Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Taktik Thailand Jadi Pusat Produksi Otomotif di Asean

Taktik Thailand Jadi Pusat Produksi Otomotif di Asean Kredit Foto: Warta Ekonomi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Beberapa waktu lalu, Mercedes Benz, salah satu produsen mobil sedan asal Jerman memutuskan untuk membangun pabrik baterai (untuk mobil listrik pada setiap modelnya di 2020) di Thailand. Perusahaan siap berinvestasi hingga 100 juta euro atau setara Rp1,69 triliun demi merealisasikan rencananya dan akan menggandeng perusahaan lokal Thonburi Automotive Assembly Plant (TAAP).

Itu hanya satu dari sekian banyak kisah sukses Thailand mendatangkan produsen mobil dunia ke negaranya. Sebelumnya Ford sudah lebih dulu menjadikan Thailand sebagai pusat produksi di Asia dengan membangun pabrik seharga US$450 juta. Menyusul kemudian Toyota dan Honda yang memilih Thailand sebagai pusat riset dan pengembangan untuk pasar otomotif Asia dan Oceania. Total ada lebih dari 18 pabrikan yang bermarkas di sana saat ini.

Thailand merajai Asean sebagai produsen mobil terbesar (2,8 juta unit) sekaligus pengekspor mobil terbesar (1 juta unit). Dengan perusahaan komponen mencapai 2.400, yang tersebar di tier I (462 perusahaan) dan tier II/III (2.000 perusahaan), Thailand memiliki jaringan pasokan komponen yang lebih lengkap dibandingkan negara lain. Alhasil, Thailand kerap dipilih menjadi basis produksi terbesar produsen mobil di kawasan Asia Tenggara, termasuk Toyota.

Sejak awal, pemerintah Thailand menjalankan konsep basis produksi otomotif. Kebijakan yang padu di pemerintah dan sektor industri otomotif, merupakan kunci utama Thailand untuk mengungguli negara Asia Tenggara lainnya dalam sektor industri otomotif. Tercatat pada 2006—2017, sudah 4 kali pemerintah memberikan insentif fiskal kepada industri otomotif, dari pembebasan bea masuk impor, pengurangan bea masuk komponen sampai 90%, kemudahan untuk produksi kendaraan ramah lingkungan 1 dan 2, hingga insentif untuk kepemilikan kendaraan pertama.

Pada 2007 misalnya, pemerintah Thailand menerbitkan regulasi Eco Car yang membebaskan segala bentuk pajak, asalkan mempunyai emisi rendah dan kapasitas mesin tertentu. Pada program Eco Car fase pertama itu, Thailand dibanjiri investasi sekitar 43 miliar baht dari enam pabrikan. Lalu, dilanjutkan dengan program Eco Car fase dua dengan syarat lebih mutakhir yaitu maksimal emisi gas buang CO2 100 gram per kilometer. Pada fase 2, aliran investasi mencapai 140 miliar baht dari 10 pabrikan. 

Thailand pun diuntungkan dari pembukaan perdagangan Asean. Thailand menerima keringanan pajak untuk suku cadang otomotif dari persetujuan Asean Free Trade Area (AFTA), persetujuan perdagangan bebas dengan Australia, New Zealand, China (dengan 1,3 juta pasar), termasuk juga dari India yang membuka banyak kesempatan pasar untuk Thailand.

Dengan pentingnya Thailand di mata investor, perkara sumber daya manusia ikut menjadi perhatian. Kualitas dan produktivitas SDM membaik. Para pekerja terampil Thailand telah memadai dengan adanya lulusan dari sekolah kejuruan. Terlebih, saat ini produsen seperti Toyota dari Jepang dan Mercedes-Benz yang berasal dari Eropa telah mendirikan sekolah teknik setara diploma.

Ketua Umum Gabungan Industri Alat-alat Mobil dan Motor (GIAMM) melihat dengan berbagai keunggulan tadi, rasanya wajar jika Thailand selalu dijadikan benchmark di industri otomotif. Memang, langkah Pemerintah Thailand membebaskan perusahaan asing untuk memiliki saham 100%, mengorbankan kemandirian karena industri-industri di sana kepemilikan asingnya sangat profound. Tapi toh tak apa, buktinya perekonomian mereka bergerak, tenaga kerja pun terserap. Industri otomotif telah menyumbang tidak kurang dari 30% dari total produk domestik bruto (PDB) Thailand.

Baca Juga: Imigrasi Depak WN Turki dari Bali gegara Sembunyikan Buronan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: