Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tito Sulistio: Kejar Ketertinggalan Kapitalisasi Pasar

Tito Sulistio: Kejar Ketertinggalan Kapitalisasi Pasar Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Industri pasar modal Indonesia berhasil mengakhiri kinerjanya di tahun 2017 lalu dengan cukup membanggakan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bisa mengakhiri perdagangan tahun lalu dengan peningkatan mencapai 20% menjadi 6.355,65 dibanding capaian pada akhir tahun 2016 yang masih di kisaran level 5.929,6. 

Dari segi emiten baru, di sepanjang tahun lalu juga tercatat sudah 37 perusahaan yang telah sukses melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO). Jumlah tersebut melebihi target yang telah ditetapkan 35 perusahaan, sekaligus juga menjadi penambahan emiten terbanyak di kawasan Asia Tenggara.

Di Indonesia sendiri, hasil kinerja tahun ini merupakan rekor jumlah IPO terbanyak dalam dua dekade terakhir. Sebuah pencapaian yang cukup melebihi ekspektasi banyak pihak ketika kondisi pasar modal nasional di tahun 2017 semula lebih cenderung wait and see.

Catatan positif tampak dari semakin banyaknya portofolio alternatif saham di lantai bursa, berbanding lurus dengan terus bertambahnya jumlah investor yang meningkat sekitar 44% dalam dua tahun terakhir menjadi 1,12 juta investor. Peningkatan dari segi kuantitas juga berbarengan dengan sisi kualitasnya. Hasil survei AC Nielsen mencatat adanya peningkatan literasi pasar modal di Indonesia dari semula hanya 4,3% di tahun 2016 menjadi 15% di tahun 2017.

Terus berkembangnya industri pasar modal nasional baik dari supply (saham/emiten yang semakin banyak dan variatif) maupun demand (jumlah investor yang semakin banyak), pada akhirnya berhasil membuat geliat industri ini semakin menarik dan kian diperhitungkan di level regional bahkan global.

Dari segi nilai investasi di sepanjang tahun, investor domestik tercatat telah menempatkan dananya hingga Rp340 triliun di industri pasar modal Indonesia. Sementara, nilai investasi investor asing mencapai Rp1.958 triliun yang diakumulasi usai mereka melepas portofolionya sebesar Rp40 triliun, atau setara dengan 13% dari total keuntungan (gain) yang mereka raup dari pasar modal nasional. Dibanding nilai investasi di sepanjang tahun 2016 lalu yang sebesar Rp1.691 triliun, jelas capaian tahun ini cukup menjadi bukti bahwa Indonesia sejauh ini masih sangat eksis sebagai salah satu negara tujuan investasi.

Dengan beragam catatan positif yang telah dicapai tadi, sebagian pihak pun mulai bertanya akan ke mana lagi arah pengembangan industri pasar modal domestik dibawa? Apalagi yang masih perlu dilakukan dan dikejar, jika capaian kinerja hingga saat ini sudah demikian positif? Jawabannya: sangat banyak. Masih sangat banyak yang harus dikerjakan untuk pengembangan industri ini ke depan.

Di dunia investasi global dikenal istilah Morgan Stanley Capital International (MSCI) yang menggambarkan jumlah dana investasi yang ada di seluruh dunia. Posisi saat ini, dana internasional yang tercatat dalam MSCI sebesar US$12,7 triliun. Sebesar 25% dari dana MSCI itu sekarang dimiliki oleh China. Indonesia tercatat memiliki porsi sebesar 2,2% dari total dana tersebut. Dalam hal ini, jika pun Indonesia terus tumbuh, tetapi dengan tingkat pertumbuhan di bawah negara-negara lain, tentu secara perlahan porsi Indonesia tadi akan tergerus.

Oleh karena itu, tantangan nyata dari industri pasar modal nasional adalah tuntutan untuk terus memperbesar pasar nasional dengan mendongkrak nilai kapitalisasi pasar (market capitalization) yang ada. Faktanya, meski terus meningkat signifikan, nilai kapitalisasi pasar Indonesia bila dibandingkan dengan produk domestik bruto atau gross domestic product (GDP) masih teramat kecil. 

Pada posisi akhir tahun 2017 lalu, nilai kapitalisasi pasar Indonesia tercatat sebesar Rp6.952 triliun atau sekitar US$502 miliar. Bandingkan dengan posisi GDP pada saat yang sama sebesar US$1.011 miliar, persentasenya masih di kisaran 50%. Porsi ini masih sangat jauh tertinggal dibanding negara-negara lain, misalnya Thailand yang telah mencapai 100% terhadap GDP atau Malaysia yang sudah 150% terhadap GDP. Singapura, jangan ditanya lagi, posisi kapitalisasi pasarnya telah mencapai 290% terhadap GDP.

Dengan kondisi persaingan seperti itu, seluruh stakeholder di pasar modal domestik punya target bersama untuk mendorong kapitalisasi pasar ini, minimal mencapai Rp10.000 triliun pada tahun 2020 mendatang. Apakah target ini berlebihan? Tentu saja tidak. Pasalnya, jika pun target mampu dicapai, goals ini juga belum akan membawa Indonesia menjadi number one in the world. Capaian ini baru akan membawa Indonesia untuk mengejar ketertinggalan selama ini.

Nantinya, dengan kapitalisasi pasar di level Rp10.000 triliun, persentase terhadap GDP diperkirakan bakal baru berada di kisaran 65%. Apabila melihat hasil yang telah dicapai oleh negara-negara lain, jelas hasil ini masih jauh di bawah. Namun, bagaimana pun juga target ini harus kita wujudkan agar industri pasar modal Indonesia tidak semakin tertinggal. Adapun melihat tren pertumbuhan industri yang telah terbentuk saat ini, cukup optimis bahwa target kapitalisasi pasar Rp10.000 triliun di tahun 2020 realistis untuk diwujudkan. We are on the right track now. 

Tren growth untuk kapitalisasi pasar sejauh ini berada di kisaran 17—20%. Di tahun 2015 ke 2016 lalu, kapitalisasi pasar nasional tumbuh 15%. Sementara, dari 2016 ke 2017 mencapai lebih dari 19,9%. Berdasarkan hitung-hitungan itu, hanya dibutuhkan dua kali growth, dua kali lipat dari GDP yang berada di kisaran 11%. Target itu pun bakal tercapai. 

Hal ini belum pula memperhitungkan penambahan emiten dan juga saham baru yang terjadi dalam dua tahun ke depan. Anggap saja itu bonus karena kontribusinya hanya di kisaran 3—4% terhadap total kapitalisasi pasar. Belum lagi upaya mengajak perusahaan-perusahaan besar di Indonesia untuk ikut melepas sebagian sahamnya di lantai bursa. 

Oleh karena itu, masa depan industri pasar modal Indonesia ke depan sangat cerah. Tinggal bagaimana kita semua menjaga optimisme ini agar tetap kuat dan tidak diganggu dengan pandangan-pandangan pesimistis. Pasalnya, secara kemampuan, historis, dan fundamental, perekonomian Indonesia sangatlah kuat. 

 

Baca Juga: Pujian untuk Ambisi Berkelanjutan, Warta Ekonomi Gelar Indonesia Most Visionary Companies Awards 2024

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Arif Hatta
Editor: Ratih Rahayu

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: