Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ketika Pangan Malah Berkontribusi pada Kemiskinan

Ketika Pangan Malah Berkontribusi pada Kemiskinan Kredit Foto: Antara/Oky Lukmansyah
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tingginya harga pangan terus berdampak pada kemiskinan. Data badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, kontribusi komoditas pangan terhadap kemiskinan pada Maret 2017 adalah sebesar 73,31%. Jumlah ini meningkat menjadi 73,48% pada Maret 2018. Walaupun jumlah penduduk miskin pada Maret 2018 lebih sedikit daripada Maret 2017 yaitu 25,95 juta orang atau 9,82%, tapi harga pangan yang mahal tetap membebani mereka. Jumlah orang miskin pada Maret 2017 berjumlah 27,77 juta orang atau 10,64%.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Novani Karina Saputri, mengatakan, penyebabnya adalah tingginya harga bahan pangan yang disebabkan oleh kurangnya produksi dalam negeri. Hal ini memicu terjadinya banyak hal, salah satunya adalah inflasi. Untuk mencegah inflasi, pemerintah harus bisa memastikan ketersediaan bahan pangan tercukupi untuk seluruh wilayah di Indonesia.

"Pemerintah seharusnya sudah bisa mengantisipasi kenaikan harga beras sejak jauh-jauh hari. Naiknya harga beras disebabkan oleh tingginya jumlah permintaan akan beras yang tidak dapat dipenuhi oleh jumlah beras yang diproduksi. Kenaikan harga beras juga memicu kenaikan komoditas pangan lainnya,” ujar Novani dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Selasa (17/7/2018).

Tingginya harga bahan pangan sempat terjadi di awal 2018. Salah satunya adalah naiknya harga beras medium di pasaran. Berdasarkan data Kementerian Perdagangan, harga beras medium pada Juli 2017 adalah Rp10.574 per kilogram dan meningkat menjadi Rp10.794 per kilogram pada November di tahun yang sama. Di Januari 2018, angka ini merangkak naik menjadi Rp11.041 per kilogram.

Bahan pokok yang juga relatif mengalami kenaikan harga per satuan di bulan Mei hingga Desember 2017 adalah daging sapi, garam, kedelai, dan susu. Kenaikan ini dipicu oleh beberapa hal, di antaranya adalah kenaikan harga beras yang terbilang cukup signifikan hingga menyentuh harga di atas Rp12.000 per kilogram. Naiknya harga beras disebabkan oleh tingginya jumlah permintaan akan beras yang tidak dapat dipenuhi oleh jumlah beras yang diproduksi.

Berdasarkan data CIPS, pemerintah seharusnya bisa melihat kalau harga beras sudah tinggi sejak Mei 2017. Harganya mencapai Rp11.980 per kilogram. Lalu, konsisten di Rp11.000 per kilogram antara Juni hingga September. Kemudian, harga beras naik mencapai Rp12.800 pada Oktober dan November dan hanya sedikit turun menjadi Rp12.600 per kilogram di akhir tahun.

Komoditas pangan lainnya yang mengalami kenaikan harga adalah daging sapi. Harga daging sapi mengalami kenaikan sebesar 52,7% di bulan Juni dan 11,37% di bulan Desember. Salah satu faktor yang diduga sebagai penyebab melojaknya harga daging sapi di bulan tersebut adalah tingginya permintaan menjelang hari besar keagamaan (Idul Fitri dan Natal) dan tahun baru.

"Pemerintah seharusnya tidak terus menerus terjebak pada wacana perluasan lahan panen. Pemerintah memperkirakan meluasnya area panen akan mampu meningkatkan jumlah persediaan beras di Indonesia yang pada akhirnya menurunkan harga beras di pasar,” jelasnya.

Pemerintah lebih baik fokus memberikan kemudahan akses menuju pasar tradisional kepada para petani. Hal ini karena pada dasarnya petani produksi beras menjual pada harga yang tergolong rendah. Panjangnya rantai distribusi beras menyebabkan harga menjadi jauh di atas harga pokok penjualan petani produksi.

Baca Juga: Tegas! Bule Inggris Eks Napi Narkoba Diusir dari Bali

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: