedang tender, yang sebelumnya tidak ada); Bandara Angkasa Pura (AP) I dan II; Garuda Indonesia, dan bandara baru Yogyakarta yang kami sudah masuk bidding. Kita juga sudah memiliki financing the construction, launch, and insurance operation of PSN VI SATELIT project.

Produk asuransi infrastruktur ini sendiri juga bermacam-macam. Misalnya, di infrastruktur ada surety bonds (termasuk di dalamnya bid bond), erection all risk, dan civil engineering completed risks (CECR). Di jalan tol, juga ada contraction and erection all risk, contohnya ada di jalan tol Becakkayu yang 100% kita operational risk kalau tiba-tiba saat sudah beroperasi runtuh, kami (Askrindo) akan cover untuk pembangunannya kembali. Jadi ada 3: financial risk kalau dia misalnya pinjam ke bank dan minta diasuransikan, construction risk, dan operational risk.

Ke depannya benar-benar akan mengarah ke sana ya, mengingat RBC yang besar ini bisa diibaratkan sebagai peluru?

RBC yang besar ini memang ibarat peluru, bisa menembak ke banyak sasaran. Seperti yang diketahui, RBC asuransi terbesar dimiliki Askrindo, yakni 749%, padahal ketentuan OJK cuma 120%. Jadi bukan berarti itu idle, sama saja seperti kita melihat setengah gelas kosong atau penuh. Saya tetap melihat ini sebagai space untuk tumbuh karena asuransi terbesar di Indonesia itu Askrindo.

Ibaratnya, space saya besar, kalau saya masuk ke sini space-nya tipis berarti opportunity-nya juga kecil. Sekarang bagaimana opportunity ini dieksekusi. Kalau space ini tidak dieksekusi, tetap merupakan potensi saja. Opportunity juga harus didukung dengan kompetensi. Kalau saya tidak mempunyai kompetensi sebagai pemimpin juga percuma, atau board of director (BOD) saya tidak punya kompetensi ya percuma juga.

Artinya, Askrindo akan kembali lagi ke DNA asal sebagai asuransi nonkredit. Lalu, untuk yang KUR bagaimana ke depannya?

KUR itu seperti penugasan, hanya untuk kita. Saya anggap ini rezeki. Kalau penugasan itu seakan-akan beban. Tetapi ini Rezeki buat Askrindo, kenapa? Doa orang banyak karena Askrindo itu peduli terhadap orang kecil.

KUR ini kan NPL-nya makin kecil karena klaim tiap tahun turun. Masyarakat lebih nature, risiko makin bekurang. Pengusaha kecil, yang dia takutkan bukan inflasi atau krisis ekonomi dunia, tetapi ketika anggota keluarganya jatuh sakit sehingga dana untuk bayar bunga justru terpakai untuk biaya rumah sakit. Namun, kekhawatiran itu sekarang sudah hilang karena di-cover oleh BPJS.

Selanjutnya, keberpihakan pemerintah daerah (pemda) terhadap pengusaha kecil semakin baik, tidak ada gusur-gusur lagi. Yang mereka takutkan adalah saat musim penerimaan siswa baru (SD—SMA). Akan tetapi, sekarang sekolahnya sudah gratis. Jadi, risikonya sudah hilang. Jangan dikonotasikan penugasan itu selalu membawa beban, tetapi jadikan itu hikmah.

Potensi Askrindo saat ini ada di sektor mana saja?

Sekarang ini kami menambah direktur baru, yaitu satu direktur pemasaran. Pada tahun 2015, Askrindo itu tidak memiliki direktur pemasaran. Pada tahun 2016 bertambah satu karena demand-nya meningkat. Lalu bertambah satu lagi di tahun 2017. Jadi, dalam dua tahun terakhir ini Askrindo telah menambah 2 direktur pemasaran karena pangsa pasar yang besar dan untuk meyakinkan orang bahwa Askrindo bisa.

Hal ini juga bagus bagi pemerintah, yakni untuk mengurangi premi flight ke luar negeri. Kita jamin saja dari pada dijamin pihak luar, apalagi Askrindo adalah satu-satunya asuransi yang memiliki reasuransi, yakni Nasre. Jadi, kami punya potensi, orangnya punya kompetensi, dan juga punya infrastruktur (Infrastruktur IT, jaringan kerja, dan cabang kami besar sejumlah 60 cabang). Ditambah lagi kantor pemasaran, tahun 2018 saja kami membuka 100 kantor baru.

Membangun SDM berkualitas juga, ya?

Dalam satu organisasi, keberlanjutan itu penting sehingga ada regenerasi. Jadi istilahnya, intangible asset-nya yang kita bangun. Dengan jumlah pegawai yang sama dan gaji naik terus, kalau tidak diimbangi laba atau pendapatan, perusahaan bisa turun. Jadi, yang saya bangun adalah jiwa pantang menyerah, entrepreneur tinggi, daya juang tinggi, integritas dan loyalitas terhadap perusahaan tinggi, dan jiwa kejujuran tinggi. Itu semua dibangun dengan pola reward dan punishment. Kalau Anda berprestasi, saya akan hargai, saya kirim ke London untuk belajar. Namun, kalau tidak untuk sementara saya istirahatkan dari jabatan, hanya mendapat gaji pokok, tidak termasuk tunjangan jabatan. Saya juga selalu mewanti-wanti kepada mereka yang sekolah karena satu orang rata-rata biayanya Rp2 miliar, apabila prestasinya “gitu-gitu” saja, kami rugi. Saat ini, Saya sedang menjajaki inventarisasi siapa yang berminat dan pintar (berprestasi) di Askrindo untuk saya sekolahkan ke Amerika Serikat. Cara Ini juga bagian dari regenerasi tadi.

Membangun IT itu dalam aspek apa saja?

Orang selalu mengatakan bahwa kalau kita ingin maju harus one step ahead. Itu adagium ‘pepatah’ lama. Sekarang dengan IT, bukan one step lagi, tetapi hundreds, thousand, million steps ahead, dan seterusnya. Kami bertransformasi dari teknologi IT menjadi teknologi digital. Semua akan didigitalisasi. Sebagai contoh, dulu dalam rekonsiliasi subrogasi, penerimaan premi atau klaim dilakukan secara manual, tetapi sekarang sudah digital, tidak perlu menunggu rekonsiliasi akhir bulan lagi baru ada. Sekarang sudah terjadi real time online. Kita membangun host to host, interface dengan mitra sehingga yang berbicara bukan lagi person to person, tetapi app to app. Ada suborgasi, klaim juga kita bangun. Kita sudah host to host dengan 4 bank, termasuk BUMN dan BPD juga.

Kalau dulu, digitalisasi hanya sebagai support system (reporting) saja, tetapi sekarang sudah masuk ke core business kami. Contohnya sekarang kami bangun e-polis. Dulu teknologi informasi hanya memberikan informasi soal akurasi jumlah polis saja, sekarang polisnya itu sendiri yang kita digitalisasi. Dulu polis masih pakai kertas yang prosesnya bisa 2—3 hari, sekarang melalui e-polis paling hanya 1 menit atau 1 detik sudah jalan.

Dalam digitalisasi itu sudah terkandung informasi pengembangan produk, processing business, dan reporting. Semua ini sedang kami bangun. Sambil berjalan sudah ada yang selesai dan bisa kita pakai. Sempurnanya itu di akhir 2018 yang muaranya one day service.

Termasuk juga akseptasi one day service?

Ibaratnya, no choice if you want to survive selain harus menggunakan IT. Oleh karena itu, kami akan genjot belanja IT, tahun lalu alokasinya mungkin hanya belasan persen. Untuk service, tahun lalu saja tidak termasuk hardware, kami menambah Rp17 miliar sehingga kami lakukan shifting (angarannya) dari pengadaan tanah yang dianggap tidak terlalu penting.

Jadi, one day service Itu penting. Adapun, pelayanan kami sejauh ini masih di kisaran 4 hari, sebelumnya bahkan bisa 18 hari. Saat IT-nya sudah siap di awal tahun 2019 nanti, pelayanan hanya akan memakan waktu 1 hari. Satu hari sudah bisa keluar polis. Kami juga menggunakan konsultan dalam digitalisasi ini, seperti Telkom dan sinergi BUMN. Capex kami 40% untuk IT tahun ini dari total capex sebesar Rp64 miliar.

Langkah-langkah tadi muaranya jadi jawara di 2020?

Market leader itu jangan diterjemahkan dalam arti sempit. Ia bisa ditinjau dari pertumbuhan premi, laba, dan revenue. Market leader itu pemimpin pasar, mau apa pun tersedia. Dengan kata lain, kami ingin menjadi The Big Player Insurance di Indonesia. Jika diibaratkan seperti one stop shopping.

Nasabah bank mau pinjam kredit, jaminannya Askrindo. Sementara, nasabah (perusahaan) dengan jumlah pekerjanya ribuan yang sudah dijamin Askrindo, produk yang dipakai bernama personal accident. Jadi tidak perlu kemana-mana, semua telah kami sediakan. One stop service seperti inilah yang tengah kami bangun. Ibaratnya ini supermarket semua ada.

Pemimpin pasar itu berarti produknya lengkap, pelayanannya bagus, IT-nya bagus, dan bisa jadi role model di industri. Pemimpin itu tidak hanya satu jurusan, tetapi ia harus leading di semua jurusan. Indikatornya adalah revenue, laba, rasio klaim, dan sebagainya. Tingkat kesehatan juga harus terjaga. Nanti ada indikator kunci yang kami lihat.

Apakah itu memungkinkan?

Itu memungkinkan sebab potensinya selalu ada, RBC-nya ada, SDM-nya ada, produknya lengkap, IT-nya sedang dibangun, dan BUMN pula. Saat ini, yang membangun infrastruktur kebanyakan BUMN dan kami pun memanfaatkan momentum sinergi BUMN ini. Dari 7 langkah strategis: (1) digitalisasi proses bisnis, (2) perluasan distribusi channel, (3) membangun brand image lewat brand ambassador dan marketing, (4) investasi IT, (5) meningkatkan literasi dan inklusi keuangan, (6) meningkatkan customer database hingga 8,5 juta nasabah, serta (7) layanan one day service, empat langkah di antaranya sudah mulai dijalankan tahun ini. Tahun ini, kami juga sudah menjadi yang terbesar di suretyship baik dari sisi premi maupun nilai penjaminannya. Selanjutnya, distribusi channel juga akan menambah 100 agensi lagi.

Jadi tahun 2020 Askrindo akan menjadi apa?

Best insurance company. Saya ingin kalau orang bicara Askrindo yang dibicarakan adalah kualitas kami, tidak hanya soal kuantitas. Saya ingin suatu saat semua orang (perusahaan lain) terpikir bagaimana caranya meng-hire orang Askrindo bekerja di perusahaan mereka. Kualitas itu penting di industri ini.

Tahun 2020 nanti, saya ingin orang Askrindo akan menyatakan bahwa mereka beruntung dapat bekerja di Askrindo. Sementara, orang luar Askrindo akan menyatakan, “kapan ya saya bisa bekerja di Askrindo.” Saat ini, kami sudah mulai banyak pro hire dari perusahaan lain, perusahaan asing juga sudah ada yang masuk. Hal ini berarti mereka mulai melihat roadmap dan eksekusi kami.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Heriyanto Lingga
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: