Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Jokowi: Kesepakatan dengan Freeport Kemajuan Besar

Jokowi: Kesepakatan dengan Freeport Kemajuan Besar Kredit Foto: Antara/Wahyu Putro A
Warta Ekonomi, Jakarta -

Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa kesepakatan yang tercapai dalam divestasi Freeport merupakan kemajuan besar bagi Indonesia.

"Kalau sudah bisa masuk ke head of agreemeent, itu sebuah kemajuan yang amat sangat pesat, jangan dipikir itu ketemu baru tanda tangan, ini proses panjang 3,5 tahun dengan Freeport," kata Presiden Jokowi usai memberikan kuliah umum di Akademi Bela Negara Partai NasDem di Jakarta, Senin (16/7/2018).

Menurut dia, kesepakatan harus dimulai dari adanya "head of agreement (hoa)" dan nanti harus ditindaklanjuti dengan kesepakatan kedua hingga ketiga. "Kesepakatan itu merupakan proses panjang hampir 3,5-4 tahun, kalau sudah bisa masuk ke HoA, itu sebuah kemajuan yang amat sangat pesat. Alhamdulillah patut kita syukuri. Jangan malah sudah ada kemajuan dibilang miring-miring," katanya. 

Sebelumnya Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengungkapkan Heads of Agreement (HoA) yang ditandatangani oleh Inalum, Freeport McMoran, dan Rio Tinto pada Kamis (12/7) menyisakan masalah terkait dengan status HoA dan harga pembelian.

"Menurut Menteri BUMN pada konferensi pers, HoA mengikat. Sementara dalam rilis dari laman London Stock Exchange disebutkan bahwa Rio Tinto melaporkan HoA sebagai perjanjian yang tidak mengikat (non-binding agreement)," ujar Hikmahanto Juwana.

Hal itu perlu mendapat klarifikasi mengingat status binding dan non-binding agreement mempunyai konsekuensi hukum yang berbeda.

"Bila terjadi sengketa atas HoA dan dibawa ke lembaga penyelesaian sengketa, menjadi pertanyaan apakah HoA hanya merupakan ikatan moral atau ikatan hukum? Ini tentu bisa melemahkan posisi Inalum," ungkap Hikmahanto.

Selanjutnya, dalam laman London Stock Exchange juga disebutkan bahwa harga penjualan 40 persen participating interest sebesar US$3,5 miliar.

Harga tersebut sepertinya setelah memperhitungkan perpanjangan konsesi PT FI hingga 2041.

Dalam hal demikian sebaiknya, lanjut dia, Inalum tidak melakukan pembelian sebelum keluarnya izin perpanjangan dari Kementerian ESDM.

"Bila tidak, manajemen Inalum pada saat ini di kemudian hari ketika tidak menjabat dapat diduga oleh aparat penegak hukum telah melakukan tindak pidana korupsi," kata dia.

Hal ini karena manajemen dianggap telah merugikan keuangan negara. Kerugian negara dianggap terjadi karena harga pembelian participating interest didasarkan harga bila mendapat perpanjangan.

"Padahal izin perpanjangan dari Kementerian ESDM pada saat perjanjian jual beli participating interest dilakukan belum diterbitkan," katanya.

Sementara itu menanggapi penggeledahan rumah Dirut PLN oleh KPK, Presiden Jokowi mengatakan itu kewenangan KPK. "Saya percaya KPK bertindak profesional," katanya. 

Baca Juga: Pemerintah Komitmen Lindungi dan Lestarikan Bahasa Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: