Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Hijrah, Pelukis Jalanan Sukses Jadi Pengrajin Jenitri

Hijrah, Pelukis Jalanan Sukses Jadi Pengrajin Jenitri Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Puji Wahyono, seorang mantan anak jalanan, memutuskan hijrah menjadi pengrajin Jenitri di Desa Kawedusan, Kebumen, Jawa Tengah. Berkat kegigihannya, pria yang pernah menjadi pelukis tato di kawasan Blok M, Jakarta ini, kini pengrajin yang paling terkenal di desanya. 

Tahun 2008, pria bertato ini memutuskan mengakhiri kehidupan jalanan, meninggalkan ibu kota kembali ke kampung halamannya untuk mengubah hidup. Awal memulai kehidupan barunya masih diwarnai dengan kerja serabutan yang terkadang masih melayani jasa tato. 

Tahun 2013, saat batu akik sedang booming, dia ikut bisnis batu. Namun, usahanya tersebut gagal di tahun pertama, ketika barang sudah banyak dan belum laku terjual harga sudah jatuh. Di saat yang sama, Jenitri juga mulai naik daun. Dia pun mencoba menjadi perantara, antara petani dengan pembeli dari India, Nepal, Bangladesh, dan China. 

Usahanya menjadi perantara sekaligus tengkulak berjalan lancar, modal mulai terkumpul. Puji pun mulai menanam Jenitri sendiri dan membeli Jenitri dari petani dengan cara menebas. Namun, karena pengetahuannya yang masih kurang, usahanya kembali terpuruk. Banyak Jenitri yang tidak sesuai dengan permintaan pasar, barang tidak laku menumpuk di rumah. 

“Tiap hari, kerjaan saya waktu lihat komputer dan lihat barang, mikir bagaimana barang keluar,” kenang Puji, kepada Warta Ekonomi saat ditemui di rumahnya, Sabtu (14/7/2018). 

Akhirnya, suatu hari, istrinya yang seorang anggota PKK pulang dari kegiatan bersama ibu-ibu membawa tas ronce dari bahan manik-manik. Beberapa hari, Puji melihat tas hasil karya istrinya membuat dia terpikir bagaimana kalau tas ronce itu dibuat dari bahan Jenitri. Akhirnya, jadilah tas ronce dari Jenitri itu. 

Namun masalah rupanya belum kelar, dia masih kebingungan untuk menjualnya. Barang sudah di-posting ke media sosial, tapi tidak ada yang minat. Yang terlintas di benaknya adalah kenapa kalau hasil karyanya itu ditawarkan ke orang-orang India yang ada di desanya untuk mencari Jenitri. 

Dari situ jalan mulai terbuka, ada orang India yang bersedia menampung hasil kerajinannya. Pertengahan 2015, Puji menyepakati kontrak selama satu tahun untuk permintaan 2.000 pcs terdiri dari tas, topi, dan rompi. Selama satu tahun, ayah tiga anak bersama istrinya terus bekerja untuk mengejar target tersebut. Namun, pada praktiknya, target tidak tercapai. Beruntung, pembeli dari India tidak ngotot minta barang sesuai target, tetapi menerima berapapun barang yang tersedia. 

Kontrak tahun pertama selesai. Puji kembali mengajukan kontrak. Kali ini dengan item lebih banyak mencapai 22 item. Barang terdiri dari tiga produk yang sama di kontrak pertama, ditambah gelang, kalung, dan lainnya, dengan total target yang juga lebih banyak. Untuk memenuhi target, pria 40 tahun ini akhirnya mempekerjakan sejumlah karyawan. 

Ada 24 pekerja yang membantunya, di antaranya dua orang untuk bagian melubangi Jenitri, dan lainnya meronce menjadi berbagai produk sesuai dengan kontrak. Namun, meskipun demikian, rupanya belum bisa mencapai target. Puji menduga, yang menjadi kendala adalah kurangnya jumlah dan keahlian para pekerjanya. 

Sebab ternyata untuk menyelesaikan satu produk, tenaga yang sudah terampil membutuhkan waktu dua hari, sementara yang baru belajar membutuhkan waktu 4 hari. Untuk mencapainya, Puji bertekat untuk menambah pekerjanya menjadi 30 orang, tiga untuk bagian melubangi biji Jenitri, sisanya untuk meronce. 

Menurut Puji, kontrak untuk memenuhi permintaan hasil kerajinan di India itu cukup menjanjikan. Kalau mencapai target, setiap pcs akan mendapatkan bayaran yang lumayan besar, di antaranya gelang Rp15 juta, matras Rp25 juta, tas Rp25 juta, mahkota Rp10 juta, belum lagi yang lainnya. Dari kontrak tersebut, Puji mendapatkan 30% dari harga yang disepakati. Namun, hingga saat ini baru mencapai 10% dari target, pendapatan yang diterima pun belum maksimal. 

Harga tersebut kalau dibandingkan dengan permintaan Jenitri sesuai dengan motif dan permintaan sangat jauh bedanya. Karena bahan yang digunakan untuk membuat kerajinan juga dari Jenitri kualitas paling rendah dengan harga hanya Rp25 rupiah. Tapi, dengan kontrak yang ditawakan, menurut Puji itu lebih menjanjikan ketimbang memenuhi permintaan sesuai motif Jenitri yang tidak menentu. 

Di samping membuat produk untuk memenuhi target kontrak, Puji juga membuat kerajinan yang dijual bersama  teman-temannya. Beberapa produk kerajinan itu seperti gelang Jenitri yang dikombinasikan dengan berbagai bahan lain, seperti Batu Dzi, Batu Jesper, kayu bertuah Naga Sari, biji Rotal, dan lainnya. 

Hasil kerajinan tersebut dipasarkan melalui media sosial, dan diminati oleh sejumlah pembeli dari dalam negeri, seperti Jawa Timur, Sumatra, Banjarmasin, Batam, dan banyak lagi. Beberapa membeli dalam jumlah banyak, ada pula yang membeli satuan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Agus Aryanto
Editor: Ratih Rahayu

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: