Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menggantungkan Roda Ekonomi dari HIK

Oleh: Dwi Mukti Wibowo, Pemerhati masalah ekonomi, sosial, dan kemanusiaan

Menggantungkan Roda Ekonomi dari HIK Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Mimpi itu tak pernah mati. Mengejar mimpi tak pernah lelah dan usai. Inilah sepatah kata cukup filosofis yang terlontar dari seorang pria berperawakan kecil. Jhon HIK namanya. Sebutan dari penjual hidangan istimewa kampung (HIK) yang selalu mangkal di Purwosari, Solo.

Ia telah menekuni jualan HIK hampir 20 tahun lamanya. Berarti selama dua dasawarsa ia harus begadang setiap malam guna melayani pelanggan setia nasi kucing dan wedang jahe bakar yang telah menghidupi keluarga dan tiga anak tanggungannya.

Angkringan yang selama ini berfungsi sebagai ladang kerja telah menggerakkan roda ekonominya. Meskipun hanya berjualan makanan kampung, kulakan dari para pelaku usaha sangat mikro pemasok lapaknya, ia mampu menyekolahkan tiga anak yang masih haus-hausnya biaya sekolah.

Ia memilih karir sebagai penjual HIK. Keberanian mengambil sikap dan jiwa entrepreneurship ini telah menggariskan nasibnya menjadi penjual HIK, yang telah melegenda dan menjadi ikon makanan malam kaum "nongkrong-man".

Bagi Jhon HIK, memujudkan dan mempertahankan mimpi butuh perjuangan sejati. Ia tidak takut jika perjuangannya berbuah kecewa atau hasilnya adalah sia-sia. "Setidaknya ada niatan dan usaha, jika hidup harus lebih berarti, dan telah dicoba dimaknai," ungkapnya penuh makna.

Menurutnya, jualan HIK tidak pernah rugi atau sepi dari pembeli. Ia tidak pernah mengenal daya beli menurun dari masyarakat pelanggan HIK-nya. Alasanya karena pasarnya jelas, yaitu masyarakat pelanggan yang ada di sekitar lokasi HIK. Pelanggan tersebut adalah "HIK mania" yang setiap malam setia nongkrong di sana. Meskipun keberadaan di sana lebih bersifat untuk cari teman mengobrol sambil wedangan.

Bagi Jhon HIK, menjalani dan mempertahankan jalan hidupnya, berarti ia telah mempertaruhkan mimpinya. Ia meyakini apa kata Schiller jika hidup yang tidak dipertaruhkan, tak akan pernah dimenangkan. Kalimat ini telah menyadarkan kita jangan terpaku dan tak berbuat apa-apa. Karena doa dan restu saja masih belum membuatnya nyata.

Baca Juga: Kasus DBD di Bali Melonjak di Awal Tahun, Tembus 1.566 Kasus!

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: