Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Daya Saing Indonesia Turun Peringkat

Daya Saing Indonesia Turun Peringkat Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Laporan IMD World Competitiveness Yearbook 2018 menunjukkan Indonesia berada di peringkat 43. Dari 63 negara dari berbagai kawasan di dunia yang dikumpulkan IMD World Competitiveness, peringkat Indonesia mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang berada di peringkat 42. Namun, jika dilihat dari kawasan Asia Pasifik, peringkat Indonesia mengalami kenaikan dari 12 menjadi 11. 

Peringkat daya saing yang diukur dengan empat faktor: kinerja ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis dan infrastruktur, Indonesia mengalami peningkatan peringkat yang signifikan pada kinerja ekonomi dari 33 menjadi 27. Namun, penurunan terjadi pada efisiensi pemerintah dari 30 menjadi 36, efisiensi bisnis dari 30 menjadi 35. Sementara infrastruktur bertahan di peringkat bawah, 59. 

Lebih jauh jika dilihat dari subfaktor masing-masing faktor, kinerja ekonomi terjadi peningkatan pada ekonomi domestik dari 13 menjadi 10, perdagangan internasional dari 56 menjadi 51, investasi luar negeri dari 50 menjadi 43, penurunan pada kesempatan kerja dari 13 menjadi 19, dan harga dari 34 menjadi 37. Untuk subfaktor pada efisiensi pemerintah, mengalami penurunan pada keuangan publik dari 22 menjadi 29, kerangka institusional dari 40 menjadi 44, legislasi bisnis dari 53 menjadi 54, kerangka sosial dari 48 menjadi 50, dan peningkatan terjadi pada kebijakan perpajakan dari 6 menjadi 5. 

Untuk subfaktor efisiensi bisnis, terjadi peningkatan peringkat pada produktivitas dan efisiensi dari 53 menjadi 50 sementara lainnya mengalami penurunan pada ketenagakerjaan dari 4 menjadi 5, keuangan dari 38 menjadi 44, praktik manajemen dari 29 menjadi 32, serta attitutes dan values dari 24 menjadi 28. Kemudian, untuk subfaktor infrastruktur terjadi penurunan pada infrastruktur dasar dari 45 menjadi 47, kesehatan lingkungan dari 58 menjadi 60, peningkatan peringkat terjadi pada scientific dari 52 menjadi 49, dan pendidikan dari 61 menjadi 57. 

Managing Director Lembaga Management FEB UI (sebagai partner IMD), Toto Pranoto, mengatakan, banyaknya peringkat yang turun dibanding peringkat yang naik membuat peringkat secara global mengalami penurunan dari 42 menjadi 43. Namun, secara keseluruhan keseluruhan faktor tersebut dilihat dari indikator daya tarik utama, sebetulnya mengalami peningkatan meskipun tidak signifikan.

Beberapa yang mendorong daya saing tersebut antara lain dinamika ekonomi 78,2%, biaya daya saing 62,1%, dan sikap keterbukaan 43,7%. Sementara beberapa yang masih lemah antara lain, kekuatan riset dan pengembangan yang hanya 9,2%, efektivitas kepastian hukum 11,5%, dan level pendidikan tinggi yang hanya 14,9%. 

Akibatnya, tingkat daya saing Indonesia digeser oleh negara-negara yang mengalami perkembangan lebih baik, seperti Slovania dari 43 menjadi 37 dan Italia dari 44 menjadi 42. Peningkatan daya saing Indonesia di kawasan Asia Pasifik sendiri lebih dipicu oleh penurunan peringkat Filipina dari 41 merosot menjadi 50. 

"Secara esensial, posisi Indonesia dari posisi 42 ke 43 sebetulnya secara umum hasil studi ini Indonesia tidak terlalu bergerak secara signifikan, relatif sebetulnya stagnan saja," ujar Toto Pranoto.

Kalau kita lihat, pemerintah Indonesia saat ini sedang gencar melakukan pembangunan infrastruktur. Namun melihat hasil survei tersebut, ternyata tidak terjadi peningkatan yang signifikan. Infrastruktur yang dibangun pemerintah saat ini lebih ke infrastruktur dasar, seperti jalan dan jembatan. Sementara infrastruktur itu sangat luas, seperti pada subfaktor yang juga menjadi penilaian yakni infrastruktur teknologi, scientific, kesehatan dan lingkungan, serta pendidikan. 

Survei indikator penilaian riset tersebut dilakukan melalui dua metode hard dan soft data. Secara hard data, meskipun pemerintah sedang melakukan upaya yang besar-besaran, tapi hasilnya belum keluar. Sementara survei soft data yang dilakukan pada Februari-Maret tahun ini, dengan bertanya kepada para eksekutif sebagai responden, masih belum melihat dampak dari infrastruktur yang dibangun. 

"Kita bisa menduga beberapa infrastruktur baru akan selesai, mungkin sebagian baru akan dinikmati pada libur Lebaran maupun menjelang Asian Games nanti," ujar Willem.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: