Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

OJK: Bank Sistemik Punya Peranan Besar bagi Perekonomian

OJK: Bank Sistemik Punya Peranan Besar bagi Perekonomian Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan bahwa bank-bank berdampak sistemik merupakan bank yang memiliki peran besar dalam perekonomian Indonesia. Per April 2018, OJK telah menetapkan 15 bank berdampak sistemik di Indonesia. Jumlah ini bertambah empat bank bila dibandingkan posisi tahun lalu.

Memang masih terdapat kiasan negatif soal bank sistemik mengingat penetapan bank sistemik dikait-kaitkan dengan krisis keuangan. Menurut Deputi Komisioner Pengawasan dan Pengaturan OJK, Santoso Wibowo, memang penetapan bank sistemik dilakukan karena Indonesia belajar dari krisis ekonomi tahun 1998 dan krisis keuangan 2008.

"Bank sistemik justru bank yang peranannya sangat penting bagi perekonomian. Ini amanat dari Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK) karena adanya krisis '98, kemudian sdikit krisis keuangan tahun 2008. Melihat hal seperti itu maka menjadi penting untuk memiliki protokol manajemen krisis," ujar Santoso dalam acara Implementasi UU PPKSK, Bank Sistemik yang Prudent dan Sehat yang digagas Warta Ekonomi di Jakarta, Jumat (25/5/2018).

Pada saat krisis 1998 atau krisis lain, kata Santoso, bila ada bank gagal, regulator tidak memiliki pertimbangan yang mendasar dalam melakukan penyehatan bank, dan bagaimana mekanisme penyelamatannya.

"Nah, ini di dalam UU PPKSK dibuat lebih jelas dan kita tidak ingin krisis terjadi seperti 1998 yang biaya recovery-nya mahal sampai Rp600 triliun. Makanya, dibuat UU PPKSK dengan konsep penyelamatan bail in bila ada bank gagal," ucapnya.

Menurut UU PPKSK, mekanisme bail in menjadi prioritas utama dalam menangani bank sistemik yang gagal. Itu artinya, rencana aksi untuk mengatasi permasalahan solvabilitas bank gagal akan dilakukan dengan melibatkan sumber daya bank itu sendiri tanpa melibatkan APBN.

Sementara konsep bail out berarti mekanisme penyelamatan bank gagal lebih banyak menggunakan sumber daya dari luar bank, yang notabene lebih banyak bersumber dari negara (APBN).

Pada saat krisis keuangan 1998, negara terpaksa melakukan bail out melalui penerbitan obligasi lebih dari Rp550 triliun untuk penyehatan perbankan nasional. Konsep bail out inilah yang dihindari oleh UU PPKSK.

Atas dasar itu, muncul yang namanya bank sistemik yakni bank yang apabila mengalami kegagalan atau krisis akan memiliki dampak sistemik dan besar bagi stabilitas perekonomian dan sistem keuangan.

"Bank sistemik mengharuskan adanya capital surcharge. Tujuannya, mereka nanti mampu menyelamatkan dirinya sendiri (bail in). Kemudian juga action plan yang mengharuskan adanya rencana pemulihan kalau terjadi krisis," jelas Santoso.

Oleh sebab itu, bank sistemik merupakan bank-bank yang memiliki aset dan permodalan besar yang tentunya mempunyai kontribusi besar bagi perekonomian.

"Bank sistemik kita tetapkan dan evaluasi setiap enam bulan sekali, Maret dan September. Dasarnya adalah neraca keuangan perbankan itu," tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: