Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Regulasi Investasi Kelistrikan Bingungkan Pelaku Industri

Regulasi Investasi Kelistrikan Bingungkan Pelaku Industri Kredit Foto: Antara/Yusran Uccang
Warta Ekonomi, Jakarta -

Persatuan Insinyur Indonesia (PII) menilai pertumbuhan investasi sektor kelistrikan masih terkendala berbagai faktor, salah satunya regulasi yang dikeluarkan pemerintah.

"Pemerintah melakukan beberapa amendemen regulasi, namun di saat yang sama, pemerintah juga mengeluarkan regulasi yang baru yang membuat pelaku industri kebingungan dan terus menyesuaikan strategi bisnisnya," ujar Wakil Ketua PII Heru Dewanto dalam siaran pers yang diterima Antara di Jakarta, Rabu (9/5/2018).

Menurut Heru, pemerintah saat ini sedang melakukan beberapa simplifikasi aturan mengenai kelistrikan untuk mendorong investasi. Awal tahun ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menyederhanakan 11 keputusan menteri bidang kelistrikan yang selama ini dianggap menghambat investasi.

Namun pada saat yang sama, pemerintah menerbitkan beberapa regulasi baru yang justru membingungkan industri. Sepanjang tahun 2017 saja, pemerintah mengeluarkan 40 kebijakan baru.

"Apabila kita berkomitmen untuk memberikan akses listrik yang terjangkau kepada masyarakat, pemerintah seharusnya memberikan dukungan penuh dan mendukung iklim investasi kelistrikan bagi para pengembang," ujar Heru.

Selain Peraturan Menteri, perubahan regulasi dari pemerintah juga tercermin pada perubahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Kerja (RUPTL) 2017-2026, menjadi RUPTL 2018-2027 hanya dalam satu tahun. Perubahan ini membuat pelaku industri harus kembali menyesuaikan strategi bisnis mereka.

Perubahan ini, kata Heru, seharusnya dilakukan dengan perhitungan yang cermat sehingga tidak terjadi lagi perubahan secara cepat di tahun depan.

Selain persoalan regulasi, Heru menyoroti tidak adanya badan regulator independen yang bertugas mengawasi persaingan antara otoritas pemerintah dan "independent power producers" (IPP).

Selama ini, pemerintah membuka kesempatan pihak swasta untuk ikut dalam menyediakan listrik kepada masyarakat. Selain untuk menambah pendanaan dari swasta di sektor kelistrikan, keterlibatan swasta ini juga dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing.

Namun, ujar Heru, daya saing itu belum sepenuhnya berjalan karena tidak adanya satu badan yang mengawasi industri ini.

Sektor kelistrikan merupakan salah satu sektor yang sangat menjanjikan di tengah-tengah gencarnya pembangunan infrastruktur yang tengah dikebut oleh pemerintah. Namun, banyaknya proyek infrastruktur berbanding terbalik dengan jumlah insinyur di Indonesia saat ini.

Heru mengatakan bahwa Indonesia berpotensi kekurangan 280 ribu insinyur dalam lima tahun ke depan, dan berpeluang kekurangan 650 ribu insinyur dalam 10 tahun ke depan. Ini adalah persoalan lain yang dihadapi sektor kelistrikan selain persoalan yang berkaitan dengan regulasi.

"Ketika kesempatan di depan mata, kita masih berkutat pada masalah SDM, khususnya jumlah insinyur. Saat ini, jumlah mahasiswa teknik hanya 14% dari jumlah seluruh mahasiswa di Indonesia. Dari jumlah itu, 50% belajar teknik komputer. Tapi dari 50% itu, setengahnya tidak bekerja di sektor keinsinyuran. Artinya, lulusan teknik yang bekerja di bidang keinsinyuran hanya 3,5%," kata dia.

Advokasi pada Batubara Pemerintah dinilai telah mengambil kebijakan yang tepat dengan mengalokasikan bauran sumber energi untuk listrik di Indonesia. Kebijakan bauran energi tersebut menempatkan batubara sebagai sumber energi yang paling banyak digunakan sebesar 50%.

Heru mengingatkan pemerintah agar terus menjalankan dan mengadvokasi kebijakan ini. Sebab, meski para pelaku industri batubara telah melakukan inovasi teknologi untuk penggunaan batubara yang lebih ramah lingkungan, kritik terhadap batubara terus datang.

"Ke depannya, kami berharap pemerintah untuk lebih mengadvokasi kebijakan bauran energi meski akan banyak tantangan dalam penerapannya. Saya yakin, bauran energi merupakan kebijakan yang tepat untuk diterapkan di Indonesia," kata Heru.

Pemerintah sebenarnya juga berupaya memaksimalkan penggunaan batubara di dalam negeri. Konsumsi batubara sepanjang tahun 2017 di Indonesia adalah sebesar 97 juta ton, masih di bawah target yaitu 121 juta ton.

Untuk itu, Heru mendukung upaya pemerintah agar para produsen batubara mengalokasikan 25% dari total produksi mereka untuk pasar domestik.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: