Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Mendorong Reformasi Program Bantuan Benih UPSUS

Oleh: Imelda Magdalena Freddy, Peneliti di Center for Indonesian Policy Studies

Mendorong Reformasi Program Bantuan Benih UPSUS Kredit Foto: Antara/Aditya Pradana Putra
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pada awal tahun 2018, santer terdengan protes dari DPR mengenai rencana pencabutan subsidi benih untuk beberapa komoditas, di antaranya komoditas jagung. DPR dan pihak-pihak lain berpendapat pencabutan subsidi benih ini akan menghambat upaya pemerintah untuk mencapai target swasembada pangan pada tahun 2020. Di sisi lain, ada juga legislator yang berpendapat bahwa alasan pemerintah Indonesia untuk mencabut subsidi benih ini cukup masuk akal.

Program subsidi benih yang dijalankan oleh dua badan usaha milik negara (BUMN), yaitu PT Sang Hyang Seri (Persero) dan PT Pertani (Persero) dirasa belum efektif. Hal ini dibuktikan dengan rendahnya penyerapan benih bersubsidi yang diproduksi oleh kedua BUMN ini. Dengan demikian, bisa dikatakan bahwa APBN yang telah dialokasikan kepada PT Pertani dan PT SHS menjadi terbuang percuma.

Filosifi Swasembada Pangan

Perlu kita sadari bahwa strategi pemerintah dengan cara pemberian subsidi benih ini berakar dari filosofi swasembada pangan yang sebenarnya sudah dimulai sejak Indonesia menjadi negara merdeka. Program swasembada pangan ini dituangkan dalam berbagai program pembangunan pertanian. Dengan adanya program subsidi benih ini, pemerintah berharap dapat mengurangi ongkos produksi pertanian yang dirasa cukup membebani para petani.

Atas dasar mencapai target swasembada pangan untuk komoditas jagung, pemerintah Indonesia memutuskan untuk mengurangi laju impor dalam rangka merangsang peningkatan produksi pertanian dalam negeri. Hal ini dapat dilihat dari jumlah impor jagung yang berkurang secara drastis sejak tahun dua tahun lalu. Pada tahun 2016, impor jagung yang dilakukan oleh Indonesia hanya mencapai 1,3 juta ton. Jumlah ini jauh menurun dibandingkan pada tahun 2015 yang berjumlah 3,5 juta ton. Lalu pada tahun 2017 jumlah impor jagung semakin berkurang yaitu hanya sebesar 500.000 ton.

Kebijakan pemerintah dalam sektor perdagangan internasional tersebut dianggap cukup agresif dan ambisius karena sampai saat ini Indonesia masih memiliki kendala internal untuk mencapai swasembada pangan. Pemerintah perlu mempertimbangkan berbagai faktor penghambat, seperti konsumsi dalam negeri yang semakin meningkat akibat jumlah penduduk Indonesia yang bertambah banyak, lahan pertanian yang semakin sedikit, dan faktor perubahan iklim global yang mempengaruhi hasil produksi pertanian.

Selain itu, peningkatan produksi jagung di Indonesia dari sisi dari sisi on-farm sangat bergantung pada pemilihan bibit unggul, penggunaan pupuk, dan juga irigasi pertanian. Oleh karena itu, wajar apabila pemerintah Indonesia berusaha memberikan subsidi benih agar dapat menunjang produksi jagung domestik.

Ada berbagai jenis mekanisme subsidi benih yang dibuat oleh pemerintah untuk komoditas jagung. Subsidi benih yang diributkan akan dicabut pada awal tahun 2018 merupakan subsidi benih dengan cara diskon harga benih yang dibeli oleh petani.

Dilaksanakan sejak 2005, pengadaan benih untuk program subsidi ini dilakukan oleh PT SHS dan PT Pertani. Selain itu, pemerintah memiliki program Cadangan Benih Nasional yang dilakukan melalui pemberian bantuan benih bagi para petani yang mengalami gagal panen akbibat bencana alam. Program ini diselenggarakan mulai dari tahun 2006 sampai dengan 2017.

Selanjutnya ada juga program Bantuan Benih Langsung Unggul atau yang sering disingkat BLBU di mana pemerintah memberikan benih bantuan secara gratis. Program terakhir yang dilakukan oleh pemerintah adalah program UPSUS. Dalam program ini, pemerintah menyediakan benih jagung hibrida secara gratis yang pelaksanaanya menjadi satu paket dengan program lainnya seperti bantuan pupuk, perbaikan irigasi, dan alat-alat pertanian.

Efektivitas Program UPSUS

Jika subsidi benih yang diproduksi oleh PT Pertani dan PT SHS diisukan akan dicabut karena penyerapan benihnya tidak maksimal maka penelitian dari Center for Indonesia Policy Study (CIPS) menunjukkan program terbaru pemerintah yaitu Program UPSUS pun masih harus diperbaiki.

Hal ini berangkat dari penelitian yang dilakukan oleh CIPS di Kabupaten Sumenep (Jawa Timur) dan Dompu (NTB) yang mengungkapkan bahwa kebijakan benih bantuan melalui program UPSUS dirasa kurang efektif. Salah satu akar masalah ini adalah mekanisme produksi benih bantuan yang didasarkan pada kuota produksi. Sebanyak 60% benih bantuan yang disalurkan melalui program UPSUS diproduksi oleh para produsen benih yang ditunjuk oleh Balitbangtan. Dalam implementasinya, Balitbangtan belum memiliki sistem pengawasan yang ketat untuk memastikan bahwa kualitas benih yang diproduksi oleh para produsen tersebut sudah baik. Alhasil, ketika benih-benih itu didistribusikan kepada petani, banyak yang mengeluhkan bahwa kualitasnya kurang karena hasil panen yang sedikit.

Walaupun pemerintah memberikan jatah sebanyak 40% bagi para produsen benih swasta untuk ikut menyuplai benih jagung hibrida, namun kebanyakan para petani mendapatkan jatah benih yang diproduksi oleh produsen Balitbangtan. Para petani mengungkapkan mereka lebih memilih untuk mendapatkan benih bantuan yang diproduksi oleh produsen swasta.

Hal ini menunjukan pemberian bantuan benih memang penting bagi para petani, namun yang lebih penting lagi adalah kualitas dari benih yang diberikan. Jangan sampai APBN yang sudah dialokasikan oleh pemerintah terbuang percuma karena produksi benih bantuan dilakukan secara asal-asalan.

Jika dilihat dari sisi petani, pemberian benih bantuan yang tidak diproduksi dengan baik ini akan merugikan secara finansial. Hal ini bisa terjadi karena dalam proses penanaman benih bantuan tersebut, petani mengeluarkan pengeluaran-pengeluaran keuangan. Artinya, biaya sudah terjadi. Biaya ini meliputi biaya pupuk, biaya tenaga kerja, herbisida, pestisda, dan masih banyak lagi. Belum lagi waktu yang digunakan oleh para petani untuk menanam benih tersebut.

Dari segi produktivitas, menanam benih bantuan ini tidak sebanding dengan biaya, tenaga, dan waktu yang dicurahkan oleh petani. Malah bisa dianggap merugikan.

Reformasi dalam program UPSUS

Kementerian Pertanian perlu mengevaluasi program ini agar bisa menyasar dengan tepat kebutuhan para petani. Kualitas dari benih bantuan yang disalurkan melalui program UPSUS harus menjadi fokus utama pemerintah. Berdasarkan hal ini, salah satu reformasi yang perlu didorong adalah agar Kementerian Pertanian mengubah mekansime produksi benih bantuan Program UPSUS dengan cara tidak memprioritaskan benih yang diproduksi oleh Balitbangtan.

Sebailknya, pemerintah perlu lebih merangkul para produsen benih swasta agar mau terlibat dalam program UPSUS. Dengan cara ini, pemerintah dapat menjamin kualitas benih yang disalurkan. Dari sisi produsen swasta, keterlibatan mereka dalam program bantuan benih UPSUS bisa memberikan keuntungan tersendiri. Para produsen ini bisa mendapatkan akses ke daerah-daerah yang dapat membantu mereka memperluas jangkauan pasar.

Dengan asumsi bahwa program bantuan benih UPSUS dilakukan dalam jangka waktu terbatas maka dengan adanya produsen swasta di daerah tersebut, permintaan petani akan benih berkualitas dapat tetap terpenuhi. Strategi ini dapat membantu para petani menjadi lebih mandiri dan tidak bergantung kepada bantuan pemerintah.

Baca Juga: Meningkat 21 Persen, Bandara Ngurah Rai Layani 3,5 Juta Penumpang Hingga Februari 2024

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel:

Berita Terkait