Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Legislator: RUU KUHP Tak Akan Lemahkan KPK

Legislator: RUU KUHP Tak Akan Lemahkan KPK Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Arsul Sani selaku Anggota Komisi III DPR menyatakan, RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) tidak akan melemahkan peran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam memberantas tindak pidana korupsi di Tanah Air.

"Saya tegaskan bahwa RUU KHUP ini tidak dimaksudkan untuk memperlemah KPK," kata Asrul Sani di Jakarta, Kamis (31/5/2018).

Menurut dia, produk legislasi tersebut dapat disebut memperlemah kalau kewenangannnya dikurangi, tetapi tidak peran KPK yang dikurangi. Namun demikian, ia mengemukakan bahwa pihaknya akan mempertimbangkan masukan dan keberatan yang diucapkan oleh KPK dan berbagai LSM antikorupsi.

Politisi PPP itu mengungkapkan bahwa salah satu solusi akan keberatan itu antara lain adalah dengan ditegaskan pada ketentuan peralihan atau penutup bahwa adanya delik-delik tertentu dalam RUU KUHP itu tidak mengurangi kewenangan kelembagaan dalam tugas penegakan hukum yang oleh UU diberikan kepada lembaga tersebut.

Di tempat terpisah, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan sikap Presiden soal Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RUU KUHP yang akan memperlemah pemberantasan korupsi. KPK menilai terdapat sejumlah persoalan yang dianggap berisiko bagi KPK ataupun pemberantasan korupsi ke depan jika tindak pidana korupsi masuk ke dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

"Presiden pernah beberapa kali mencegah pelemahan terhadap KPK, baik terkait rencana revisi UU KPK yang tidak jadi dilakukan ataupun hal lain," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (31/5/2018).

Pihaknya mengharapkan saat ini ketika pemberantasan korupsi terancam kembali jika RUU KUHP disahkan, Presiden dapat kembali memberikan sikap yang tegas untuk mengeluarkan delik korupsi dari RUU KUHP itu.

"Menyusun penguatan pengaturan delik korupsi melalui revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jauh lebih baik. Ditambah sejumlah aturan lain yang dibutuhkan seperti pembatasan transaksi tunai, perampasan aset, dan lain-lain," pungkas Febri.

Menurut dia, menempatkan korupsi sebagai kejahatan biasa dengan meletakkannya di KUHP, ancaman pidana yang lebih rendah, dan keringanan hukuman utk perbuatan-perbuatan percobaan dapat membawa Indonesia berjalan mundur dalam pemberantasan korupsi. (HYS/Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Hafit Yudi Suprobo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: