Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

[Seri Perempuan Pemimpin Jatim] Napak Tilas Karier Politik Khofifah Indar Parawansa

[Seri Perempuan Pemimpin Jatim] Napak Tilas Karier Politik Khofifah Indar Parawansa Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Khofifah Indar Parawansa adalah mantan Menteri Sosial ke-27 (2007—2009) Kabinet Presiden Joko Widodo yang mengundurkan diri dari jabatannya demi ikut Pilkada 2018 untuk wilayah Jawa Timur. Pendampingnya, Emil Dardak, adalah Bupati Trenggalek. Perempuan kelahiran Surabaya, 19 Mei 1965 ini juga merupakan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan ke-5 pada Kabinet Persatuan Nasional.

Dalam rekapitulasi penghitungan suara di Grand City Surabaya, Sabtu (7/7/2018), pasangan Khofifah Indar Parawansa–Emil Elistianto Dardak unggul lumayan telak atas Gus Ipul–Puti Guntur. Khofifah–Emil mendapat 10.465.218 (53,55%), sedangkan Gus Ipul–Puti Guntur 9.076.014 (46,45%).

Kemenangan tersebut seolah menjawab impian Khofifah untuk menjadi kepala daerah di tanah kelahirannya sendiri. Buah manis dipetik setelah Khofifah merasakan pahitnya kekalahan pada Pilgub Jawa Timur tahun 2008 dan 2013. Kemenangan tersebut akan membuat Khofifah mencetak sejarah baru sebagai gubernur perempuan pertama di Jawa Timur.

Khofifah Indar Parawansa mulai disorot lampu panggung politik Tanah Air setelah sosoknya tampil membacakan pidato pernyataan sikap Fraksi Persatuan Pembangunan (FPP) dalam Sidang Umum MPR 1998 silam. Pasalnya, pidato politisi lulusan Magister Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia itu menjadi pidato pertama yang berani mengkritisi rezim Orde Baru dalam ajang formal nasional setingkat Sidang Umum MPR.

Khofifah muda yang kala itu baru berusia 33 tahun menyampaikan kritik perihal Pemilihan Umum 1997 yang penuh kecurangan. Khofifah melontarkan pandangan-pandangannya tentang demokratisasi di depan siding.

Pidato yang berani itu sudah barang tentu mengejutkan Fraksi Utusan Golongan dan ABRI karena tidak sesuai dengan teks pidato yang mereka terima. Pada era orde baru, pidato di depan institusi resmi atau di hadapan publik harus terlebih dahulu diserahkan teksnya kepada ABRI. Teks pidato yang diterima ABRI hanya berisi puji-pujian terhadap pemerintahan Soeharto.

Nyaris, Khofifah tidak jadi membawakan pidato itu karena pada saat forum internal FPP, ada beberapa anggota FPP yang hendak mengganti Khofifah dengan orang lain. Namun, beberapa tokoh senior FPP seperti Hamzah Haz dan Yusuf Syakir mempertahankan Khofifah.

Khofifah pun membaca lagi teks pidato itu dan memutuskan mengubahnya. Keberanian Khofifah merombak teks pidato itu dengan kritik terhadap rezim Orde Baru membuat kariernya di bidang politik kian naik daun.

Karier politiknya dimulai saat Khofifah berusia 27 tahun dengan terpilih menjadi anggota DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) 1992-1997 sebagai Pimpinan Komisi VIII DPR RI. Selanjutnya, pada 1997—1999, Khofifah lagi-lagi menduduki kursi anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Namun, perubahan peta politik pasca-lengsernya rezim Orde Baru membuatnya keluar dari PPP dan hijrah ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Pada periode 1999—2004 dan periode 2004—2009, Khofifah menduduki kursi DPR RI dari Fraksi Partai PKB. Selanjutnya, pada periode 2006—2007, Khofifah menduduki kursi anggota Komisi VII dari Fraksi PKB.

Pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Khofifah yang juga alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Airlangga (Unair) kembali menunjukkan kiprahnya dengan didapuk sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan. Namun, nasib Khofifah menjadi menteri tidak bertahan lama, yakni hanya dua tahun, seiring jatuhnya Presiden Abdurrahman Wahid untuk periode 1999—2001. Presiden baru, Megawati Soekarnoputri, tidak memasukkan Khofifah sebagai menterinya dalam Kabinet Gotong Royong periode 2001—2004. 

Berhenti jadi menteri, mantan Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN) periode 1999—2001 ini semakin aktif di berbagai kegiatan kemasyarakatan. Politikus yang sempat bercita-cita menjadi pembalap ini aktif di organisasi Muslimat, organisasi sayap perempuan Nahdlatul Ulama (NU). Dia memimpin Muslimat periode 2000-2005.

Kiprahnya di kemasyarakatan makin dirasakan masyarakat. Khofifah pun turut bertarung di Pilgub Jawa Timur pada tahun 2008 dan 2013. Sayangnya, Khofifah belum berhasil. Pada Pilpres 2014, Khofifah diminta menjadi salah satu juru bicara politik pasangan Jokowi-JK. Hasilnya berbuah manis. Jokowi menang dan meminta Khofifah untuk menjadi menteri sosial pada Kabinet Kerja 2014—2019. 

Khofifah Selama Jadi Mensos

Selama 3 tahun menjadi menteri sosial di era Jokowi, Khofifah dinilai memiliki kinerja yang baik dengan penilaian 6,8% berdasarkan survei Poltracking Indonesia. Khofifah menempati posisi kedua setelah Menteri Perikanan dan Kelautan, Susi Pudjiastuti, yang memperoleh 26,8%.

Pada masa Khofifah, Kemensos turut sukses mengurangi angka kemiskinan. Seperti diketahui, berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), tingkat ketimpangan penduduk Indonesia pada bulan September 2017 berada di posisi 0,391. Angka ini menurun sebesar 0,002 poin jika dibandingkan dengan Gini Ratio Maret 2017 yang sebesar 0,393.

Pada tahun 2017, Kementerian Sosial (Kemensos) menjadi satu dari lima kementerian dan lembaga yang meraih Penghargaan Nasional tentang Evaluasi Kinerja Pelaksanaan Anggaran Tahun 2016 dari Kementerian Keuangan untuk kategori Pagu Besar.

Selain itu, Khofifah juga sukses membawa Kementerian Sosial meraih predikat Wilayah Bebas Korupsi dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kemudian, Kemensos meraih penghargaan Top 99 Inovasi Pelayanan Publik 2017 dari Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) atas program Risol Gepeng (Rehabilitasi Sosial Gelandangan Pengemis).

Riwayat Pendidikan Khofifah

  • SD Taquma, Surabaya
  • SMP Khadijah, Surabaya
  • SMA Khadijah, Surabaya
  • Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah, Surabaya
  • Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (Fisipol) Universitas Airlangga (Unair), Surabaya
  • Magister Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI), Jakarta

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: