Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ingin Ke Arah Mana Larinya Wijaya Karya?

Oleh: Adler Haymans Manurung, Guru Besar Pasar Modal dan Perbankan, Doktor of Research in Management - Bina Nusantara University

Ingin Ke Arah Mana Larinya Wijaya Karya? Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Wijaya Karya Tbk sebagai salah satu perusahaan milik pemerintah didirikan 58 tahun silam, bergerak di bisnis bidang instalatur listrik dan pipa air. Perusahaan melakukan transformasi menjadi perusahaan di bidang jasa engineering, procurement, construction, dan investasi. Latar belakang pendirian perusahan tidak lepas dari keinginan pemerintah untuk membangun Indonesia, juga untuk menampung lulusan perguruan tingginya. Oleh karenanya, perusahaan ini merupakan perusahaan yang disiapkan pemerintah untuk menampung penduduk Indonesia agar bisa bekerja sesuai jurusan yang digelutinya.

Perusahaan ini melakukan initial public offering (IPO) pada tahun 2007, melakukan perdagangan sahamnya di hari pertama pada 29 Oktober 2007. Saham yang ditawarkan sebanyak 6,1 miliar dengan harga Rp420 per saham. Pada hari pertama ditransaksikan, saham ini mengalami kenaikan dan ditutup pada harga Rp560. Investor yang membeli saham ini mengalami keuntungan sebesar 33,33% sejak hari penawaran sampai dengan hari pertama ditransaksikan. Biasanya, jarak hari penawaran dengan hari pertama ditransaksikan tidak lebih dari 2 minggu sehingga bila disetahunkan tingkat pengembalian yang diperoleh investor sangat tinggi (Manurung, 2013). Akibatnya, saham dengan nama perdagangan WIKA di bursa merupakan saham yang cukup tinggi tingkat pengembaliannya untuk hari pertama atau dikenal dengan initial return.

Perusahaan cukup besar bila diperhatikan dari total aset yang terus mengalami peningkatan. Aset perusahaan sebesar Rp8,3 triliun pada tahun 2011 dan meningkat menjadi Rp10,945 triliun pada tahun 2012, terjadi peningkatan sebesar 31,51%. Namun di tahun 2013, peningkatan aset tidak setinggi di tahun 2012 hanya sebesar 15,07% menjadi total aset sebesar Rp12,6 triliun. Total aset perusahaan terus mengalami peningkatan melebihi 20% pada periode berikutnya sampai tahun 2017. Sangat menarik, aset perusahaan tumbuh sebesar 59,43% pada tahun 2016 dan bertumbuh lagi sebesar 45,7% pada tahun 2017 sehingga total aset pada tahun 2017 sebesar Rp45,7 triliun.

Perusahaan tampaknya sangat baik dalam mengelola rasio lancar. Rasio lancar ini tidak pernah lebih dari 1,4x, bahkan pernah di bawah 1x pada tahun 2014 dan 2015. Rasio ini bergerak dari 1,12x sampai dengan 1,36x selama periode data yang diperlihatkan, terkecuali untuk dua tahun yang telah disebutkan. Oleh karena itu, perusahaan ini dianggap sangat piawai mengelola rasio lancar dalam rangka beroperasinya perusahaan.

Sebagai perusahaan yang bergerak dalam bidang konstruksi, WIKA membutuhkan dana yang cukup besar agar bisa berjalan dengan baik (going concern). Terlebih lagi, strategi yang dipakai adalah membangun konstruksi dengan dana dari perusahaan, setelah selesai atau laku terjual baru dibayar oleh pemberi kerja. Hutang perusahaan berbentuk bunga sebesar Rp457 miliar pada tahun 2011 dan mengalami peningkatan yang tajam sebesar 174,18% menjadi Rp1.253 miliar pada tahun 2012. Kemudian, terjadi peningkatan yang tajam pada tahun 2014 sebesar 81,38% menjadi Rp3,03 triliun dari Rp1,67 triliun pada tahun 2013. Hutang ini juga mengalami kenaikan tajam pada tahun 2016 sebesar 94,60% menjadi Rp6,7 triliun dari sebelumnya sebesar Rp3,5 triliun pada tahun 2015. Selanjutnya, pada 2017 peningkatan hutang berbunga ini hanya 32,34%, terendah dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya sehingga hutang berbunga perusahaan menjadi Rp8,9 triliun. Jika dihitung, pertumbuhan hutang berbunga perusahaan sebesar 64,08% per tahunnya. Angka tersebut merupakan pertumbuhan yang tinggi juga. 

Bila memerhatikan teori struktur modal yang dikemukakan oleh Miller dan Modligiani (1959) maka struktur keuangan tidak relevan dengan nilai perusahaan. Artinya, peningkatan hutang perusahaan sampai dengan 99% tidak menjadi persoalan atau tidak relevan terhadap nilai perusahaan. Bahkan, teori urutan pendanaan yang diperkenalkan Myers (1984) dan Myers dan Majluf (1984) juga menyatakan perusahaan bisa meningkatkan hutang sebanyak mungkin untuk mendanai investasi.

Perusahaan konstruksi ini sangat produktif sehingga mampu membayar bunga walaupun terjadi peningkatan hutang. Adapun rasio yang menjelaskan ini dapat dilihat pada rasio earning before interest (EBI) terhadap biaya bunga. Pada tahun 2011, rasio mencapai 41,65x, sebuah rasio yang cukup tinggi sekaligus menjadi yang tertinggi selama periode 2011—2017. Rasio ini terus mengalami penurunan menjadi 3,98x pada tahun 2015, terendah selama periode pengamatan yang dikemukakan pada tabel di bawah. Namun, rasio ini kembali mengalami kenaikan menjadi 5,01x pada tahun 2016 dan turun lagi menjadi 4,77x pada tahun 2017. Rasio ini sangat jelas menyatakan bahwa perusahaan tidak mengalami persoalan dalam pembayaran bunga dengan peningkatan hutang sehingga sangat layak dipercaya. Dengan catatan, perusahaan harus terus mendapatkan proyek besar yang ditunjukkan oleh pendapatan perusahaan.

Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang besarannya sekitar 5% sejak tahun 2011, tampaknya membutuhkan perusahaan seperti WIKA ini. Pendapatan sebesar Rp7,6 triliun pada tahun 2011 dan meningkat sebesar 26,70% menjadi pendapatan Rp9,8 triliun pada tahun 2012. Kemudian, terjadi peningkatan pendapatan lagi yang melebihi 20% menjadi Rp11,9 triliun di tahun 2013. Peningkatan selanjutnya cukup kecil hanya sekitar 5% menjadi Rp12,5 triliun pada tahun 2014. Pendapatan perusahaan terus mengalami peningkatan secara bertahap dengan pertumbuhan pendapatan sebesar Rp13,6 triliun pada tahun 2015 dan Rp15,7 triliun pada tahun 2016. Peningkatan tajam kembali terjadi sebesar 67,06% menjadi Rp26,2 triliun pada tahun 2017. Peningkatan pendapatan pada tahun 2017 tersebut menjadi pertumbuhan pendapatan tertinggi selama periode 2011—2017. 

Meninjau perusahaan ini sebagai tempat investasi dapat diperhatikan melalui rasio return on equity (ROE) perusahaan. ROE perusahaan masih lebih tinggi dari investasi pada deposito atau tingkat investasi pada instrumen bebas risiko (risk free rate). Adapun ROE perusahaan sebesar 17,62% pada tahun 2011, meningkat menjadi 18,3% pada tahun 2012, kembali meningkat menjadi 19,89% pada tahun 2013. ROE menurun menjadi 15,9% pada tahun 2014, terus menurun 13,04% pada tahun 2015, dan menurun lagi di bawah 10% pada dua tahun berikutnya 9,51% (2016) dan 9,27% (2017). Artinya, investasi pada perusahaan ini sengat menggiurkan investor.

ROE yang cukup bagus didukung oleh net profit margin (NPM) yang stabil sejak tahun 2011—2017. Adapun NPM perusahaan masih terus di atas 5%. Kisaran NPM tersebut di antara 5,05%—7,73%. ROE terbesar 7,73% pada tahun 2016, turun menjadi 5,18% pada tahun 2017.

Perusahaan ini diperkirakan mempunyai pendapatan sebesar Rp32 triliun pada tahun 2018 dan meningkat sedikit menjadi Rp33,5 triliun pada tahun 2019. Bila NPM tetap seperti 2017 maka laba bersih per saham sebesar Rp164 pada tahun 2018 dan sebesar Rp172 pada tahun 2019. Dengan peningkatan pendapatan ini, diharapkan perusahaan memilki price earning ratio (PER) sekitar 9,52x pada tahun 2018 dan 9,09x pada tahun 2019 dengan harga Rp1.560. Artinya, harga saham perusahaan ini sangat layak untuk diinvestasikan dengan informasi yang dikemukakan tersebut.

Hasil yang dicapai PT Wijaya Karya Tbk ini perlu dilakukan keberlanjutan perusahaan (company sustainability). Dresner (2008) menyatakan ada 3 elemen keberlanjutan perusahaan, yaitu lingkungan (environment), ekonomi (economic), dan masyarakat (society). Dalam bertumbuh, perusahaan harus memperhatikan ketiga elemen tersebut. Produk yang dihasilkan harus memperhatikan lingkungan agar tidak tercemari. Bahkan, lingkungan bisa menyambut produk yang dihasilkan karena tidak merusak lingkungan. Produk tersebut juga harus memberikan manfaat ekonomi sehingga bisa diterima masyarakat. Manajemen perusahaan diminta memperhatikan elemen-elemen dari keberlanjutan perusahaan. Selamat kepada perusahaan yang telah dikelola dengan baik!

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: