Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kinerja Ekspor Bikin Rupiah Tak Berdaya

Kinerja Ekspor Bikin Rupiah Tak Berdaya Kredit Foto: Fajar Sulaiman
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kepala Pusat Studi Ekonomi dan Kebijakan Publik Universitas Gadjah Mada (UGM) Tony Prasetiantono menilai ada satu struktur ekonomi Indonesia yang kurang kuat sehingga rentan terhadap volatilitas/gejolak ekonomi global. Hal ini pula yang menyebabkan nilai tukar rupiah anjok begitu dalam.

Tony mengatakan struktur ekonomi yang kurang kuat tersebut adalah minimnya kinerja dan kontribusi ekspor bagi devisa Indonesia. Beberapa tahun yang lalu ekspor selalu menjadi andalan dalam memupuk devisa, namun sayangnya pada triwulan I-2018 kinerja ekspor Indonesia kurang memuaskan. Padahal ekspor dibutuhkan untuk memasok kebutuhan valas di dalam negeri.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan pertumbuhan ekspor di triwulan I-2018 anjlok menjadi hanya 6,17%, dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 8,04%. Di sisi lain, impor tumbuh signifikan yakni 12,75%, jauh lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 5,01%.

"Menurut saya yang lemah cadangan devisa kalau diurai itu kebanyakan dari hot money bukan devisa ekspor jangka panjang. Jadi fundamental ekonomi kuat tapi masih ada kelemahan di situ. Akibatnya kuda-kuda kita tidak kuat ketika ada volatile," ujar Tony saat diskusi Kongkow Bisnis PasFM 92.4 bertajuk Rupiah Gonjang-Ganjing, Apa yang Bisa Dilakukan? di Jakarta, Rabu (9/5/2018).

Menurutnya, Indonesia mesti belajar dari negara asia lainnya seperti Filipina dan Thailand. Industri mereka berorientasi ekspor dalam memperkuat devisa. Hal tersebut membuat mata uang mereka tetap stabil bila terjadi volatilitas.

"Kita masih punya PR, Indonesia problemnya terlalu banyak hot money. Ini sudah dibicarakan dari tahun 1995 loh. Jadi bagaimana caranya mengubah hot money menjadi Foreign Direct Investment (FDI) yang permanen. Tapi mengubah hot money jadi FDI bukan pekerjaan semalam (selesai)," kata Tony.

Terkait utang yang dahulu menjadi salah satu dalang krisis ekonomi 1998, menurut Tony, saat ini utang Indonesia sudah lebih terjaga dan stabil.

"Struktur utang kita sudah jauh lebih baik US$357,5 miliar. Komposisinya hampir 50:50 antara pemerintah dan swasta. Yang menarik juga komposisi jatuh temponya 84% tenornya jangka panjang, average 9 tahunan. Jadi dari sisi itu sudah sangat baik," jelas Tony.

Untuk diketahui, data JISDOR Bank Indonesia (BI) pada hari ini, Rabu (9/5/2018), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dibuka pada posisi Rp14.074/USD, lebih tinggi dibandingkan kemarin yang sebesar Rp14,036/USD. Posisi tersebut jauh lebih tinggi dari asumsi APBN 2018 yang sebesar Rp13.400 per dolar AS.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: