Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Masih Oversupply, Saham Indocement Terjungkal 40,65% dalam 6 Bulan

Masih Oversupply, Saham Indocement Terjungkal 40,65% dalam 6 Bulan Kredit Foto: Antara/Wahyu Putro A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Sepanjang tahun ini, industri semen di Indonesia masih bergerumul dengan masalah kelebihan permintaan. Hal tersebut membuat kinerja perusahaan-perusahaan semen yang ada di Bursa Efek Indonesia (BEI) merosot. 

Alhasil, harga saham seperti PT Semen Indonesia Tbk (SMGR), PT Semen Baturaja Tbk (SMBR), PT Holcim Indonesia Tbk (SMCB) dan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) kompak melemah. 

Jika dibandingkan perusahaan lain, saham INTP terjungkal paling dalam. Di awal tahun 2018, saham INTP masih diperdagangkan dengan harga Rp23.000 per saham. Sementara per akhir Semester I 2018, yaitu tepatnya pada penutupan perdagangan Jumat (29/6/2018) lalu, harga saham INTP melorot menjadi Rp13.650 per saham. Artinya, ada penurunan harga saham hingga 40,65% dibanding harga di awal tahun.

Penurunan harga saham INTP tersebut jauh lebih dalam dibanding, misalnya harga saham SMGR yang mengawali tahun dengan harga Rp10.275 per saham dan pada penutupan perdagangan Jumat (29/6/2018) lalu menyusut menjadi Rp7.125 per saham. Dengan begitu, pelemahan harga saham SMGR sepanjang Semester I 2018 hanya 30,65%.

Sementara saham SMBC terpantau melemah 31,51% menjadi hanya Rp565 per saham dari semula pada awal tahun masih Rp825 per saham. 

Hanya saham SMBR hanya terkoreksi 0,81% dari harga awal tahun Rp3.690 per saham dan masih bertahan di level Rp3.660 pada penutupan perdagangan Jumat (29/6/2018) lalu.

Terkait hal tersebut, Direktur Investa Saran Mandiri, Hans Kwee, menyebut bahwa sektor saham tengah menderita tekanan yang cukup berat dari faktor kelebihan kapasitas (over capacity) seiring stagnasi kinerja penjualan di sepanjang tahun 2018 ini. Hal tersebut merupakan imbas dari cukup lesunya penjualan sektor properti yang selama ini menjadi salah satu penopang utama kinerja sektor semen. 

"Kita tahu investasi terbesar di sektor semen itu ya untuk bangun pabrik. Karena penjualan seret maka terjadi over capacity dan investasi yang besar tadi jadi tertahan, enggak balik jadi profit. Ini yang jadi sentimen negatif di pelaku pasar," jelasnya. 

Menurut Hans, dengan tekanan yang ada, hal sekecil apa pun terkait kinerja perusahaan memang bakal menjadi sorotan dan lalu berpotensi berkembang menjadi sentimen negatif bila tidak diantisipasi dengan baik.

"Jadi, itu kalau ada tekanan akan memberikan pengaruh ke saham mereka," pungkasnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: